Apa persamaan pertandingan sepakbola dengan pemilu di Indonesia? Kalau pada sepakbola, kesebelasan yang kalah akan mengejar dan meninju wasit, sedangkan pada pemilu pihak yang kalah akan mengejar KPU plus pemerintah dan menyalahkan DPT.
Bangsa Indonesia bermasalah dalam dinamika hidup bersama termasuk berkompetisi secara sehat. Kita tidak siap menerima kekalahan. Ketika gagal dalam kongres atau dalam muktamar, pihak yang kalah akan menggembosi pihak yang menang. Hampir jarang ada ucapan selamat yang sportif dan rasa ikhlas untuk mendukung pihak yang menang.
Maka tidak heran kalau kita selalu menyaksikan hal-hal lucu dan kekanakan dalam menyikapi hasil suatu kompetisi. Ini adalah masalah serius yang harus dianalisis dengan serius pula. Mengapa hal ini berulang-ulang terjadi.
Paling tidak ada 2 masalah pada bangsa ini, yaitu: (1) Trust, (2) Kapasitas Neokorteks.
1. Trust
Seperti analisis yang dikemukakan Francis Fukuyama dalam bukunya 'Trust' bahwa syarat suatu bangsa menjadi besar adalah harus memiliki modal sosial. James Coleman mendeskripsikan modal sosial sebagai kapasitas masyarakat untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama.
Hanya bangsa yang bisa bekerja sama dengan baik yang bisa membuat perusahaan besar di dunia. Penelitian menunjukkan 3 negara yang berada di urutan teratas untuk 10, 20 dan 40 perusahaan dengan pendapatan terbesar di dunia, yaitu: Amerika Serikat, Jepang dan Jerman.
Ketiga negara ini disebut 'high-trust society'. Pada ketiga negara ini ditemukan kemampuan masyarakatnya membangun hubungan-hubungan sosial yang erat – tanpa perlu memandang hubungan darah atau keluarga – untuk mencapai suatu tujuan.
Secara teori disebutkan untuk mengelola sebuah perusahaan besar diperlukan 'trust' – rasa percaya – yang tinggi antar sesama anggotanya. Teori ini sangat masuk akal, karena untuk mengelola sumber daya yang banyak maka perlu dilakukan desentralisasi manajemen. Untuk memberikan tanggung jawab manajemen itu kepada orang lain, maka diperlukan rasa percaya yang tinggi.
Sebaliknya ada juga yang disebut 'low-trust society'. Contohnya Perancis, Korea, Italia dan Cina. Walaupun keempat negara ini cukup berhasil dalam membangun ekonominya, namun tetap saja perusahaan-perusahaan terbesarnya tidak sehebat negara-negara dengan karakter rasa saling percaya yang tinggi. Pada negara-negara ini ciri perusahaan yang maju dan besar terbagi menjadi 2 kategori, yaitu: (1) perusahaan yang didukung negara di Perancis dan Korea, (ii) perusahaan keluarga di Cina dan Italia.
Analisis 'trust' ini bisa digunakan untuk menjawab mengapa di Indonesia partai besar selalu rawan perpecahan. Bahkan kompetisi dalam demokrasi juga dalam bahaya jika setiap kelompok atau partai hanya siap menang dan suka mencari-cari alasan ketika kalah. Tanpa rasa percaya, orang cenderung mengedepankan kepentingan diri sendiri atau kelompok kecil. Perkembangan organisasi, bahkan bangsa selalu dibatasi dengan perpecahan yang berlangsung terus menerus.
2. Kapasitas Neokorteks
Kemampuan bekerja sama adalah hal penting dalam keberlangsungan hidup. Itulah yang sebenarnya membuat spesies manusia ini berjaya di dunia ini. Jangankan manusia, hyena yang bekerja sama membuat singa si raja hutan tidak berkutik.
Makhluk yang bisa bekerja sama adalah makhluk yang bisa berpikir. Dan bagian otak yang bertanggungjawab untuk berpikir adalah neokorteks. Beberapa fungsi
utama neokorteks adalah kemampuan berpikir secara sadar dan kemampuan bahasa.
Dalam penelitian ukuran kelompok adalah sebanding dengan volume neokorteks. Semakin besar kelompok, semakin besar neokorteksnya. Dan semakin besar neokorteks – artinya makin hebat kemampuan berpikirnya – semakin dia bisa bekerja sama.
Saya tak suka analisis lanjutan ini.
Jangan-jangan kecepatan evolusi otak manusia itu tidak sama di muka bumi ini. Ada bangsa yang berevolusi sedemikian baiknya sehingga neokorteks mereka makin membesar. Sementara itu ada juga bangsa yang lamban dalam evolusi neokorteksnya. Bangsa yang terlambat evolusi inilah yang hanya bisa membentuk kelompok-kelompok kecil dan gemar gontok-gontokan dalam permainan kompetisi yang menuntut sportifitas tinggi.
Dengan kenyataan beberapa bangsa lemah dalam kerjasama ini, perlukah diadakan survei volume neokorteks? Apakah bangsa dengan volume neokorteks kecil sebaiknya jangan berdemokrasi yang memerlukan jiwa besar dan kelapangan dada untuk menerima kekalahan?
Tanyakanlah pada rumput yang bergoyang.
No comments:
Post a Comment