Tuesday, January 20, 2009

Palestina: What Next?

* Belajar Sampai Ke Negeri Cina

Pada bulan Maret 2004 sekelompok aktivis Cina mendarat di pulau Senkaku/Diaoyu yang disengketakan Jepang, Cina dan Taiwan. Pulau ini diperkirakan kaya akan minyak dan ketiga negara ini sangat membutuhkan minyak. Penjaga pantai Jepang menangkap kelompok aktivis, tapi kemudian memulangkannya ke Cina. Dan ... sampai sekarang mereka tak pernah – bahkan tak ingin - berperang.

Ternyata Palestina dan Israel tidak sendirian dalam mempermasalahkan wilayah. Sampai saat ini pun Jepang, Cina termasuk Taiwan mempermasalah kepemilikan pulau Senkaku/ Diaoyu.

Cina (dan Taiwan) merasa memiliki pulau itu dengan merujuk pada dokumen Dinasti Ming (1368-1644) termasuk dokumen pertahanan laut dinasti Ming dan dinasti Qing (1644-1911). Sementara Jepang menganggapnya sebagai pulau tak bertuan. Dan kemudian warga Jepang terbukti telah membangun pulau itu.

Tentu masalah ini juga tidak mudah diselesaikan. Selain menyangkut kepentingan ekonomi, hal ini juga menyangkut harga diri bangsa. Jepang dan Cina sudah layak berperang, tapi mereka tak mau melakukannya.

* * *

Begitu juga masalah tanah Palestina. Semua ini adalah masalah geografis, perebutan wilayah dari dua bangsa yang sama-sama pernah menduduki wilayah tersebut. Adapun masalah agama adalah sekedar bahan bakar untuk melakukan pembenaran terhadap pihak sendiri. Jika Israel didirikan di Afrika Selatan atau di Jerman, tentu saja tidak akan ada masalah konflik agama antara Islam dengan Yahudi.

Sejarah ribuan tahun akan menunjukkan masalah Palestina adalah masalah ruwet yang memusingkan kepala. Baik bangsa Israel maupun bangsa Palestina memang sama-sama pernah berdiam di situ. Klaim kedua bangsa ini akan sama-sama benar.

Masalah utama adalah karakter bangsa yang berdiam di wilayah ini. Konon kabarnya Tuhan menurunkan banyak Nabi di Timur Tengah, karena kehidupan di sana selalu penuh kekacauan. Saya pikir Tuhan memang benar. Karakter darah tinggi tiap bangsa di sana memang gampang menyulut perang. Perang memang ada di mana-mana, tapi yang pasti selalu ada di Timur Tengah.

Perang Palestina - Israel terbukti tak pernah bisa menyelesaikan masalah. Bagi Palestina yang lebih lemah, rakyat akan menderita karena dibombardir siang malam. Bagi Israel yang lebih kuat, kemenangan saat ini adalah tabungan untuk mendapat perlawanan lebih dahsyat di masa depan. Orang tua yang kehilangan anaknya akan menginginkan balas dendam. Dan – ini yang paling fatal – anak-anak yang dibombardir siang malam ini kemungkinan besar hanya memikirkan satu hal: bergabung dengan Hamas dan balas dendam!

* * *

Mengapa Cina dan Jepang tak mau berperang? Itu karena pemimpin kedua mengedepankan pembangunan negara daripada berperang. Sikap bijak itu terutama datang dari Cina. Tahun 1985, pemimpin Cina ketika itu, Deng Xiaoping mengatakan: "Pertanyaan mengenai (status) pulau Diaoyu dapat kita kesampingkan untuk sementara; mungkin generasi mendatang akan lebih cerdas dari kita dan akan menemukan solusi praktis". Lihatlah betapa pragmatisnya Kamerad Deng!

Tanpa kepemilikan pulau tersebut, bangsa Jepang tetap bisa hidup, begitu pula bangsa Cina dan Taiwan. Di mata pemimpin ketiga negara itu, perang bukanlah pilihan yang terbaik. Perang hanya memastikan satu hal: kesengsaraan rakyat.

Palestina memang bukan Senkaku/Diaoyu. Tapi solusi rasional pragmatis ala Kamerad Deng yang menghasilkan kebaikan bagi semua pihak bukan tidak bisa dilakukan.

Bangsa Palestina memang harus mengalah. Inisiatif damai harus datang dari bangsa Palestina. Bangsa Palestina harus menahan diri untuk tidak melakukan kekerasan. Ada 2 (dua) hal utama yang dapat menjadi modal bangsa Palestina untuk memulai hidup baru, yaitu: (1) Keberadaan Otoritas Palestina, (2) Dalam globalisasi batas wilayah adalah semu.

Walaupun tidak memadai dan ideal, bangsa Palestina sebenarnya bisa bersandar pada Kesepakatan Oslo yang menghasilkan Otoritas Palestina. Bangsa Palestina sebenarnya sudah memiliki wilayah, pemerintahan sendiri, sudah bisa memilih wakil rakyat. Semua ini jika ditambah dengan suasana damai dan tentram, maka secara perlahan akan menghasilkan negara yang benar-benar Negara.

Otoritas Palestina memang bukan negara sungguhan, namun bangsa Palestina tetap bisa hidup layak dengan landasan ini. Taiwan bukanlah negara. Cina menganggap Taiwan bagian dari Cina. Tapi Taiwan memiliki wilayah, memiliki pemerintahan sendiri, maka Taiwan tetap bisa bergerak mensejahterakan rakyatnya.

Di jaman ini batas negara adalah semu. Pekerjaan sudah bisa dilakukan di mana-mana, tidak tergantung batas negara. Orang India bisa mengambil pekerjaan di Amerika, orang Jepang bisa membangun pabrik di Cina. Yang terpenting semua negara meningkatkan kapasitas penduduknya sehingga bisa berkiprah di mana saja. Singapura hanya mempunyai secuil wilayah, tapi gerak rakyat Singapura bisa ada di seluruh dunia.

Dengan modal otoritas Palestina ini dan fenomena globalisasi, bangsa Palestina bisa menjadi semacam Taiwan ataupun semacam Singapura.

Akhirnya, solusi Palestina memang mudah kita pikirkan di negara relatif damai seperti Indonesia. Apakah bangsa Palestina yang sehari-hari melihat kekerasan, desingan peluru, hantaman rudal, darah dan air mata bisa memikirkan alternatif ini?

* * * * *

Friday, January 9, 2009

Palestina, Kita dan Akal Sehat

Hari-hari ini kita disuguhkan berita yang mengharubirukan perasaan kita. Derita rakyat Palestina di Gaza yang dibombardir tentara Israel. Semua media meliputnya. Semua perhatian fokus ke Palestina. Bangsa Indonesia termasuk yang sangat tergugah. Demonstrasi di mana-mana. Kutukan kepada Israel disemburkan di setiap kesempatan.

Perasaan prihatin, marah melihat pembantaian, kemauan menolong sesama adalah sesuatu yang mulia. Tidak ada yang salah dengan perasaan sedih melihat suatu tragedi. Bagaimanapun kita tetap manusia.

Tapi ...

Di bulan Mei 2008, AFP memberitakan penelitian yang dilakukan World Church Service yang mengungkapkan prosentase kasus malnutrisi di Timor Barat bahkan lebih tinggi daripada di Afrika. Survei yang dilakukan terhadap 4,800 rumah tangga, 61.1 persen balita menderita gizi buruk yang kronis, bahkan 13.1 persen sudah dalam tahap akut.

Sekitar 50% persen anak di Timor Barat dari populasi 2 juta mengalami kurang berat badan dibandingkan dengan angka untuk benua Afrika secara keseluruhan, yaitu 21.9%.

Saya yakin banyak yang tidak tahu kenyataan yang memilukan ini. Kita heran mengapa tidak ada yang marah, tidak ada yang demontrasi, tidak ada yang mengorganisir pengumpulan dana secara besar-besaran. tidak ada yang mengutuk pemerintah yang gagal mengurus rakyat di depan matanya sendiri.

Lebih jauh lagi 80 juta orang masih hidup masih di bawah garis kemiskinan. Setengah dari 235 juta orang hidup dengan penghasilan di bawah 2 dolar sehari.

Semua ini merupakan medan jihad. Semua ini benar-benar masalah besar. Semua ini menuntut demonstrasi, kutukan bagi pemerintah kita. Karena kemiskinan akan melahirkan semua keburukan yang ada di dunia ini.

Mengapa kita bisa begitu tergugah untuk peristiwa yang jauh di mata sehingga menjadi dekat di hati, sementara peristiwa penting di depan mata bisa lolos dari perhatian kita?

* * *

Penelitian memang menunjukkan pikiran kita memang memiliki tempat yang bisa dimanipulasi, sehingga pikiran kita bisa berbelok ke sesuatu yang memiliki sensasi tinggi karena diberitakan secara luas dan kita bisa membayangkan tragedi yang mengerikan.

Tahukah anda bahwa orang yang mati karena ditimpa kelapa lebih besar daripada orang yang mati karena serangan ikan hiu? Setiap tahun di seluruh dunia 150 orang mati tertimpa kelapa. Sementara tahun 2002, 2003, 2004 “hanya” 14 orang yang mati karena diserang hiu. Mengapa media, bahkan film, selalu mengembar-gemborkan keganasan hiu, tapi sebaliknya tidak pernah mengembar-gemborkan keganasan kelapa? Mengapa tidak ada produser yang tertarik membuat film tentang pembunuhan oleh kelapa? Mengapa Steven Spielberg membuat Jaws, mengapa tidak membuat Coconut Killer?

Di Amerika, orang yang mati karena tenggelam kolam renang di rumah daripada karena senjata api yang disimpan di rumah. Tapi mengapa orang lebih takut kepada senjata api, kalau faktanya kolam renang lebih berbahaya?

Sesungguhnya umat Islam di dunia telah berlaku tidak adil kepada saudara Muslim yang lainnya dengan selalu fokus pada Palestina.

Di dunia ini ada bangsa mayoritas Muslim yang sampai saat ini masih tak punya negara, yaitu bangsa Kurdi. Padahal suku bangsa ini pernah menyumbang tokoh besar, pahlawan perang Salib dari pihak Muslim, Salahuddin Al Ayyubi. Tanah bangsa ini tersebar di negara-negara Turki, Irak, Iran dan Syria. Dan bangsa Kurdi ini tertindas di mana-mana. Identitas mereka selalu dihinakan dan ditekan di negara-negara itu. Bahkan Saddam Hussein pernah menghilangkan 300.000 orang Kurdi antara tahun 1983 dan 1987. Baru-baru ini Pemerintah Turki menyerang mereka lagi.

Kalau Muslim di seluruh dunia selalu mengembar-gemborkan kemerdekaan Palestina, lalu mengapa tidak pada kemerdekaan Kurdi?

Penindas bangsa Kurdi itu mayoritas Muslim, sementara penindas bangsa Palestina itu Yahudi. Ada ayat Al Quran menyebutkan bahwa Muslim itu bersaudara, lalu seperti apakah jahatnya penindas saudara Muslimnya sendiri? Mengapa orang termasuk yang di Indonesia tidak pernah mengusik pemerintah Turki, Irak, Iran dan Syria yang dijalankan oleh mayoritas Muslim?

Mengapa nilai jual penderitaan bangsa Kurdi lebih kecil dibandingkan dengan penderitaan bangsa Palestina?

* * *

Otak kita gampang dimanipulasi oleh fakta sensasional. Pilihan sikap kita terkadang aneh, rancu dan tidak logis. Ketika melihat sebuah sensasi di luar sana, kita bisa melupakan keadaan diri sendiri yang terkadang lebih membutuhkan perhatian.

Kita tidak membela kejahatan, tidak mengabaikan peristiwa buruk di luar sana, tapi alangkah baiknya diri sendiri juga diperhatikan. Dan alangkah baiknya juga berlaku adil untuk suatu peristiwa yang sama.

Semoga penderitaan rakyat Palestina, rakyat Kurdi dan penderitaan rakyat seluruh dunia segera berakhir. Dan semua orang bekerja sama membangun dunia yang lebih indah.

* * *