* Catatan untuk pembuatan kebijakan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan Tahun 2009 sebagai tahun Indonesia Kreatif. Ini mengacu pada pengembangan 3 (tiga) bidang ekonomi kreatif unggulan, yaitu: fashion, kerajinan dan kriya. Dari sisi prioritas saat ini, pengembangan ekonomi kreatif sangat tidak tepat.
Sebagian besar tenaga kerja Indonesia adalah petani dan sampai saat ini baik soal produktifitas maupun potensi nilai tambah produk pertanian belum terurus dengan baik. Indonesia mengalami deindustrialisasi dengan semakin menurunnya pertumbuhan sektor industri. Selain itu masih sering dijumpai masalah industri kekurangan energi. Ini akibat kebijakan yang tidak sinkron antara pengembangan industri dan manajemen energi. Padahal semua masalah ini sangat besar pengaruhnya dalam menyerap tenaga kerja, yang akan berujung kepada kesejahteraan rakyat. Justru masalah-masalah seperti ini yang harus jadi prioritas utama pemerintah.
Pada akhir tahun 2006, Wakil Presiden Jusuf Kalla membuat terobosan dengan kebijakan 'industri mengikuti energi', dengan tahun 2007 sebagai awal kebijakan. Kebijakan ini akibat kesulitan industri nasional memperoleh energi, karena energi yang ada dijual keluar. Dampak kebijakan ini yang terbayang oleh kita adalah pembangunan kawasan industri besar-besaran.
Tapi di tahun 2008 kebijakan ini sudah tidak terdengar lagi. Kalau kita melihat Kebijakan Industri Nasional dalam Peraturan Presiden No. 28/2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, maka program 'industri mengikuti energi' ini sudah tidak disebut-sebut lagi.
Indonesia mengalami deindustrialisasi. Sebelum tahun 2007, industri di Indonesia sudah mengalami penurunan. Pertumbuhan yang terjadi selalu sekitar 5%. Bandingkan dengan pertumbuhan di masa Orde Baru dimana industri tumbuh sekitar 10%. Perkiraan untuk tahun 2008 adalah 4,8% dari target semula 7,4%.
Beberapa waktu lalu Wakil Presiden marah kepada Gubernur Kalimantan Selatan dan Direktur Utama Krakatau Steel yang gagal memenuhi target waktu pembangunan industri peleburan bijih besi di Banjarmasin, karena terganjal masalah administrasi. Ini menunjukkan industri yang diurus langsung Wapres saja bisa gagal, apalagi yang tidak.
Dengan berbagai masalah ini sungguh mengherankan mengapa pemerintah tidak segera mencanangkan, misalnya, tahun 2009 sebagai Tahun Restorasi Industri Nasional untuk menyegarkan program 'industri mengikuti energi'.
Contoh lain adalah baru-baru ini petani kelapa sawit kita dikejutkan dengan penurunan harga Crude Palm Oil (CPO) di pasaran internasional. Petani kelabakan dan kesejahteraannya menurun.
Di lain pihak, Malaysia juga mengandalkan produksi kelapa sawit ini. Walaupun masalah yang dihadapi sama, namun Malaysia tidak kelabakan seperti Indonesia, karena 90% produksi CPO nya sudah diolah di dalam negeri. Sementara, Indonesia sebagian besar CPO Indonesia diekspor yang harganya sangat tergantung dengan keadaan pasar dunia. Bahkan ironisnya, industri di Indonesia harus mengimpor produk derivatif CPO ini.
Dengan keberhasilan Malaysia mengelola industri hulu dan hilir kelapa sawit, sungguh mengherankan mengapa pemerintah Indonesia tidak serius memanfaatkan potensi kelapa sawit. Sebagai produsen kelapa sawit terbesar di dunia, pemerintah bisa mencanangkan tahun 2009, misalnya, sebagai tahun pengembangan industri hilir kelapa sawit.
* * *
Dalam manajemen ada yang disebut hot spot. Ini adalah titik yang mempunyai daya ungkit tinggi yang sangat mempengaruhi hasil pekerjaan. Semua sumberdaya seharusnya dikerahkan di lingkungan hot spot ini.
Di saat petani kita mengalami masalah harga komoditi, Indonesia mengalami deindustrialisasi, peghamburan potensi energi dan masalah pengangguran, maka hot spot nya adalah pembangunan industri pengolahan. Dengan fokus ini petani akan sejahtera, industri akan berkembang, jasa terkait akan berkembang dan pengangguran akan berkurang.
Sedangkan Industri kreatif seperti musik dan film bukan hot spot pembangunan. Industri ini tanpa bantuan pemerintah pun sudah bisa berkembang dengan baik.
Sifat kebijakan pemerintah sebaiknya fokus pada sedikit hal, namun diurus dengan serius. Jika terlalu banyak kebijakan, apalagi kebijakan itu berubah-ubah akan membingungkan dan hasilnya juga sulit dipantau.
Dalam suatu wawancara, Putera Sampoerna – seorang pegusaha sukses - pernah mengatakan sebaiknya Indonesia fokus pada 3 hal saja, yaitu: pertanian, kayu dan mineral. Pilihan ini sangat beralasan, karena sesuai potensi yang ada dan sangat bisa menyejahterakan rakyat.
Kalau pemerintah sudah fokus dan melaksanakannya secara konsisten, maka relatif mudah mengembangkan hal lain yang berkait. Industri jasa pasti akan berkembang mengikuti industri. Dunia pendidikan akan menemukan fokus kurikulum untuk menyediakan tenaga kerja yang ahli dan terampil.
Tahun 2009 Indonesia memang harus kreatif. Namun, kreatif dalam mengembangkan berbagai potensi yang memang sudah di depan mata dan berpengaruh besar dalam usaha menyejahterakan rakyat.
* * *
No comments:
Post a Comment