Thursday, November 12, 2009

Menanti Indonesia Yang Waras

Indonesia sudah menjadi salah satu negara demokratis terbesar. Pemilihan presiden, gubernur, bupati dan walikota sudah langsung. Orang bebas membentuk seabreg partai. Pers sudah sangat bebas memberitakan apa saja. Orang bebas menyuarakan apa saja. Berbagai komisi dan lembaga sudah dibentuk. Lalu mengapa dalam suasana demokratis ini, hukum dan keadilan tetap tak bisa tegak? Mengapa orang seperti Anggodo terlihat begitu berkuasa? Anggoro, kakaknya Anggodo, bukanlah orang terkaya di Indonesia, lalu apa yang bisa diperbuat oleh orang terkaya di Indonesia?

Jika saja semua drama upaya penghancuran KPK ini terjadi di jaman Pak Harto tentu saja kita semua akan maklum. Pemerintahan Pak Harto sangat berkuasa di bidang apapun termasuk di bidang hukum, sehingga semua kasus, semua penyelesaian hukum, bisa diarahkan sesuai kehendak pemerintah. Namun semua ini terjadi pada zaman demokrasi. Lalu apa yang salah dengan pemerintahan yang demokratis?

Tanpa perlu lama menunggu hasil pengadilan, secara logika kita sudah bisa mengetahui apa yang terjadi dalam perseteruan Kepolisian & Kejaksaan vs KPK.

Sebenarnya skenario untuk menjatuhkan Antasari Azhar adalah cukup kuat. Keterlibatan Antasari dalam kasus Nasrudin adalah berdasarkan skenario bahwa Antasari menjalin hubungan cinta segitiga dengan Rani, istri Nasrudin. Ini berdasarkan pertemuan Antasari dan Rani di Hotel Grand Mahakam. Pada pertemuan ini terjadi “hubungan” antara Antasari dan Rani, yang kemudian dilabrak oleh Nasrudin. Kemudian Nasrudin mengancam Antasari akan memberitahukan perbuatan tersebut kepada khalayak. Antasari, yang telah melapor ke polisi soal teror terhadap dirinya, kemudian bekerja sama Wiliardi Wizard dan Sigit Haryo Wibisono membuat perencanaan pembunuhan Nasrudin. Dan Nasrudin terbunuh.

Skenario yang cukup bagus, Tapi kemudian terungkap di pengadilan beberapa. Rani diantar sendiri oleh suaminya ke hotel. Suaminya menunggu di bawah. Dan pertemuan Rani dan Antasari hanya berlangsung kurang lebih sepuluh menit. Dalam situasi seperti ini, apakah bisa Antasari berbuat macam-macam? Yang aneh mengapa Nasrudin menyuruh Rani untuk menyalakan handphone untuk merekam pertemuannya dengan Antasari? Apakah ini penjebakan?

Kejanggalan lain dari skenario ini adalah motif yang mendorong pembunuhan terlalu sederhana. Bagaimana mungkin orang seperti Wiliardi yang masih memiliki masa depan di kepolisian mau terlibat? Tuduhan bahwa Antasari bisa membantu karirnya boleh dikatakan omong kosong. Mana bisa Antasari mempengaruhi karir polisi.

Namun, syukur alhamdulillah ada pengakuan saksi sekaligus terdakwa, Wiliardi Wizard, yang membuat segalanya terang bahwa kasus ini adalah rekayasa. Dan begitu Wiliardi mengakui kasus ini rekayasa, maka secara logika hubungan Antasari dengan para pembunuh Nasrudin sudah terputus. Karena sebelumnya dalam skenario, Wiliardi adalah pemimpin dari tim pelaksana pembunuhan.

Pengakuan Wiliardi ini ditambah kasus berikutnya yang menimpa Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto semakin memperkuat adanya konspirasi untuk melemahkan KPK.

Sementara itu skenario penghancuran Chandra-Bibit memang payah. Satu-satunya petunjuk adalah pengakuan Ari Muladi bahwa telah menyerah uang secara langsung (pengakuan pertama) atau tidak langsung (pengakuan kedua). Skenario kemudian mengatakan ada bukti kuat bahwa penyerahan telah berlangsung karena terbukti ada mobil KPK di Pasar Festival ataupun di Hotel Bellagio.

Tentu saja ini bukti sontoloyo. Mobil KPK bisa kemana saja pada waktu kapan saja. Pengakuan sepihak Ari Muladi plus keberadaan mobil di suatu tempat mana bisa dijadikan bukti.

Bahkan Jaksa Agung membuat analogi yang keliru mengenai bukti kuat dan bukti mutlak. Dia memisalkan A dan B pacaran. Lalu orang menemukan pada waktu yang bersamaan A dan B berada di sebuah hotel. Itu adalah bukti kuat A dan B melakukan perzinahan, tanpa perlu bukti mutlak berupa saksi langsung perzinahan. Ini dianalogikan dengan keberadaan Ari Muladi dan mobil KPK pada saat bersamaan, maka disimpulkan pasti terjadi transaksi keuangan di sana.

Kekeliruan analogi ini adalah dengan menyamakan hubungan pacaran A dan B dengan hubungan Ari Muladi dengan Chandra-Bibit. Pada A dan B jelas kita tahu ada hubungan, sedangkan pada Ari Muladi dan Chandra-Bibit jelas tidak saling mengenal. Lebih jauh, misalnya si A mengaku-aku mencintai seorang artis, sementara si artis tidak mengenal si A. Kemudian pada suatu ketika di suatu tempat ada mobil si A dan si artis, bisakah kemudian kita mengatakan si A dan si artis sedang bermesraan di hotel?

Jadi bagaimana mungkin keberadaan mobil KPK dengan keberadaan Ari Muladi di tempat dan waktu yang sama dapat disimpulkan Chandra-Bibit menerima uang? Apalagi pada tanggal yang disebutkan Bibit sedang berada di Peru. Dan bukti kuat percakapan telpon yang disadap polisi ternyata adalah percakapan antara Anggodo dengan Ary Muladi, bukan percakapan antara Anggodo/Ari Muladi dengan Chandra-Bibit.

Lebih jauh lagi ada kesamaan pola dalam kasus Antasari dan Chandra-Bibit, yaitu pengakuan satu saksi yang kemudian diintepretasikan sejauh mungkin. Pada kasus Antasari, kesaksian Rani dijadikan dasar utama skenario, sementara pada kasus Chandra-Bibit, kesaksian Ari Muladi dijadikan dasar utama skenario.

* * *

Faktor utama yang menyebabkan kasus ini berlarut-larut adalah ketidakjelasan sikap presiden. Presiden tidak mungkin menyerahkan penyelesaikan kasus ini pada mekanisme hukum yang ada. Bagaimana mungkin menyelesaikan kasus yang melibatkan polisi dan jaksa sementara yang mengusutnya adalah polisi dan jaksa sendiri? Jeruk tidak akan minum jeruk. Ini sama seperti menyerahkan pembuatan undang-undang larangan tembakau kepada orang-orang pabrik rokok.

Lucunya di saat genting begini, presiden malah membuka kotak pos untuk mengganyang mafia. Di jaman internet, facebook dan pers bebas ini, kotak pos sama sekali tidak diperlukan. Persoalan sudah tampak di depan mata, selesaikanlah dengan segera. Kalau persoalan di depan mata tidak selesai, mana mungkin pula persoalan dalam kotak pos bisa selesai?

Melihat berbagai indikasi, tidak mungkin kedua pimpinan lembaga yang sekarang bisa mengusut tuntas anak buahnya yang diperkirakan terlibat. Yang terlihat sekarang adalah upaya-upaya membela diri yang justru menghilangkan substansi permasalahan.

Banyak pula pihak, termasuk Komisi III DPR, mendesak agar kasus Bibit-Chandra tetap diajukan ke pengadilan. Aneh sekali. Bagaimana mungkin orang yang tak bersalah diajukan ke pengadilan? Apakah kita bebas menuduh orang, lalu untuk membersihkan nama, maka orang tersebut harus melalui pengadilan?

Sebagai penonton kita, yang setiap hari diberikan bukti melalui televisi, sudah bisa menjadi hakim. Kita yang tak punya urusan apa-apa dapat menilai pihak mana yang salah, pihak mana yang benar. Pada kasus ini, saya sangat percaya Vox Populi Vox Dei, suara rakyat adalah suara Tuhan.

Demokrasi Indonesia harus diselamatkan, institusi negara harus dibersihkan. Pers bebas sudah melakukan tugasnya dengan baik, facebookers telah melakukan tugasnya dengan baik, sekarang masyarakat sipil telah melakukan tugasnya dengan baik, sekarang kita tinggal menunggu gebrakan pemerintah. Tanpa penegakan hukum, berlakunya keadilan, maka demokrasi itu tidak ada gunanya. Selain menjadi negara demokratis, Indonesia perlu menjadi negara waras!

* * * * *

Monday, October 26, 2009

Ayat-Ayat Tembakau

Lelucon luar biasa yang dihasilkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2004 – 2009 adalah soal hilangnya ayat tentang tembakau dalam Undang-Undang Kesehatan. Benar-benar aneh bin ajaib, apalagi undang-undang itu telah dibahas dan disyahkan dalam rapat pleno.

Secara logika hampir tidak mungkin hilangnya ayat ini karena unsur ketidaksengajaan. Orang pantas curiga, karena penghilangan ayat tembakau sangat berkaitan dengan kepentingan industri rokok. Dengan adanya penegasan bahaya tembakau, maka ruang gerak industri rokok akan semakin terbatas.

Di era demokrasi, upaya mempengaruhi keputusan undang-undang adalah hal yang biasa. Sejak dari kampanye pemilihan calon anggota legislatif (caleg), yang akan membuat undang-undang, semua pihak yang berkepentingan dapat melakukan negosiasi. Caleg bisa merayu rakyat dan menebar janji, bahwa jika dia terpilih dia akan memperjuangkan ini, memperjuangkan itu. Sementara itu, kalangan industripun bisa mendanai kampanye caleg dengan pamrih ini, pamrih itu.

Ekonom kritis, pemenang Nobel, Joseph Stiglitz dalam bukunya, Making Globalization Work, mengungkapkan bahwa di Amerika Serikat (AS), industri memainkan peranan penting dalam mempengaruhi suatu kebijakan.

Dengan aturan hukum yang makin ketat, penyuapan oleh pihak industri secara langsung hampir tidak pernah dilakukan lagi. Penyuapan sudah digantikan dengan permainan cantik berupa kontribusi perusahaan dalam dana kampanye politik. Di AS perusahaan farmasi mengeluarkan USD 759 juta untuk mempengaruhi 1.400 keputusan kongres antara tahun 1998 hingga 2004. Industri farmasi juga merupakan ranking teratas dalam jumlah uang untuk lobi dan jumlah pelobi yg dipekerjaan, yaitu sekitar 3.000 orang.

Sebenarnya di Indonesia “permainan cantik” mempengaruhi undang-undang juga telah dilakukan. Undang-Undang Migas No 22 tahun 2001 yang sangat menguntungkan perusahaan minyak asing dan membuat Pertamina menjadi perusahaan kerdil sudah berhasil digolkan. Dengan undang-undang ini, Pertamina yang tadinya memegang kuasa pertambangan dari pemerintah, ditempatkan pada kedudukan yang sejajar dengan perusahaan asing.

Menurut penelusuran M Kholid Syeirazi dalam buku Di Bawah Bendera Asing: Liberalisasi Industri Migas di Indonesia, terciptanya UU Migas tak lepas dari lobi kapitalis-kapitalis minyak dunia. USAID sebagai perpanjangan tangan kepentingan asing itu, sangat terlibat dalam proses lolosnya RUU Migas ini dengan menggelontorkan dana USD 850 ribu kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan akademisi perguruan tinggi.

Demokrasi memang memungkinkan siapapun dipengaruhi atau mempengaruhi wakil rakyat demi suatu kepentingan, sepanjang tidak melanggar hukum. Semua lobi yang dilakukan dengan elegan, intelektual dan mengikuti semua prosedur yang berlaku adalah cara yang sah. Namun sayang sekali untuk kasus ayat tembakau yang hilang dalam UU Kesehatan sangat jauh dari kesan intelektual maupun etika. Cara menghilangkan ayat itu sangat kampungan dan alasan ketidaksengajaan sangat tidak masuk akal.

* * *

Selain masalah hilangnya ayat tembakau ini, sangat menarik pula memperhatikan perihal tembakau ini. Kebencian kita terhadap tembakau – yang diwujudkan hebohnya kehilangan ayat tembakau – mengandung suatu ironi.

Faisal Basri dalam bukunya Lanskap Ekonomi Indonesia, menyoroti betapa hebatnya pabrik rokok dalam berkontribusi melalui pajak dibandingkan dengan BUMN kita. Dividen yang diberikan BUMN, yang jumlahnya lebih dari 100, kepada negara masih kalah dibandingkan dengan kontribusi pajak dari empat perusahaan rokok. Sebagai gambaran, target dividen dari BUMN tahun 2008 adalah sekitar Rp. 31 trilyun, sementara pajak cukai dari cukai dan PPN dari pabrik rokok sebesar Rp. 57 trilyun.

Kita membenci tembakau, namun ternyata pabrik rokok, yang memanfaatkan tembakau, justru memberikan kontribusi besar bagi negara.

* * * * *

Wednesday, October 21, 2009

Xenophobia

Parafrase Aristoteles: “Siapapun bisa xenophobia – xenophobia itu mudah. Tetapi xenophobia pada orang yang tepat, dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dan dengan cara yang baik – bukanlah sesuatu yang mudah.”

Sejalan dengan arus globalisasi, setiap bangsa dipaksa untuk saling berhubungan. Hubungan antar bangsa ini bisa menguntungkan maupun tidak. Penanaman modal asing dapat memacu pertumbuhan ekonomi, namun dominasi asing di suatu sektor dapat mengurangi penerimaan negara. Karena adanya dampak yang merugikan itu mengharuskan setiap bangsa melakukan seleksi terhadap kepentingan asing di negaranya. Sikap xenophobia – ketakutan terhadap orang asing – tidak bisa dipandang sekedar kebijakan hitam atau putih, namun harus dikaitkan dengan konteks yang sesuai.

Indonesia kelihatan gamang terhadap arus globalisasi. Pemerintah terlihat bingung dengan sektor mana yang harus diliberalisasi, sektor mana yang tidak. Beberapa fakta menunjukkan pemerintah Indonesia bersama Dewan Perwakilan Rakyat melakukan kesalahan fatal dalam berhubungan dengan orang asing. Sektor yang harusnya dikelola sendiri justru diberikan kepada bangsa asing, sementara sektor yang seharusnya mengundang bangsa asing justru malah diabaikan.

Ada 2 (dua) sektor yang mencolok mata yang menunjukkan Indonesia melakukan kebijakan yang tidak tepat, yaitu: sektor migas dan sektor perbankan.

Untuk sektor migas Indonesia melakukan hal yang ironis sekali. Pemerintah seperti menari dengan hentakan gendang orang asing. Pertamina, sebagai perusahaan milik bangsa, justru dikebiri, sementara perusahaan asing diberi ruang gerak sebebas-bebasnya untuk mengeruk keuntungan dari bumi Indonesia.

Pakar perminyakan, Kurtubi, menguraikan fenomena yang memilukan ini. Pertamina adalah penggagas sistem kontrak production sharing (KPS) yang relatif lebih menguntungkan dibanding sistem yang lain. Sistem ini kemudian diadopsi oleh berbagai negara. Namun ironisnya melalui Undang-Undang Migas No 22/ 2001, sistem yang menguntungkan ini justru ditinggalkan. Kuasa pertambangan yang dulunya monopoli Pertamina dicabut. Ruang gerak Pertamina dibatasi sementara perusahaan minyak asing diberi keleluasaan gerak. Pertamina, di tanah airnya sendiri, diperlakukan sama seperti halnya perusahaan asing.

Akibat kebijakan ini bisa ditebak, Pertamina makin babak belur. Pertamina bukan apa-apa, bahkan dibandingkan dengan perusahaan kemarin sore, Petronas, yang justru mengadopsi sistem KPS Pertamina.

Sementara itu di sektor perbankan, Indonesia pun melakukan kebijakan yang terlalu liberal, bahkan lebih liberal dari negara yang paling liberal dalam mengundang orang asing.

Perbankan adalah salah satu tulang punggung perekonomian nasional yang memiliki nilai strategis, sehingga banyak negara yang paling liberal pun membatasi kepemilikan asing. Kepemilikan asing perbankan di AS maksimal 30%, RRC 25%, Australia 15%, India 49%, Korsel 30%, Malaysia 30%, Vietnam 30%, Filipina 51%, Thailand 49%. Sementara Indonesia membolehkan kepemilikan asing hingga 99%.

Cina yang merupakan negara yang paling ramah pada investor asing, mempersulit pihak asing untuk berkiprah di sektor perbankan. Bank Mandiri mengalami kesulitan dalam mengembangkan operasinya di Cina. Otoritas perbankan di Cina selalu membuat peraturan yang membatasi ruang gerak Bank Mandiri di sana.

Xenophobia pada bidang perbankan sesungguhnya bisa dimaklumi. Berberapa ancaman nyata perbankan asing adalah (i) perbankan nasional akan semakin terdesak dalam kompetisi dalam negeri, (ii) sebagian besar bank asing bisa hanya bermain di segmen konsumsi yang tidak produktif yang tidak mendorong nilai tambah perekonomian domestik.

Itulah dua contoh betapa buruknya manajemen negara ini dalam mengatur keberadaan pihak asing di negeri ini.

Namun anehnya di tengah semarak liberalisasi di Indonesia itu, justru Indonesia sangat ketinggalan di bidang yang seharusnya perlu mengundang orang asing dengan cepat dan ramah, yaitu Penanaman Modal Asing Langsung (PMAL). Data yang dirilis Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang paling rendah menyerap PMAL. Rasio PMAL terhadap produk domestik bruto untuk Indonesia 5 persen, sementara China 11 persen, dan Vietnam 55 persen.

Ini aneh sekali, karena PMAL ini sangat penting untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. PMAL akan mampu membiayai kekurangan biaya investasi dalam negeri. PMAL akan mampu menanggulangi sektor produksi barang Indonesia yang tumbuh kurang mengesankan. Dan peningkatan sektor produksi barang ini pada akhirnya akan meningkatkan penerimaaan pajak.

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat tampaknya tidak serius mengembangkan PMAL di sektor produksi barang ini. Undang-Undang Kawasan Ekonomi Khusus (UU KEK) baru disahkan tahun 2009. Sungguh kebijakan yang sangat terlambat. Padahal banyak contoh luar biasa kemajuan ekonomi dengan mengundang asing berinvestasi di kawasan ekonomi khusus ini. Kemajuan ekonomi Cina yang spektakular adalah utamanya digerakkan oleh kawasan ekonomi khusus ini.

Dan jika Indonesia menerapkan KEK sekarang, kompetisinya akan lebih sulit lagi karena harus bersaing dengan KEK negara-negara lain. Apalagi ditambah KEK Indonesia belum operasional dalam peraturan-peraturan teknis, sehingga masih membutuhkan waktu lama mengoperasikan KEK.

Itulah anehnya bangsa kita, yang harus didahulukan dan menguntungkan malah tidak diurus, sementara yang merugikan bangsa justru sudah berlaku jauh-jauh hari.

* * * * *

Wednesday, September 30, 2009

Kemampuan Balistik

Apa yang sangat membedakan manusia dengan monyet ataupun simpanse?

Tanpa mengurangi rasa hormat terhadap manusia bahwa sesungguhnya beda DNA manusia dengan simpanse itu cuma 3.9%. Tapi di dalam prosentase yang kecil inilah ada yang yang signifikan yang membuat manusia bisa unggul dari sesama hewan. Pakar neurosains, Dr William Calvin, menyatakan bahwa manusia memiliki kemampuan balistik. Ini adalah kesanggupan alami manusia untuk melempar suatu objek dan mengenai sasaran yang bergerak. Hanya manusia yang memiliki kesanggupan genetis untuk berpikir ke muka, melontarkan diri ke masa depan dan meluncurkan rencana penyerangan yang mengenai sasaran.

Salah satu bukti tertua dari teori kemampuan balistik ini ada pada situs di Afrika. Pada lokasi ini, Homo Erectus, pendahulu manusia, membantai sekumpulan babun purba dengan serangan lemparan batu sebanyak 1 ton lebih.

Kemampuan balistik inilah dasar kejayaan spesies manusia di atas spesies-spesies lain. Sejak dulu, ketika manusia masih agak mirip dengan monyet, kemampuan balistik tidak hanya digunakan untuk melempar batu terhadap sasaran bergerak spesies lain, tapi juga digunakan untuk melakukan inisiatif untuk target masa depan seperti ide meruncingkan batu sebagai alat pemotong.


* * *

Jika di jaman purba kemampuan balistik ini untuk membunuh hewan yang akan di mangsa ataupun spesies kompetitor ataupun pembuatan alat-alat primitif, maka di jaman moderen ini kemampuan balistik ini adalah untuk mencapai target masa depan. Setiap orang maupun bangsa harus mampu membaca tren masa depan dan mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan yang belum terjadi dan belum diketahui bentuknya itu.

Untuk mencapai target-target itu maka manusia membuat rencana dan strategi. Sama seperti manusia membuat kapak batu yang sangat efektif dan efisien untuk memotong sesuatu. Dan jika dulu kemampuan ini merupakan alat utama kelangsungan dan kejayaan hidup manusia, maka di jaman modern ini – untuk tujuan yang sama - kemampuan untuk membuat rencana untuk mengantisipasi masa depan pun sangat penting.

Kita bisa melihat beberapa contoh bangsa, yaitu Malaysia, Brazil dan Cina yang membuat strategi-strategi jitu untuk kelangsungan masa depan bangsanya.

Konsultan-konsultan McKinsey, Hugh G. Courtney, Jane Kirkland, dan S. Patrick Viguerie, memberi ulasan tentang strategi menghadapi masa depan yang serba tak pasti, Strategy
Under Uncertainty. Mereka membagi ketidakpastian masa depan itu menjadi 4 level, dari level 1 untuk masa depan yang bisa diramal sampai level 4 dimana kepastian sangat sulit diramal.

Yang menarik dari ulasan ini adalah kisah keberhasilan mantan pemimpin Malaysia, Mahathir Mohamad, yang sukses mengatasi ketidakpastian level 4, level masa depan yang paling sulit.

Tahun 1996 Mahathir mencoba memetakan masa depan industri multi media di kawasan Asia Pasifik. Pada masa itu tentu saja semua gambaran tentang industri multi media masih sangat buram. Produk potensial masih belum terdefinisi, pemain-pemain utamanya, tidak kebutuhan konsumen maupun standar teknologi.

Dengan penuh visi, Mahathir membuat kebijakan yang berani dan membuat pertaruhan besar dengan menginvestasikan setidaknya Rp. 150 trilyun untuk membuat kawasan yang disebut Multimedia Super Corridor di selatan Kuala Lumpur.

Proyek ini cukup sukses dan kini Malaysia telah menjadi tuan rumah ratusan perusahaan teknologi informasi kelas dunia termasuk Intel, Microsoft, Nippon Telegraph and Telephone, Oracle, dan Sun Microsystems. Ini tidak saja menjadikan Malaysia menjadi bagian dari mata rantai bisnis teknologi informasi, namun juga mendapat manfaat bagi pengembangan sumberdaya manusia pada bidang yang paling bergairah dan dinamis di jaman ini.

Kalau Malaysia memanfaatkan kemampuan balistiknya di bidang teknologi informasi, sebuah negara berkembang lain, yaitu: Brazil melakukan hal serupa di bidang energi alternatif.

Sejak tahun 1976, pemimpin Brazil mempunyai perencanaan visioner dengan membuat undang-undang di bidang energi alternatif berupa kewajiban pencampuran bensin dengan bahan bakar nabati, etanol. Pada awalnya prosentase pencampuran ini 10%, namun sejak 2007 prosentase etanolnya sudah naik menjadi 25%.

Sekarang Brazil merupakan negara terkemuka dan memiliki teknologi terdepan di bidang program etanol dan biodiesel. Brazil merupakan negara produsen no. 2 penghasil etanol terbesar, setelah Amerika Serikat dan sekaligus pengekspor etanol terbesar di dunia.

Apa yang dilakukan Malaysia maupun Brazil adalah bagian masa lalu. Dan masa depan yang menantang setiap bangsa senantiasa bergerak liar. Visi setiap masa harus senantiasa diperbaharui. Setiap bangsa harus terus mengasah kemampuan balistiknya.

Saat ini salah satu negara yang sedang membuat pertaruhan besar untuk masa depan adalah Cina yang mencoba pertaruhan di bidang industri mobil.

Peta masa depan industri mobil masih buram. Sasarannya memang jelas, yaitu mengurangi penggunaan bahan bakar fosil sampai 0%. Namun untuk menuju sasaran itu, ada masa transisi industri mobil, yaitu kendaraan hibrida, gabungan bahan bakar fosil dengan energi listrik. Namun sampai kapan periode transisi ini harus berakhir, tidak seorangpun yang tahu. Pembuat mobil terkemuka seperti Mitsubishi dan Nissan sudah menentukan waktu untuk mobil listrik adalah saat ini, sekarang, dan di jaman ini. Sementara itu pembuat mobil no 1, Toyota, masih bertahan dengan visi bahwa kendaraan pada jaman ini masih mobil hibrida. Dan saat ini siapa pemenang visi industri mobil ini belum bisa ditentukan.

Dengan keadaan peta yang buram ini, dengan segala resiko, pemerintah Cina sudah bertekad untuk memenangkan kompetisi mobil elektrik ini. Pemerintah Cina mencanangkan akan menjadi pembuat mobil elektrik terbesar di dunia. Untuk mencapai sasaran itu Pemerintah Cina akan memberikan subsidi untuk penelitian mobil elektrik dan subsidi bagi pembeli. Sejarah akan menentukan apakah strategi pemerintah Cina benar atau tidak.

* * *

Bagaimana dengan Indonesia tercinta? Apakah pemimpin kita memiliki kemampuan balistik? Apakah ada kebijakan pemerintah untuk membentuk masa depan Indonesia yang lebih sejahtera?

Suatu ketika Metro TV pernah mengadakan diskusi dengan beberapa kantor-kantor berita dari seluruh seluruh dunia. Desi Anwar sebagai pemimpin diskusi menanyakan kepada wakil dari Xinhua, kantor berita Cina, mengenai apa yang sering ia liput dari Indonesia. Secara “lugu” wakil Xinhua itu mengatakan yang paling sering ia liput dari Indonesia adalah: gempa bumi!

Saya kira orang Cina ini benar, selain gempa bumi – dan tentu saja terorisme – memang hampir tak ada berita yang menarik diberitakan dari Indonesia. Jangankan orang dari luar negeri, saya pun sebagai warga negara Indonesia hampir tak tahu berita menarik tentang visi besar masa depan bangsa yang fokus di suatu bidang dan dikerjakan dengan sungguh-sungguh.

Saya selalu khawatir kegagalan bangsa ini mencari pemimpin dengan kemampuan balistik akan menyebabkan nasib bangsa akan seperti nasib babun purba yang malang, yang dihajar sampai mati oleh bangsa-bangsa lain yang lebih cerdas.

* * * * *

Sunday, August 30, 2009

Bahasa Indonesia Boleh Jadi Berasal dari Malaysia

Revised (1/9/2009)

Tari Pendet memang berasal dari Indonesia. Reog, batik, angklung dan lagu Rasa Sayange adalah juga berasal dari Indonesia. Namun tanpa disadari bahasa Indonesia, bahasa nasional kita adalah berasal dari Malaysia!

Mungkin ada argumentasi bahwa sebagian bangsa Indonesia dari dulu juga menggunakan bahasa Melayu. Argumentasi ini sangat lemah ditinjau dari sisi jumlah pemakai, maupun sejarah bahasa Melayu.

Sebelum bahasa Indonesia dipergunakan secara luas, hanya ada tiga daerah di Indonesia yang memakai bahasa Melayu, yaitu: suku Melayu di Sumatera Utara, suku Melayu di pulau-pulau di sekitar Riau, dan suku Melayu di Kalimantan Barat. Dan sampai sekarang di ketiga daerah ini masih menggunakan bahasa yang mirip dengan bahasa Melayu di Malaysia. Jadi jika dibandingkan dengan dengan jumlah populasi Indonesia keseluruhan, prosentase populasi suku Melayu di Indonesia adalah sangat kecil.

Lagi pula kalau argumen bahwa fakta keberadaan suku Melayu di Indonesia membuat bangsa Indonesia sah mendaku bahasa Melayu sebagai bahasa nasional adalah argumen yang lemah. Bagaimana dengan keberadaan perantau dari Ponorogo di Johor dan Selangor Malaysia yang membawa seni reog ke sana? Mengapa pula Malaysia tidak bisa mendaku serupa terhadap kesenian reog? Dan perlu diketahui Malaysia tidak mendaku kesenian ini sebagai milik mereka, tapi semata sebagai kebudayaan yang memang ada di sana. Sebagai bandingan adalah kesenian barongsai yang berasal dari Cina yang juga dimainkan secara luas oleh keturunan perantau Cina di Indonesia.

Dari wikipedia http://en.wikipedia.org/wiki/Malay_language dan http://www.articlesbase.com/languages-articles/the-history-of-malay-language-223538.html sejarah perkembangan bahasa Melayu menuju bahasa Melayu yang moderen bisa menjelaskan bahwa bahasa Indonesia ini berasal dari Malaysia.

Memang bahasa Melayu berevolusi dari Melayu kuno ke Melayu modern. Bahasa Melayu kuno adalah bahasa yang dijumpai pada beberapa prasasti seperti Kedukan Bukit yang ditemukan di Palembang, Sumatera Selatan. Namun yang perlu dicatat adalah bahasa ini sama sekali tak dimengerti oleh pengguna bahasa Melayu moderen. Dan jangan lupa bahasa ini juga sangat dipengaruhi bahasa Sansekerta, lingua franca agama Hindu dan Budha. Saya khawatir kalo logika ini diteruskan maka bahasa Melayu itu akan berasal dari india. Dan bahasa India itu akan berakar pada bahasa nenek moyang pertama umat manusia, yaitu di Afrika!

Dari http://melayuonline.com/ind/history/dig/437/batu-bersurat-terengganu dapat dilihat bukti bahwa prasasti pertama berbahasa Melayu ditemukan di Terengganu, Malaysia yang populer disebut Batu Bersurat Terengganu. Prasasti ini bertanggal Jumat, 4 Rajab 702 H atau bertepatan dengan tanggal 22 Februari 1303 M.

Memang beberapa sumber menyebutkan bahwa bahasa Melayu pertama berasal dari Pasai, Aceh. Namun tulisan yang tertulis di makam raja pertama Pasai, Malik as-Saleh yang bertahun 1297 masih berbahasa Arab. Dan sebagai tambahan bahasa Melayu tak pernah berkembang di Aceh dibandingkan di Malaysia.

Adapun bahasa Melayu moderen dipopulerkan oleh Kerajaan Malaka di tahun 1401 – 1511. Pada periode ini cikal bakal bahasa Melayu digunakan secara luas sebagai bahasa perdagangan. Bahasa ini memasukkan semua unsur dari mulai Sansekerta, Arab dan Persia. Dari bahasa Melayu yang dikembangkan di Malaka inilah kemudian berevolusi menjadi berbagai ragam bahasa Melayu moderen.

Memang pendiri kerajaan Malaka itu adalah keturunan kerajaan Sriwijaya dari Indonesia. Namun kalau logika ini diteruskan, maka sebagian besar orang Indonesia adalah dari Yunnan, Cina. Jadi apakah bisa dikatakan semua produk budaya keturunan orang Yunnan yang dibuat di Indonesia adalah milik Cina?

Jadi dilihat dari fakta bahwa prasasti berbahasa Melayu pertama ditemukan di Malaysia dan bahasa Melayu moderen dipopulerkan oleh kerajaan Malaka di Malasia, maka dapat disimpulkan bahwa bahasa Melayu adalah berasal dari Malaysia.

Bahasa Indonesia adalah berakar dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia bukan berakar dari bahasa Jawa, Sunda, Batak ataupun Bugis. Bukti yang paling gampang adalah penutur yang hanya mengerti bahasa Indonesia akan 90% mengerti bahasa Melayu, sebaliknya penutur itu hampir 0% mengerti bahasa Jawa, Sunda, Batak ataupun Bugis.

Sejak tahun 1928, bangsa ini sudah mendaku bahasa yang diciptakan suku Melayu di Malaysia itu sebagai bahasa pemersatu. Bahkan yang lebih gawat lagi, Malaysia hanya mendaku kepemilikan produk budaya melalui promosi wisata, sementara bangsa Indonesia mendaku kepemilikan bahasa Melayu melalui Undang-Undang Dasar 1945.

Jika Indonesia terus berteriak Malaysia sebagai maling budaya, bagaimana kalau mereka berteriak balik bahwa bangsa kita adalah maling bahasa?

* * *

Suatu sumber menyebutkan bahwa Malaysia merasa budaya-budaya dari Indonesia tersebut adalah berasal dari tanah Melayu yang meliputi wilayah Indonesia juga. Jadi produk budaya yang dibuat di Indonesia dianggap sebagai produk budaya bangsa serumpun.

Dalam pergaulan antar bangsa yang telah berlangsung ratusan hingga ribuan tahun, selalu terjadi interaksi. Pemakaian produk budaya bangsa lain sudah biasa terjadi. Dari hasil interaksi itulah banyak produk budaya hibrida kemudian diciptakan.

Adikarya bangsa Indonesia seperti wayang mendapat sumbangan cerita seru Mahabarata dan Ramayana dari bangsa India. Bahkan lagu Rasa Sayange yang berasal dari Indonesia itu mengadopsi pantun Melayu dari Malaysia.

Lalu apakah pemakaian budaya harus meminta ijin? Ini pertanyaan sulit. Apakah bangsa Jepang dulu meminta ijin bangsa Cina waktu mengembangkan permainan Go dan seni tanaman bonsai? Apakah bangsa Indonesia pernah meminta ijin kepada bangsa India atas pemakaian cerita Mahabarata dan Ramayana tersebut? Apakah bangsa Indonesia pernah meminta ijin kepada bangsa Malaysia atas pemakaian produk bahasanya?

Tampaknya bangsa Indonesia harus merelakan budayanya dipakai bahkan mungkin dikembangkan di negara lain.

* * * * *


First Published (30/8/2009)

Tari Pendet memang berasal dari Indonesia. Reog, batik, angklung dan lagu Rasa Sayange adalah juga berasal dari Indonesia. Namun tanpa disadari bahasa Indonesia, bahasa nasional kita adalah berasal dari Malaysia!

Mungkin ada argumentasi bahwa sebagian bangsa Indonesia dari dulu juga menggunakan bahasa Melayu. Argumentasi ini sangat lemah ditinjau dari sisi jumlah pemakai, maupun asal usul suku Melayu di Indonesia.

Sebelum bahasa Indonesia dipergunakan secara luas, hanya ada tiga daerah di Indonesia yang memakai bahasa Melayu, yaitu: suku Melayu di Sumatera Utara, suku Melayu di pulau-pulau di sekitar Riau, dan suku Melayu di Kalimantan Barat. Dan sampai sekarang di ketiga daerah ini masih menggunakan bahasa yang mirip dengan bahasa Melayu di Malaysia. Jadi jika dibandingkan dengan dengan jumlah populasi Indonesia keseluruhan, prosentase populasi suku Melayu di Indonesia adalah sangat kecil.

Dan fakta-fakta lain juga menunjukkan bahwa nenek moyang suku Melayu di Indonesia adalah berasal dari Malaysia. Yang paling menyolok dapat dilihat dari perbedaaan besar budaya antara suku Melayu di Kalimantan Barat dan Sumatera Utara yang sangat berbeda dengan suku asli setempat, yaitu Dayak dan Batak yang tinggal lebih lama di daerah tersebut. Ini menunjukkan suku Melayu adalah pendatang di tempat tersebut. Sementara itu suku Melayu di pulau-pulau sekitar Riau adalah juga berasal dari Malaysia. Suku Melayu di Malaysia terletak di pulau utama (mainland), sedangkan suku Melayu di Riau tinggal di pulau-pulau kecil di sekitar pulau utama. Logika yang masuk akal adalah orang-orang di pulau-pulau kecil itu adalah orang-orang yang berasal dari pulau utama dan bukan sebaliknya.

Argumentasi lain mungkin menyebutkan bahasa Melayu bukan hanya bahasa suku, tapi juga bahasa perdagangan (lingua franca). Sejak dulu bahasa yang digunakan secara luas di masyarakat yang berhubungan secara ekonomi.

Tentu saja argumen tersebut tidak bisa diterima. Andaikan batik sudah mendunia sebagai tren busana internasional. Nelson Mandela tokoh besar dari Afrika Selatan juga suka memakai batik. Cina juga mulai memproduksi batik. Lalu apakah negara-negara tersebut bisa membuat klaim kepemilikan batik? Tentu saja tidak.

Jadi kita harus mengakui bahwa bahasa Indonesia adalah berasal dari bahasa Melayu Malaysia. Bahasa ini terbukti sangat berguna bagi pembentukan bangsa Indonesia. Dan sejak tahun 1928, bangsa ini sudah melakukan klaim terhadap bahasa yang diciptakan suku Melayu Malaysia sebagai bahasa pemersatu. Bahkan yang lebih gawat, Malaysia hanya membuat klaim kepemilikan produk budaya melalui promosi wisata, sementara bangsa Indonesia membuat klaim kepemilikan bahasa Melayu melalui Undang-Undang Dasar 1945.

Jika Indonesia terus berteriak Malaysia sebagai maling budaya, bagaimana kalau mereka berteriak balik bahwa bangsa kita adalah maling bahasa?

* * *

Suatu sumber menyebutkan bahwa Malaysia merasa budaya-budaya dari Indonesia tersebut adalah berasal dari tanah Melayu yang meliputi wilayah Indonesia juga. Jadi produk budaya yang dibuat di Indonesia dianggap sebagai produk budaya bangsa serumpun.

Dalam pergaulan antar bangsa yang telah berlangsung ratusan hingga ribuan tahun, selalu terjadi interaksi. Pemakaian produk budaya bangsa lain sudah biasa terjadi. Dari hasil interaksi itulah banyak produk budaya hibrida kemudian diciptakan.

Adikarya bangsa Indonesia seperti wayang mendapat sumbangan cerita seru Mahabarata dan Ramayana dari bangsa India. Bahkan lagu Rasa Sayange yang berasal dari Indonesia itu mengadopsi pantun Melayu dari Malaysia.

Lalu apakah pemakaian budaya harus meminta ijin? Ini pertanyaan sulit. Apakah bangsa Jepang dulu meminta ijin bangsa Cina waktu mengembangkan permainan Go dan seni tanaman bonsai? Apakah bangsa Indonesia pernah meminta ijin kepada bangsa India atas pemakaian cerita Mahabarata dan Ramayana tersebut? Apakah bangsa Indonesia pernah meminta ijin kepada bangsa Malaysia atas pemakaian produk bahasanya?

Tampaknya bangsa Indonesia harus merelakan budayanya dipakai bahkan mungkin dikembangkan di negara lain.

* * * * *

Friday, August 21, 2009

My Name is Khan

Amerika Serikat (AS) adalah bangsa yang besar. AS berkuasa atas ekonomi, ilmu pengetahuan, militer dan budaya. Apa yang baik bagi AS, maka akan baik pula bagi seluruh dunia. Entah itu dilakukan secara sukarela maupun dipaksa. Namun di balik segala kebesaran itu kita temukan pula berbagai kekonyolan-kekonyolan yang layaknya dilakukan oleh bangsa kelas teri.

Beberapa lalu serang profesor berkulit hitam, Henry Louis Gates pulang ke rumahnya sendiri. Ketika akan membuka pintu, ternyata kuncinya macet. Tentu saja dia berusaha masuk (ke rumahnya sendiri) dengan memaksa. Kemudian ada yang melapor ke polisi, bahwa seseorang (berkulit hitam) sedang berusaha mendobrak masuk ke sebuah rumah. Tak lama kemudian datanglah polisi konyol kulit putih bernama James Crowley yang tanpa ragu meringkus sang profesor kulit hitam yang sedang berusaha masuk ke rumahnya sendiri!

Peristiwa konyol ini kemudian membesar menjadi debat nasional. Kata kuncinya adalah 'racial profiling' , suatu penilaian terhadap sesuatu semata-mata berdasarkan rasnya. Untunglah ada Presiden Obama yang mampu secara elegan menyelesaikan masalah. Profesor kulit hitam dan polisi konyol kulit putih diundang ke gedung putih. Mereka bersantai bersama sambil minum bir. 'Beer Summit' begitu pers menjuluki rekonsiliasi dengan bir ala Presiden Obama. Si hitam dan si putih berbaikan kembali walaupun tetap ada perbedaan prinsip menanggapi kasus ini. Case closed.

Namun ternyata kekonyolan belum berhenti. Baru-baru ini kekonyolan menimpa bintang besar Bollywood yang terkenal di seluruh dunia, Shahrukh Khan. Dia diinterograsi panjang di sebuah bandara AS, Newark, hanya gara-gara namanya tidak bisa hilang dari daftar komputer sebagai orang berbahaya. Nama Shahrukh Khan adalah nama yang berhubungan dengan Islam dan sebagian orang Islam adalah teroris. Maka tak pelak lagi bintang setenar dan sekaya Shahrukh Khan, yang 100% tidak punya alasan jadi teroris dinterograsi panjang layaknya maling kelas teri.

Kata kunci dalam kasus Shahrukh Khan ini adalah Islamophobia. Ketakutan dan kebencian terhadap orang Islam. Shahrukh Khan adalah kasus yang paling baru. Sebelumnya ada deretan panjang dari tokoh-tokoh internasional yang memiliki nama Islam yang mengalami penghinaan yang sama. Dari India sendiri sudah cukup panjang, yaitu mantan presiden Abdul Kalam, artis Bollywood lain seperti Irfan Khan, Aamir Khan, dan Salman Khan. Menteri Luar Negeri Malaysia yang kemudian menjadi perdana menteri, Abdullah Ahmad Badawi, juga pernah dipermalukan oleh pihak imigrasi AS.

Kita tunggu saja apakah Presiden Obama akan melakukan “Non Alcohol Beer Summit II” untuk meredakan ketegangan dengan Muslim yang masuk ke AS.

* * *

Racial Profiling dan Islamophobia tentu saja ada benarnya. Mungkin saja benar, statistik akan menunjukkan prosentasi orang kulit hitam melakukan kejahatan lebih besar daripada orang kulit putih dan teroris yang paling berbahaya saat ini adalah beragama Islam. Maka sikap berjaga-jaga dan mencegah terjadinya kejahatan memang sudah selayaknya dilakukan.

Tapi tentu saja sebagai negara dengan peralatan canggih seperti AS tidak dibenarkan untuk berlaku sembarang bahkan kekonyolan.

Majalah Time sudah memasukkan Shahrukh Khan ke dalam daftar 50 orang paling berpengaruh. Sekitar tahun 2000 majalah Newsweek juga menulis Sharukh Khan adalah jawaban bangsa India terhadap Tom Cruise Amerika Serikat. Pihak imigrasi sebagai pihak yang berhubungan dengan dunia internasional seharusnya mengerti terhadap fakta ini.

Bangsa AS adalah bangsa pencipta google dan wikepedia. Mengapa pihak imigrasi itu tidak menggunakan saja fasilitas itu untuk menginterogasi Shahrukh Khan? Bahkan kalau ingin tahu lebih jelas foto Shahrukh Khan tinggal di - google images saja. Jika memang niat, pihak imigrasi AS sangat bisa mendata di dalam komputernya tokoh dunia maupun pejabat pemerintah yang beragama Islam, sehingga tidak perlu menghina mereka dengan interogasi konyol.

Tindakan bangsa AS selama ini sudah cukup bangsa menyinggung perasaan Muslim, maka sebaiknya tidak usah lagi ditambah dengan penghinaan terhadap tokoh Muslim.

* * * * *

Wednesday, August 5, 2009

Harapan Kepada Bangsa Iran

Presiden terpilih Iran saat ini, Mahmoud Ahmadinejad, di tahun 2006 pernah melakukan perlawanan heroik terhadap bangsa Eropa dalam soal penguasaan teknologi nuklir. Negara besar Eropa seperti Inggris, Perancis dan Jerman menawarkan reaktor air-ringan sebagai ganti program pengayaan uranium Iran yang dicurigai sebagai tameng program pengembangan senjata nuklir.

Untuk menanggapi hal ini kemudian Ahmadinejad mengucapkan sesuatu yang terkenal: “Mereka mengatakan ingin memberikan bangsa Iran insentif, tapi mereka berpikir mereka sedang berhubungan dengan anak kecil berusia 4 tahun, sambil mengatakan mereka akan memberikan permen dan sebagai gantinya mereka akan mengambil emas”.

Perlawanan heorik Ahmadinejad ini tidak saja menjadikannya pahlawan bagi bangsa Iran, namun juga pahlawan bagi dunia Islam. Penguasaan terhadap teknologi nuklir dianggap sebagai hal terbaik untuk menaikkan harga diri suatu bangsa atau suatu kaum. Impian seperti ini juga terjadi di Korea Utara. Tidak peduli rakyatnya miskin dan kelaparan, negara itu tetap saja menghamburkan uang negara untuk suatu teknologi yang sama sekali tak berhubungan dengan kesejahteraan rakyat.

Ketika negara tertentu mengembangkan senjata mematikan, maka negara-negara Eropa dan Amerika Serikat (AS) akan menggunakan segala kekuatan dan pengaruhnya untuk menekan bangsa tersebut, baik secara ekonomi maupun opsi militer. Jika ini terjadi maka yang paling menderita adalah rakyat biasa di negara tersebut.

* * *

Awal tahun 2007, militer Cina meluncurkan rudal teknologi tinggi yang bisa menghancurkan satelit di ruang angkasa. Cina telah berhasil dalam misi ini dan menjadi negara ketiga, setelah Amerika Serikat dan Uni Soviet, yang menguasai teknologi ini.

AS dan Uni Soviet memulai program ini tahun 1980 an. Dan terakhir, pada tahun 1985, AS berhasil menghancurkan satelitnya sendiri di ruang angkasa. Namun ternyata dampak dari penghancuran satelit di ruang angkasa ini menghasilkan limbah potongan satelit di ruang angkasa, maka kedua belah pihak sepakat menghentikan program ini.

Setelah 20 tahun, justru Cina yang membangkitkan kembali pengembangan senjata jenis ini. Tentu saja Amerika Serikat dan sekutunya seperti kebakaran jenggot. Mereka melakukan protes atas tes rudal ini. Amerika Serikat sebagai negara adidaya tunggal tentu saja mulai takut terhadap kemampuan China. Militer Amerika Serikat sangat tergantung kepada satelit-satelit di ruang angkasa untuk keperluan navigasi, komunikasi dan pemandu rudal. Dapat dibayangkan jika suatu negara bisa menghancurkan satelit-satelit AS, maka kedigdayaan militer AS dapat segera dilumpuhkan.

* * *

Lalu mengapa AS tidak pernah sedikitpun pernah berpikir melakukan sanksi ekonomi terhadap Cina? Bukankah kemampuan Cina lebih membahayakan keamanan nasional AS daripada kemampuan Iran dan Korea Utara? Mengapa AS, sang negara adidaya begitu tidak adil?

Jawabannya mudah. Cina tidak akan mungkin menyerang AS, begitu pula sebaliknya. Sangat kecil kemungkinan terjadi perang antara Cina dan AS dalam waktu dekat ini, bahkan di sepanjang umur kita. Mengapa bisa begitu?

Adalah Thomas Friedman memberikan penjelasan atau teori yang sangat menarik mengenai pencegahan perang karena faktor kepentingan ekonomi..

Teori pertama Friedman adalah Teori Pencegah Konflik Busur Emas, yang menyatakan tidak ada 2 negara yang memiliki gerai McDonald akan berperang satu sama lain. Busur Emas adalah simbol dari McDonald, restoran cepat saji paling terkemuka di dunia yang terdapat di mana-mana di seluruh dunia.

McDonald adalah simbol globalisasi dimana suatu negara melebur dengan bangsa-bangsa lain di seluruh dunia dan bekerja sama untuk memajukan ekonomi. Negara yang memiliki Mc Donald mengisyaratkan bahwa mereka bisa bekerjasama dengan orang asing dari seluruh dunia. Kerjasama yang erat dengan seluruh dunia ini mengakibatkan semua negara akan berpikir panjang untuk memulai perang dengan negara lain yang akan berakibat buruk bagi ekonomi dalam negeri.

Memang kenyataan empiris menunjukkan teori ini tidak sepenuhnya berlaku ketika NATO membom Serbia, Rusia berperang dengan Georgia. Namun menurut Friedman semua perang itu berlangsung singkat. Dan poin utamanya tetap benar, tidak ada negara yang mau kehilangan tempatnya dalam era globalisasi. Perang yang berkelanjutan akan cepat melumpuhkan ekonomi suatu negara.

Selanjutnya Thomas Friedman memberikan teori baru yang lebih mendalam, yaitu Teori Dell untuk Pencegahan Konflik. Teori ini menetapkan bahwa tidak ada 2 negara yang termasuk dalam suatu rantai suplai global, misalnya untuk perakitan komputer Dell, akan saling berperang. Karena bila kedua negara ini saling menghancurkan, maka produksi Dell akan terganggu, pasar Dell terganggu, permintaan akan turun, sehingga akhirnya akan menghancurkan ekonomi kedua negara tersebut.

* * *

Intinya adalah soal ekonomi. Semua negara waras akan memperhatikan masalah ekonomi. Dan semua negara waras yang ingin memakmurkan rakyatnya pastilah akan turut dalam arus globalisasi. Ada pasar yang luar biasa besar dalam globalisasi. Asalkan pemerintahnya cerdas, maka semua negara pasti akan kebagian kue ekonomi yang besar itu.

Cina melakukan hal ini. India melakukan hal ini. Kedua negara ini sudah terhubung dengan globalisasi. Kedua negara ini sudah masuk dalam rantai suplai produk-produk global. Maka ketika mereka mengembangkan senjata nuklir, tidak ada kemarahan. Ketika Cina berhasil dengan rudal penghancur satelitnya, memang ada sedikit kemarahan, tapi tak akan ada sanksi ekonomi.

Faktor inilah yang tidak dimiliki Iran saat ini. Negara ini seperti menjadi terpencil dalam pergaulan antar bangsa. Selama negara ini tidak mempunyai beban apa-apa untuk memulai suatu perang – ekonomi Iran sebenarnya sudah tidak sehat sebelum terjadinya perang – maka akan mengerikan sekali kalau Iran mempunyai senjata yang mematikan. Adalah wajar jika kita ingin senjata yang bisa menghancurkan planet ini hanya dimiliki oleh negara yang memiliki beban untuk mempertahankan kesejahteraan ekonomi.

Kita berharap Iran segera memulai pendekatan pragmatis ekonomi. Kita berharap bangsa Iran segera membangun rantai ekonomi yang terhubung dengan bangsa-bangsa di seluruh dunia, termasuk dengan AS. If you can't not beat them, join them!

* * * * *

Monday, August 3, 2009

Mengurangi Jumlah Petani

Ciri khas negara maju adalah lebih banyak penduduknya bekerja di sektor industri dan jasa dibandingkan di sektor pertanian. Makin sedikit jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian, menunjukkan makin maju negara tersebut.

Dari data CIA – The World Factbook menunjukkan hal ini secara jelas. Amerika Serikat hanya memiliki petani sebesar 0.6% dari jumlah angkatan kerjanya, Jerman 2,4%, Jepang 4,4%, Malaysia 13%, sementara Indonesia 42,1%.

Ketika masa kampanye lalu banyak calon presiden yang berbicara soal penguatan sektor pertanian. Padahal seharusnya yang perlu dibicarakan untuk sektor pertanian adalah Indonesia harus segera melakukan transformasi penduduknya yang semula bekerja di sektor pertanian menjadi bekerja di sektor industri.

Transformasi ini adalah model umum semua negara maju. Kecuali Singapura yang tidak memiliki tanah pertanian, semua negara maju mengalami transformasi dari negara pertanian menjadi negara yang fokus pada industri dan terakhir fokus pada jasa.

Pemikir Perancis, Jean Fourastie, membagi tahapan transformasi struktural negara menjadi negara maju yang dilihat dari transformasi struktur tenaga kerja. Dia membagi komposisi tenaga kerja menjadi 3, yaitu: sektor primer (pengolahan bahan mentah menjadi bahan baku, dari hasil pertanian hingga barang tambang), sektor sekunder (pengolahan bahan mentah menjadi barang jadi) dan sektor tersier (sektor jasa).

Tahap pertama adalah “peradaban tradisional” dimana komposisi tenaga kerja adalah 70% bekerja di sektor primer, 20% di sektor sekunder dan dan 10% di sektor tertier. Negara yang berada di fase ini tidak banyak menggunakan teknologi.

Tahap kedua adalah “periode transisi” dimana komposisi tenaga kerja adalah sektor primer 20%, sekunder 50% dan tertier 30%. Negara pada fase ini banyak menggunakan teknologi untuk sektor pertanian sehingga tenaga kerja sektor pertanian bisa berkurang drastis. Industrialisasi dimulai dengan memanfaatkan teknologi untuk menghasilkan berbagai macam barang jadi.

Ketika suatu negara sudah mencapai tahap kedua, maka suatu negara sudah mulai menuju kemakmuran. Nilai tambah produk jadi adalah lebih besar daripada komoditi. Nilai 1 kg besi berbentuk mobil adalah lebih mahal daripada 1 kg besi mentah. Apalagi harga komoditi sangat gampang berubah, sementara harga barang jadi tidak. Ditambah lagi dengan bekerja di sektor yang memiliki nilai tambah besar, maka pekerja akan dapat menikmati penghasilan yang lebih tinggi.

Tahap ketiga adalah “peradaban tertier” dimana komposisi tenaga kerja adalah sektor primer 10%, sekunder 20% dan tertier 70%. Negara pada fase ini menggunakan teknologi tinggi pada pembuatan barang sehingga tenaga kerja di sektor sekunder harus berkurang. Pekerjaan yang memaki buruh sudah digantikan robot atau dialihdayakan ke negara lain. Pada periode pasca industri ini yang berkembang adalah sektor jasa.

Memang untuk sektor jasa ini harus dijelaskan dengan agak berbeda. Penjelasan di jaman Fourastie memang sudah tidak memadai lagi. Yang perlu juga dicatat sektor jasa saat ini tidak hanya didominasi masalah pemasaran, distribusi, turisme, namun yang juga sangat berkembang adalah desain produksi manufaktur dan pemasaran. Fenomena sekarang adalah negara maju membuat desain termasuk inovasi pemasaran, sementara untuk pembuatan manufakturnya dialihdayakan kepada negara-negara berkembang yang memiliki buruh yang murah.

Kemakmuran negara pada tahap ketiga akan lebih hebat lagi, akibat besarnya nilai tambah pada sektor ini. Kenichi Ohmae menilai bahwa proses manufaktur hanya mendapatkan 25% nilai tambah. Selebihnya nilai tambah akan diperoleh dari desain, distribusi dan pemasaran. Kurva Senyum dari pendiri Acer, Stan Shih, tentang hubungan nilai tambah (sumbu y) dengan rantai nilai barang (sumbu x) juga menguatkan hal ini. Pada bagian pinggir kurva, di kiri mewakili desain dan di kanan mewakili pemasaran nilai tambahnya lebih tinggi daripada nilai tambah pada bagian tengah kurva yang mewakili industri perakitan.

* * *

Dengan paparan ini maka setiap gagasan untuk memajukan Indonesia harus memperhatikan faktor komposisi tenaga kerja di setiap sektor. Indonesia atau rakyat Indonesia tidak akan pernah bisa makmur jika sebagian besar penduduknya tumpah ruah di sektor pertanian.

Sektor pertanian kita sudah terlalu jenuh dengan tenaga kerja. Kepemilikan lahan oleh petani sudah sangat kecil sehingga tidak bisa memberikan kesejahteraan. Sementara itu sektor industri dalam negeri tidak berkembang. Maka tidak heran penduduk desa pergi keluar negeri untuk menjadi TKI ke luar negeri untuk mendapatkan kehidupan yang layak.

Indonesia harus memiliki peta jalan untuk industrialisasi. Dulu di jaman Pak Harto melalui PELITA, sudah ada kejelasan tahapan mengolah bahan mentah menjadi bahan baku, tahapan mengolah bahan baku menjadi bahan jadi. Sebenarnya sejak tahun 1993 Indonesia sudah bisa digolongkan menjadi negara industri, karena sumbangan industri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sudah melebihi 20%. Tapi secara keseluruhan kita tetap gagal menjadi negara industri karena sebagian besar penduduk kita masih bergerak di sektor pertanian yang bernilai tambah rendah.

Akhirnya, mengurangi jumlah petani adalah dengan mengembangkan sektor industri. Tenaga kerja Indonesia harus berpindah dari sektor primer ke sektor sekunder, dari sektor bernilai tambah rendah ke sektor bernilai tambah tinggi. Strategi ini akan meningkatkan pendapatan rakyat Indonesia secara keseluruhan.

* * * * *

Saturday, August 1, 2009

Facebook, Produktivitas Kerja dan Solusi Charles Handy

Seorang karyawan kelihatan tekun sekali di depan komputer. Tangannya bergerak lincah menekan tuts keyboard laptopnya. Dia tampaknya sedang bekerja. Namun keanehan muncul kemudian. Berkali-kali dia senyum-senyum sendiri. Kalau saja dia senyum tidak di depan komputer, mungkin dia sudah layak dimasukkan ke rumah sakit Grogol. Namun tampaknya dia jauh dari kategori gila. Apakah gerangan yang dilakukannya?

Ya dia sedang main facebook!

Setiap bos dan manajer memang layak curiga dengan karyawan yang tampak tekun di depan komputer. Bisa jadi dia bukan sedang mengerjakan tugasnya, tapi sedang asyik membuat status atau mengomentari status orang lain. Dan setiap karyawan juga pantas curiga sama bosnya. Bos di ruangannya belum tentu memikirkan nasib perusahaan dan kenaikan gaji karyawan, bisa jadi dia sendiri sedang sibuk main facebook juga. Toh bos juga manusia, punya teman lama, punya kenangan masa lalu yang bisa dibangkitkan kembali dengan cepat melalui facebook.

Salah satu keunggulan facebook adalah kemudahan mencari teman di masa lalu. Sebagai manusia, entah mengapa kita merasakan sensasi bila tersentuh dengan masa lalu. Benar kata orang: The present is cruel, yesterday is poetic! Dan facebook berjasa betul dalam menyediakan fasilitas hubungan dengan masa lalu ini.

Handphone memang alat canggih, tapi itu tidak bisa dengan mudah menghubungkan kita dengan masa lalu. Begitu pula pencarian google, mailing list dan chatting adalah juga alat yang canggih, namun tetap saja masih belum dapat mengintegrasikan kita.

Facebook mendobrak semua masalah integrasi itu. Ketika account dibuka, maka segera kita masuk ke gerbang masa lalu, masa kini, bahkan mungkin masa depan. Akhirnya tiada hari tanpa facebook.

* * *

Tentu saja bermain facebook (saya pikir istilah bermain adalah kata yang tepat untuk facebook) di jam kerja tetap merupakan masalah etika kerja. Tujuan perusahaan mendatangkan kita di kantor adalah untuk bekerja. Dan waktu kita di kantor sebenarnya adalah kontribusi kita kepada perusahaan. Dan diharapkan dengan waktu kerja tersebut, maka karyawan dapat berkontribusi 100% untuk kemajuan perusahaan.

Konsep yang berlaku umum sekarang adalah karyawan dibayar menurut waktu kerja. Dan jika orang bekerja di luar jam kerja, maka dia mendapat uang lembur. Maka dapat dibayangkan ketika kita menggunakan waktu kerja itu untuk bermain facebook. Perusahaan membayar orang yang sedang bermain yang hampir tidak berhubungan dengan kerja dan menambah nilai bagi perusahaan.

Ketika di masa lalu, ketika tidak ada komputer, tidak ada internet, tidak ada handphone, ketika orang tidak bisa 'get connected' dengan dunia luar sana, selain tempatnya berada saat ini, maka sistem ini bisa dilakukan. Perusahaan bisa yakin bahwa karyawan yang memakai fasilitas kantor adalah untuk kepentingan perusahaan.

Namun dengan kemajuan teknologi sekarang orang bisa terhubung di mana saja dan ke mana saja. Sambil duduk diam di depan komputer pun orang bisa 'ngobrol' dengan orang, bahkan dengan orang yang tinggal di belahan dunia lain. Jadi ruang dan waktu menjadi relatif. Ini sudah jadi fenomena dunia yang susah dilawan.

Memang bisa saja melarang orang berinternet di kantor, tapi pastilah suasana kerja di situ terasa hambar. Dan terlebih lagi sekarang dengan menggunakan 'smartphone' maka larangan ini menjadi percuma saja.

Lantas apakah solusinya? Bisakah kita melarang hak asasi orang bermain facebook? Bisakah kita mecari solusi soal bermain facebook pada jam kerja ini?

* * *

Dengan kemajuan teknologi dan fenomena globasisasi saat ini, pada intinya pembayaran tenaga kerja berdasarkan waktu kerja sudah tidak relevan lagi. Pembayaran tenaga kerja harus berdasarkan output tenaga kerja yang bisa digunakan perusahaan.

Ada pemikiran Charles Handy, filsuf dari Irlandia yang sangat penting untuk memahami apa yang terjadi pada dunia kerja di masa yang akan datang. Dia termasuk peramal pertama yang menyatakan dunia kerja di masa yang akan datang akan cenderung pada outsourcing. Dan ramalan itu terbukti menjadi kenyataan.

Pemikiran Charles Handy sangat relevan untuk memecahkan masalah dunia kerja termasuk masalah facebook ini. Pemikirannya mencakup organisasi kerja (perusahaan) dan orang yang bekerja (karyawan).

Pada dunia organisasi dia mengusulkan organisasi yang berbentuk Shamrock, yaitu tanaman bunga yang berdaun tiga. Organisasi bisnis di masa mendatang terdiri dari tiga bagian, yaitu: (i) tenaga inti – yang berjumlah sedikit – yang menjalankan perusahaan, (ii) pekerjaan yang dikontrakkan ke pihak lain seperti jasa katering, penelitian & pengembangan, jasa IT, jasa pengiriman, (iii) tenaga kerja lepas yang dibayar sesuai keperluan. Dengan demikian pekerjaan tetap pada organisasi hanya pada tenaga inti, sedangkan untuk operasional perusahaan menggunakan tenaga kerja outsourcing dari luar.

Pada dunia tenaga kerja dia mengusulkan 'portfolio career' yaitu suatu perkerjaan paruh waktu pada banyak perusahaan. Dan dia menasehati tenaga kerja: “carilah pelanggan, bukan bos.” Tenaga kerja diharapkan fokus pada suatu keterampilan yang bisa ditawarkan kepada beberapa perusahaan. Dan tenaga kerja sudah tidak memiliki 1 bos lagi, tapi memiliki banyak pelanggan sebagai pengganti 1 bos.

Statistik dunia kerja di negara maju menunjukkan kebenaran sebagian ramalan Charles Handy ini.

Jika semua ini sudah berjalan merata di seluruh dunia termasuk Indonesia, maka tidak ada lagi masalah dengan bermain facebook di jam kerja. Semua orang bebas melakukan apa saja dan kapan saja. Bahkan tidak ada lagi yang disebut dengan jam kerja. Semua orang akan berfokus pada hasil kerja yang dapat dikerjakan secara fleksibel baik secara tempat maupun waktu.

* * * * *

Thursday, July 23, 2009

Perlunya IndoCard (KTP Pintar)!

Dalam beberapa bulan terakhir ini kita mengalami masalah klasik soal Kartu Tanda Penduduk (KTP). Pertama dalam administrasi pemilu yang kacau, dan yang kedua pemalsuan KTP oleh pembom hotel JW Marriot dan Ritz Carlton.

Administrasi kependudukan kita memang sangat kacau. Membuat sebuah KTP itu mudah termasuk membuat beberapa KTP untuk 1 orang yang sama. Ini akan mengakibatkan KTP tidak bisa dijadikan rujukan identitas pemegangnya.

Sudah saatnya kita membuat administrasi sistem kependudukan nasional yang baru. Tujuan utama identitas diri ini adalah agar negara bisa meminta pertanggungjawaban kegiatan kita di masyarakat dengan dukungan fakta yang jelas. Administrasi ini mencakup identitas diri dari mulai data fisik sampai ke biometik dan yang juga setiap aktifitas termasuk transaksi keuangan yang kita lakukan.

Jika kita tiba-tiba sakit atau pingsan di tempat yang tidak dikenal, maka orang cukup mengambil kartu identitas – yang saya usulkan bernama Indocard – dan dari situ akan terlihat data-data kesehatan penting kita seperti misalnya kita alergi terhadap obat tertentu.

Dan dari Indocard yang terhubung dengan dokumen jual beli, perbankan dan lain-lain, semua transaksi keuangan kita harus diketahui negara atau lebih tepatnya dapat dilacak oleh negara.

Dengan Indocard ini maka kerumitan administrasi dapat dikurangi. Orang hampir tak perlu repot-repot lagi menulis di formulir data diri, namun cukup dengan menuliskan nama dan nomor Indocard. Dan versi canggih dari Indocard ini seharusnya meliputi NPWP, SIM, kartu ATM, kartu asuransi, kartu mahasiswa dan ... kartu Pemilu!

* * *

Membuat sistem baru tentu saja tidak mudah, tapi kita tak perlu susah payah menemukannya. Karena Malaysia telah lebih dahulu membuatnya!

Gambaran berikut bisa dilihat di http://en.wikipedia.org/wiki/MyKad

Pada 5 September 2005, Malaysia meluncurkan KTP pintar (smart identitiy card) pertama di dunia yang dinamakan MyKad. Pada MyKad ditanam mikrocip yang berisi berbagai data termasuk biometrik.

Fungsi awal MyKad adalah sebagai berikut: (i) kartu identitas termasuk sidik jari dan foto, (ii) SIM, (iii) paspor di Malaysia dan beberapa negara tetangga, (iv) informasi kesehatan. Beberapa fungsi telah ditambahkan kepada MyKad ini, namun belum digunakan secara luas seperti ATM, kartu tol.

Pengembangan selanjutnya dari MyKad adalah MyKid. Setiap bayi yang baru lahir di Malaysia diberi identitas melalui MyKid. Pada usia 12 tahun MyKid ditingkatkan menjadi MyKad tanpa foto. Setelah usia 18 tahun MyKad ini akan dilengkapi foto.

MyKad harus dibawa sepanjang waktu, jika tidak akan didenda atau masuk penjara.

Keteraturan administrasi penduduk di Malaysia, mungkin yang menyebabkan Dr. Azhari dan Nurdin M Top lebih senang beroperasi di Indonesia.

* * *

Indonesia bisa belajar dari Malaysia soal administrasi penduduk ini. Tidak perlu studi banding, cukup dilihat dari situs-situs dan memantapkan niat untuk memulainya.

Sebaiknya masalah kependudukan ini diurus oleh suatu badan tersendiri. Menurut saya yang pas mengurus ini adalah Biro Pusat Statistik (BPS). Selain kegiatan BPS banyak berhubungan dengan kependudukan, kantor BPS juga tersebar sampai ke kota dan kabupaten. Jadi infrastrukturnya sebagian sudah tersedia.

Tentu saja mudah bagi Malaysia menerapkan MyKad dengan 25 juta penduduknya. Untuk Indonesia pelaksanaannya harus bertahap terutama bagi orang yang telah lahir, apalagi yang lahir di masa Orde Lama. Sedangkan untuk anak yang baru lahir pemberian identitas ini harus dilakukan. Tapi yang penting dimulai sekarang!

* * * * *

Monday, July 13, 2009

Mendukung Yang Menang dan Mengenang Yang Kalah

Rangkaian terakhir pesta demokrasi telah usai dan pemenangnya hampir dapat dipastikan, yaitu pasangan SBY-Boediono. Kepada yang menang kita berharap mereka bisa mewujudkan janji-janjinya, kepada yang kalah kita berharap kebesaran jiwanya.

Kemenangan SBY-Boediono tidak perlu diungkit-ungkit lagi, namun hal-hal bagus dari pihak yang kalah juga menarik untuk dipelajari.

Mengenang JK

Kombinasi pasangan SBY-Boediono ini bukanlah kombinasi yang ideal. Rhenald Kasali menganalisis, baik SBY maupun Boediono sama-sama cenderung pada berorientasi proses. Orang yang mempunyai kecenderungan ini akan lebih lamban bertindak, karena sebelum bertindak mereka akan penuh pertimbangan. Hal ini bukan berarti tidak baik, namun kurang cocok dengan kondisi negara kira yang membutuhkan pemimpin yang bisa bergerak cepat dan penuh improvisasi.

Sebaliknya, Rhenald Kasali menganalisis JK sebagai orang yang berorientasi pada tindakan. JK adalah orang yang cekatan dan tangkas bertindak. JK cenderung berani melanggar prosedur untuk mendapatkan hasil. Maka tidak heran JK sangat hebat berimprovisasi dalam berbagai kebijakan.

Indonesia adalah negara yang sedang membangun di segala bidang. Akibat belum sempurnanya sistem ini, maka berbagai kelemahan muncul dimana-mana. Di sinilah peran orang seperti JK diperlukan untuk mengatasi dan mencari terobosan terhadap kelemahan itu. Negara ini membutuhkan sesorang pemimpin yang cepat memahami persoalan, berani mengambil tanggung jawab dan bertindak secara cepat.

Ibarat tim sepakbola, tanpa JK, pemerintahan SBY akan kehilangan seorang penyerang yang tangguh. Kita khawatir nantinya pemerintahan ini sulit mencetak gol. Tentu saja pengganti dari peran JK ini bisa dicari yaitu dengan memilih menteri-menteri yang cerdas dan cepat seperti JK.

Dan untuk langkah seperti ini SBY sudah memiliki modal yang besar. Setelah pemilu legislatif yang lalu, SBY sudah terbukti tidak takut untuk memilih cawapres bukan aktifis partai politik, namun dari kalangan profesional. Kita sangat berharap untuk pembentukan kabinet mendatang, SBY juga berani untuk memilih orang-orang profesional saja untuk jabatan menteri. Dengan menggunakan orang-orang profesional yang handal di bidangnya masing-masing maka daya serang untuk mencetak gol dari tim SBY ini akan meningkat.

Kenangan utama kita terhadap JK adalah pemihakannya terhadap produksi dalam negeri. Dan ini bukan hanya retorika belaka. Dalam suatu kesempatan di Kadin beliau tidak ragu untuk mencopot sepatunya untuk menunjukkan sepatu buatan dalam negeri dengan merek JK Collection, beliau mengupayakan agar bandara kita 100% ditangani orang Indonesia yang terbukti bisa dilaksanakan bahkan dengan biaya yang jauh lebih murah. Yang terakhir adalah inisiatifnya untuk membuat panser sendiri melalui PT. Pindad.

Ungkapannya untuk memakai tangan kita sendiri, otak kita sendiri dan uang kita sendiri sungguh sangat inspiratif dan patut dilanjutkan.

Mengenang Prabowo

Walaupun Prabowo adalah cawapres dari Megawati, namun Prabowo lah yang memiliki ide cemerlang untuk memajukan negara ini.

Salah satu ide yang harus segera dirangkul oleh pemerintahan adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Prabowo memiliki visi berani dengan angka di atas 10%. Mungkin angka ini tak berarti bagi orang awam, padahal hanya dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggilah, pendapatan rakyat bisa segera meningkat dan Indonesia bisa mengejar ketertinggalannya dari negara lain. Tanpa pertumbuhan di atas 10% ini, maka kesejahteraan itu baru bisa dicapai puluhan tahun mendatang. Dan ini berarti bangsa ini masih harus mengirimkan babu-babu ke luar negeri. Dan ini berarti prajurit bangsa ini juga harus siap mati sia-sia karena negara tidak sanggup membeli dan memelihara alutsista.

Namun beberapa ekonom pendukung SBY dengan pikiran tunggal tanpa kreatifitas, seolah menafikan kemungkinan ini. Seperti biasa, ekonom mulai dengan hitungan sederhana bahwa untuk pertumbuhan setinggi itu dibutuhkan investasi sebesar 40% dari PDB, sedangkan investasi selama ini cuma 25%. Mereka berpikir kita tidak mampu menaikkan investasi sebesar 15% itu dalam waktu singkat.

Padahal pikiran pesimis ekonom pemerintah inilah masalahnya. Tentu kalau pemerintahan sudah meniatkan, maka jalan keluar dari berbagai persoalan untuk menaikkan nilai investasi itu akan terkuak.

Sebagai ilustrasi kita bisa mengambil inspirasi dari kisah Henry Ford, legenda pembuat mobil Amerika Serikat, dalam penemuan mesin V8. Henry Ford memaksa ahli-ahlinya untuk menemukan mesin 8 silinder. Semua ahlinya pada waktu itu mengatakan mesin yang diinginkannya itu tidak bisa dibuat. Mereka – seperti ekonom pemerintah soal pertumbuhan 2 digit – mengemukakan alasan-alasan “ilmiah” mengapa mesin itu tidak bisa dibuat. Namun Henry Ford tetap memaksa mereka untuk menemukan jalan keluar. Akhirnya jalan keluar ditemukan dan mesin yang diinginkan itu bisa dibuat. Perasaan optimis menang.

Prabowo telah membangkitkan rasa optimisme kita. Dan kita berharap pemerintah SBY-Boediono ini juga segera dapat membangkitkan rasa optimis itu.

Karena kita ingin segera bangga menjadi orang Indonesia.

* * * * *

Duitnya Dari Mana?

Dalam debat pilpres yang paling sering diutarakan adalah janji politik yang berhubungan dengan pengeluaran pemerintah. Padahal yang juga penting kita ketahui adalah darimana dana untuk membiayai pengeluaran tersebut.

Dalam debat cawapres 30/6 yang lalu, salah seorang kandidat memberikan ungkapan menarik soal dari mana asal uang pembiayaan negara untuk kesejahteraan rakyat. Sebelumnya Dekan Fakultas Ekonomi UI, Firmanzah, juga menulis pada salah satu media tentang masalah serupa. Banyak orang bisa bicara tentang alokasi anggaran, sisi pengeluaran, tapi bagaimana dengan sisi pemasukannya? Sungguh gampang mengatakan alokasi pengeluaran pendidikan 20% APBN, alokasi pengeluaran militer 3%-5% PDB dan lain sebagainya, tapi apakah dana yang kita miliki cukup untuk membiayai semua itu?

Menurut hemat saya masalah sisi pembiayaan ini adalah paling menarik untuk dibicarakan. Seharusnya tema pembiayaan pemerintah ini harus menjadi tema utama debat capres setelah tema visi. Semua visi bagus capres tidak akan pernah terlaksana, kalau tidak ada dana untuk membiayainya.

* * *

Pada debat cawapres tersebut, salah satu kandidat sudah mengungkapkan cara untuk mendapatkan dana, yaitu menjadwalkan kembali pembayaran cicilan utang yang berjumlah kurang lebih 100 trilyun per tahun. Namun ini dibantah oleh kandidat lain, bahwa proses penjadwalan utang tidak akan semudah itu.

Sebenarnya hal ini sangat menarik untuk dieksplorasi lebih lanjut apakah benar utang bisa dengan cepat dijadwal ulang ataukah tidak. Tentu saja, menurut hemat saya, utang bisa dijadwal ulang asalkan kita mau melakukannya. Sering kali pemikiran penyelenggaraan negara sangat terkungkung oleh dogma yang ada. Ketika Evo Morales melakukan nasionalisasi industri migas yang bertentangan dengan 'pakem' internasional, ternyata juga berhasil. Korporasi asing tunduk.

Masalah-masalah perbedaan keyakinan berdasarkan argumentasi inilah yang perlu hadir di acara debat. Mungkin tidak ada yang bisa memastikan mana yang benar, namun di sinilah kekuasaan rakyat untuk mempercayai langkah calon yang mana yang paling masuk akal.

* * *

Pada dasarnya wacana tentang penghematan biaya sudah banyak beredar dalam berbagai diskusi dan tulisan media massa. Paling tidak ada 3 bidang yang bisa dilakukan untuk melakukan penghematan, yaitu: (i) penyederhanaan pemilu, (ii) penghematan pada operasional pemerintah, (iii) efektifitas pemerintahan.

Pertama, pemilu kita menghabiskan dana yang luar biasa. Untuk pemilu 2009 ini saja menghabiskan dana Rp. 47,9 trilyun. Ini belum termasuk pilkada di daerah-daerah untuk memilih gubernur dan bupati di seluruh Indonesia. Jika ada kemauan politik kita bisa menyelenggarakan pilkada cukup di tingkat gubernur, sedangkan bupati dipilih oleh gubernur. Selain menghemat biaya sistem ini akan membuat kebijakan pada provinsi akan lebih koheren. Dengan sistem sekarang bupati bisa membuat kebijakan yang bertolak belakang dengan visi gubernur.

Untuk pilpres 1 putaran sudah ada metode yang bisa melakukannya, yaitu; instant-runoff voting (IRV). Dan akan lebih hemat lagi jika pilpres dan pilkada gubernur disatukan pada hari yang sama.

Kedua, perampingan pemerintahan. Perampingan pemerintahan juga sangat membantu penghematan biaya. Jumlah departemen harus dibatasi dan pemekaran wilayah harus dihentikan.

Euforia demokrasi menghasilkan pemekaran wilayah yang serampangan. Data dari Departemen Keuangan, Dirjen Perimbangan Keuangan menunjukkan anggaran untuk daerah baru meningkat dari Rp 8,09 triliun pada 2007 menjadi Rp 14,272 triliun pada 2009. Ada 48 daerah yang memiliki anggaran belanja pegawai sekitar 70 persen dari total APBD-nya, bahkan ada yang 87 persen. Ini berarti pemerintaha daerah tidak bisa hidup tanpa APBD, sementara rakyat bisa hidup tanpa APBD. Jika APBD hanya untuk membiayai pemerintah daerah, maka alangkah lebih baiknya anggaran untuk operasional daerah pemekaran itu di-BLT-kan saja kepada rakyat daerah pemekaran itu.

Ketiga, taktik pengelolaan APBN. Rizal Ramli mengusulkan agar belanja modal seperti kantor dan kendaraan pemerintah dilakukan dengan sistem sewa, bukan pembelian. Jika membeli barang, maka akan butuh perawatan, sedangkan kita termasuk bangsa yang kurang pandai merawat barang. Dengan menyewa maka beban APBN akan berkurang dan biaya perawatan bisa dihilangkan.

Jika wacana mencari dana bagi pemerintah ini diteruskan, maka pasti akan kita temukan alternatif-alternatif.

Akhirnya, janji hanya bisa direalisasikan kalau dana yang tersedia mencukupi. Rakyat sangat perlu mengetahui bagaimana capres bisa memobilisasi dana pembangunan. Semua langkah konkrit itu sebaiknya diumumkan dan biarlah rakyat menilai masuk akal atau tidak langkah itu.

Tanpa kejelasan dana, visi dan janji-janji capres itu cuma omong kosong belaka.

* * * * *

Angka-Angka Yang Menyesatkan

Mark Twain mempopulerkan ucapan PM Inggris abad ke 19, Benjamin Disraeli: “There are three kinds of lies: lies, damned lies, and statistics." (Ada 3 jenis kebohongan: kebohongan, kebohongan terkutuk dan statistik)

Masalah Kemiskinan

Baru-baru ini Biro Pusat Statistik (BPS) mengumumkan penurunan angka kemiskinan menjadi 32,5 juta jiwa. Angka kemiskinan ini didapat dengan mengacu pada pendapatan di bawah Rp. 200.00 per bulan. Dan angka kemiskinan ini menurun dari periode sebelum. Apakah ini prestasi?

Pada waktu bersamaan BPS melaporkan, nilai tukar petani (NTP) nasional adalah 99,41. Ini menunjukkan total pengeluaran petani (baik berupa modal, pembelian bibit, maupun mencukupi kebutuhan hidupnya) lebih tinggi dibanding penghasilan yang diperolehnya dari penjualan produk-produk pertaniannya secara keseluruhan, baik padi, telur ayam, daging ayam, maupun daging kambing.

Kalau pemasukan tidak dapat menutupi pengeluaran, apakah ini tidak bisa disebut miskin? Petani dengan kondisi ini berjumlah sekitar 41 juta orang dan kalau ditambah keluarga petani jumlah ini bisa mencapai 100 juta orang. Bandingkan dengan data 32.5 juta orang miskin tersebut.

Masalah Utang

Rasio utang Indonesia 32% dari Produk Domestik Bruto (PDB), sementara rasio utang Jepang 217% dari PDB. Apakah Indonesia lebih baik daripada Jepang?

Perbandingan rasio ini menyesatkan. Yang terpenting dari PDB adalah berapa jumlah uang yang bisa ditarik untuk mendanai APBN dan kemudian bagaimana dana tersebut mampu membiayai kebutuhan suatu negara. Dan di sini ada perbedaan besar antara Indonesia dan Jepang.

Jepang sudah menjadi negara maju, sehingga permasalahan anggaran akan sangat berbeda dengan negara berkembang seperti Indonesia. Jepang walaupun utangnya besar, tidak terlalu dibebani oleh permasalahan mendasar seperti menanggulangi kemiskinan, memberikan air bersih kepada rakyat, pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan termasuk pertahanan keamanan.

Sebaliknya Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, masih membutuhkan peran pemerintahan dalam menyelesaikan berbagai persoalan mendasar. Hal yang paling penting dari masalah utang luar negeri ini adalah bebannya terhadap APBN. Apakah dengan cicilan utang sekarang ini, pemerintahan Indonesia masih bisa leluasa mengurus kesehatan, pendidikan, fasilitas air bersih rakyatnya? Apakah dengan anggaran yang ada sudah bisa membangun pertahanan negara yang kuat?

Terbukti sampai sekarang Indonesia masih bergulat pada persoalan mendasar seperti kemiskinan. Terbukti pemerintah tidak sanggup meremajakan alutsistanya. Sementara Jepang sudah tidak bergulat dengan masalah mendasar itu lagi. Jadi bagaimana bisa kita membandingkan utang kita dengan utang Jepang?

Masalah Pertumbuhan Ekonomi

Pemerintah Indonesia bangga dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ketika krisis hampir semua negara mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif. Sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah adalah yang terbesar ketiga setelah Cina dan India. Apakah kita patut berbangga?

Kalau kita melihat mengapa banyak negara seperti Singapura dan Malaysia mengalami pertumbuhan negatif adalah karena struktur ekonomi mereka sangat tergantung ekspor. Ketika pasar dunia menurun, permintaan barang dan jasa menurun, otomatis omset mereka juga turun. Inilah yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi mereka negatif.

Ketika suatu negara bisa ekspor, maka dapat dikatakan produk negara tersebut kompetitif yang mampu bersaing dengan produk negara lain. Apalagi negara seperti Malaysia dan Singapura itu sudah tidak tergantung lagi dengan ekspor komoditi. Produk mereka sudah bernilai tambah tinggi.

Jadi yang terpukul dengan krisis sekarang justru menunjukkan pertanda bagus bahwa mereka adalah produk yang tergantung pada permintaan pasar seluruh dunia. Dan ini sama sekali bukan menunjukkan kelemahan kinerja negara mereka. Krisis ini juga menerpa perusahaan hebat seperti Toyota. Ini bukan berarti ada masalah dengan kinerja Toyota, tapi ada masalah dengan pasar dunia.

Jadi kalau Indonesia tidak krisis, justru menunjukkan struktur ekonomi Indonesia bermasalah. Indonesia bisa tumbuh hanya karena pasar dalam negerinya yang besar. Ini sekaligus menunjukkan produk Indonesia hanya sebatas jago kandang dan belum layak untuk diekspor. Struktur seperti ini justru membahayakan. Ketika pasar bebas dilakukan, produk barang dan jasa yang kompetitif dari luar negeri bisa masuk dan menguasai pasar domestik.

Akhirnya, kita tetap harus melakukan kritik terhadap angka-angka. Angka yang bagus belumlah berarti mewakili realita yang bagus pula.

* * * * *

Monday, July 6, 2009

Mitos Pasar Tradisional

Beberapa waktu terakhir banyak calon presiden yang melakukan retorika terhadap pasar tradisional. Posisi pasar tradisional dihadapkan dengan pasar moderen. Pasar moderen dianggap mematikan pasar tradisional. Pedagang besar dari mazhab kapitalisme/neoliberalisme berhadapan pedagang kecil dari mazhab yang mungkin disebut ekonomi kerakyatan.

Pada jika ditinjau lebih jauh melawan keberadaan pasar moderen berarti melawan hukum alam. Peradaban manusia – termasuk institusi pasar – selalu mengarah kepada hal yang efektif dan efisien. Pada buku “Long Tail”, karya Chris Anderson, mengungkapkan sejarah kemajuan institusi pasar.

Pada akhir abab 19, Richard Sears dikirimi secara salah sekotak jam tangan. Dia tidak mengembalikan kiriman yang salah ini, namun membelinya. Timbullah ide untuk menjual kembali jam tangan itu. Kemudian dia sengaja memesan jam tangan dan menjadi distributor jam tangan. Akhirnya timbullah ide cemerlang untuk mengumpulkan berbagai macam barang – selain jam tangan – di suatu tempat, mengirim pelanggan yang tinggal di desa-desa katalog yang berisi 200.000 macam barang. Pelanggan yang membeli akan dikirimi barang pesanan ke rumah melalui jasa pos.

Orang desa/konsumen gembira karena sebelum sistem ini ada, barang yang mereka beli sangat mahal dan langka. Dengan sistem ini mereka mendapatkan barang yang tidak hanya murah, namun juga sangat bervariasi. Selanjutnya adalah sejarah.

Pasar swalayan pertama adalah King Kullen dibuka di Queens, New York 4 Agustus 1930, ketika depresi besar. Dan tahun 1950 – 1960 supermarket sudah memainkan peranan penting dalam membentuk kelas menengah Amerika.

Sampai-sampai Presiden Kennedy mengatakan bahwa teknik pemasaran massal dan murah di supermarket telah memungkinkan peningkatan standar hidup dan telah berperan sekali dalam pertumbuhan ekonomi Amerika.

* * *

Pasar moderen mengandalkan efisiensi dalam distribusi sehingga mereka bisa melayani masyarakat dengan barang-barang yang sangat bervariasi dengan harga yang paling murah. Bukankah ini menguntungkan konsumen? Bukankah dengan banyaknya barang yang murah – seperti yang dikatakan Presiden Kennedy – masyarakat akan bisa membeli lebih banyak barang yang berujung dengan bergairahnya ekonomi suatu bangsa?

Pasar moderen memang mungkin akan mematikan pedagang di pasar tradisional. Sekarang kita bertanya berapakah prosentase pedagang pasar tradisonal dibandingkan dengan jumlah konsumen? Barang yang murah melalui pasar moderen akan menguntungkan konsumen yang jumlahnya jauh lebih besar daripada jumlah pedagang. Jadi manakah yang harus kita bela, kepentingan orang banyak atau kepentingan sedikit orang?

Pasar moderen adalah sejarah peradaban. Hukum alam pasar akan mengarahkan pasar pada sesuatu yang lebih efektif dan efisien. Tidak mungkin ada bangsa yang bisa menolaknya tanpa menderita kerugian. Dan kita harus mengemukakan fakta bahwa sistem distribusi pada pasar tradisional adalah lebih mahal daripada pasar moderen.

* * *

Kita tidak mungkin melawan keampuhan pasar moderen. Justru kita harus merangkulnya menjadi kesatuan sistem ekonomi.

Sebenarnya dalam pasar moderen, unsur-unsur pasar seperti produsen dengan produknya, konsumen dan sistem distribusi tetap ada. Cuma yang membedakannya, barang yang akan dijual bisa dikumpulkan lebih banyak dan distribusinya lebih efisien. Dan posisi pedagang tradisional adalah lemak ekonomi di sisi distribusi. Pasar moderen adalah upaya untuk membuang lemak ekonomi ini.

Sementara itu ada pihak yang kurang diperhatikan dalam isu pasar moderen versus tradisional yaitu produsen/ pemasok.

Tugas utama pemerintah adalah memberikan pembelaan utama terhadap produsen ini. Pemerintah harus memastikan bahwa produsen dalam negeri memperoleh akses kepada pasar moderen ini, tentunya melalui mekanisme pasar. Jika barang impor Cina bisa lebih murah, tentu saja produsen dalam negeri harus dibantu pemerintah untuk memastikan produk dalam negeri berikut biaya transportasinya bisa efisien sehingga bisa bersaing.

Jadi konsumen harus dibela untuk mendapat harga yang lebih murah, sementara produsen dalam negeri yang menyediakan barang juga harus dibela supaya bisa bersaing. Selebihnya kita serahkan kepada mekanisme pasar moderen untuk menghubungkan keduanya dengan cara yang paling efisien.

* * * * *

Analisis Kematian Michael Jackson

Tentu saja judul di atas berlebihan. Namun beberapa fakta dapat kita analisis dengan pengetahuan yang ada. Bukan hanya pada kehidupan kita bisa belajar, pada kematianpun kita bisa belajar.

Michael Jackson meninggal dalam usia 50 tahun. Jelas ini usia yang masih cukup muda. Dengan segala yang dimilikinya, Michael Jackson seharusnya belum meninggal dunia. Dia akan bisa mendapatkan perawatan terbaik dari dokter terbaik. Lalu mengapa dia tetap meninggal dunia?

Pada buku Masalalu Selalu Aktual karya P. Swantoro, seorang wartawan senior, ada kutipan yang berisi penjelasan yang menarik mengapa seseorang bisa meninggal dalam usia cukup muda.

Gamal Abdel Nasser adalah seorang tokoh pemersatu bangsa Arab dalam perang melawan Israel. Namun dia kalah perang. Tidak lama setelah perang dia meninggal dunia dalam usia 52 tahun.

Tahun 1971, delegasi Mesir yang dipimpin Ketua Parlemen Mesir bertemu dengan PM Cina Zhou En-lai. PM Zhou menanyakan kepada delegasi Mesir mengapa Nasser meninggal. Tentu saja delegasi Mesir hanya bisa menjawap bahwa meninggalnya Nasser adalah kehendak Tuhan.

Namun PM Zhou yang memiliki pandangan lain.

“Janganlah menyatakan Tuhan mengenai apa yang kita perbuat,'” kata Zhou. “Harus ada sebabnya. Gamal Abdel Nasser masih muda. 52 tahun masih muda. Saya sekarang 72 tahun dan masih tetap bekerja. Dan seperti yang anda lihat sendiri, saya masih sehat. Saya tidak dapat membayangkan ia dapat meninggal begitu. Ia kepala negara, pimpinan dunia Arab yang bisa mendapatkan perwatan paling baik. Bagaimana Anda bisa membiarkannya meninggal?”.

Kemudian PM Zhou memberikan jawaban: “Saya akan memberikan penjelasan kepada anda. Ia meninggal karena sedih. Ia meninggal karena karena patah hati. Dan itu adalah kesalahan Uni Soviet. Mereka menipunya. Mereka mendorongnya ke suatu situasi dan meninggalkannya. Mereka membiarkannya hatinya hancur...”

Menurut PM Zhou, Nasser meninggal karena frustrasi setelah kalah perang dengan Israel yang semula didorong dan didukung oleh Uni Soviet.

* * *

Benarkah sikap kita berpengaruh pada hidup dan mati kita?

Victor Frankl adalah seorang psikiater keturunan Yahudi dan yang berhasil selamat dari kekejaman kamp konsentrasi Nazi. Dari pengalaman yang luar biasa menyakitkan inilah, dia kemudian banyak berpikir dan menulis tentang bagaimana harapan sangat menentukan hidup matinya seseorang.

Dari pengalamannya di kamp, dia bisa melihat bagaimana seseorang bisa mati mendadak setelah kehilangan harapan. Dia menceritakan sesorang tawanan yang bermimpi akan dibebaskan tanggal 30 Maret 1945. Sebelum tanggal tersebut datang, ketika dia masih dipenuhi harapan untuk hidup, dia masih sehat. Sayangnya ketika tanggal itu datang, harapan tak terpenuhi, dia mulai sakit dan kehilangan kesadaran. Akhirnya tanggal 31 Maret dia meninggal.

Victor Frankl menulis: ”Mereka yang tahu betapa erat keterkaitan antara pikiran manusia – keberanian, harapan dan hilangnya harapan – dengan imunitas tubuhnya, akan memahami bahwa hilangnya harapan dan keberanian secara mendadak membawa dampak yang mematikan. Penyebab kematian teman saya adalah tidak terpenuhinya harapan tentang pembebasan dirinya, sehingga dia benar-benar kecewa.”

Nasser meninggal di usia yang cukup muda. Dia kecewa karena kalah perang melawan Israel. Ketika Uni Soviet meninggalnya, dia kehilangan harapan. Sebaliknya Michael Jackson sudah memiliki semua pencapaian profesional di dunia musik. Namun dia mengalami kekecewaan di kehidupan pribadi termasuk kekacauan keuangan. Dia sudah kehilangan harapan. Dan siapapun yang kehilangan harapan, fasilitas hidup terbaik, dokter terbaik takkan bisa menyembuhkan penyakit apapun.

* * *

Nelson Mandela dipenjara rezim apartheid selama 27 tahun. Di penjara dia mengalami banyak penderitaan dan mempunyai banyak alasan untuk mati. Tapi Mandela tidak mati, Mandela masih utuh jiwa dan raganya sampai dia keluar penjara, membebaskan negerinya dan menjadi Presiden Afrika Selatan.

Deng Xiaoping berpikiran kapitalis di negeri komunis. Dia disingkirkan oleh Ketua Mao. Dia dikirim ke kamp kerja paksa. Istrinya meninggalkannya dan kawin dengan lawan politiknya. Anaknya dilempar keluar dari gedung bertingkat oleh tentara merah sehingga cacat seumur hidup. Dia memiliki seribu alasan untuk mati. Tapi Deng tidak mati, bahkan akhirnya dia bisa menjadi pemimpin Cina yang membawa kemakmuran.

Harapanlah yang bisa menjaga seseorang untuk terus hidup. Victor Frankl kemudian membuat mazhab psikoterapi sendiri, yaitu logoterapi. Logoterapi adalah psikoterapi yang memusatkan upayanya pada pencarian makna hidup. Sebagai dasar psikoterapinya Victor Frankl mengutip kata-kata filsuf Jerman, Nietzche:”dia yang memiliki alasan untuk hidup, akan mampu menghadapi apapun”. Yang ironis disini adalah orang Yahudi bisa bertahan hidup dari kekejaman orang Jerman, justru dengan inspirasi dari pikiran orang Jerman sendiri.

Orang harus selalu memiliki makna keberadaannya dalam hidup ini. Makna yang belum terpenuhi itu, tugas yang belum selesai adalah harapan. Mandela mempunyai harapan untuk memerdekakan kaum kulit hitam. Dia percaya dia harus menyelesaikan tugas ini. Maka penjara puluhan tahun tidak pernah membuatnya mati. Begitu juga Deng Xiaoping. Membawa Cina menuju kemakmuran sudah menjadi pilihan tugas hidupnya. Kamp kerja paksa, penderitaan, penghinaan tidak membuatnya mati.

Selama harapan itu ada, maka orang akan tetap hidup. Ketika harapan hilang, maka kematian tinggal menunggu tanggal mainnya saja.

* * * * *

Wednesday, June 24, 2009

Sistem IRV Untuk Pilpres 1 Putaran

Demokrasi adalah sistem terburuk - di luar dari sistem yang pernah dicoba umat manusia. Begitulah pendapat Winston Churchill. Namun dengan segala kelemahannya tetap saja ia sistem yang paling menarik, yang paling dekat dengan fitrah manusia yang mendambakan kebebasan dalam hidup.

Demokrasi Indonesia sangat mahal dan terkadang konyol. Puluhan bahkan ratusan trilyun kita habiskan untuk pesta demokrasi dari mulai pilkada, pileg hingga pilres. Dengan menggunakan dana sebanyak ini, sama sekali tak ada jaminan bahwa kita akan berhasil membentuk pemerintahan yang dapat menyejahterakan rakyat. Tapi bagaimanapun itulah keputusan seluruh rakyat Indonesia. Keputusan ini harus kita jalankan, betapapun konyolnya.

Ketika kita sudah setengah jalan dalam rangkaian pileg dan pilpres, timbullah upaya yang mengejutkan dari pendukung Presiden SBY untuk mengajak rakyat mendukung gerakan pilpres 1 putaran. Alasannya agar biaya pemilu dapat dihemat, pemerintah bisa segera bekerja dan arah politik segera bisa dikonsolidasikan.

Ini benar-benar nonsens!

Pertama, kalau kita sudah sepakat dengan sistem yang ada, maka seharusnya tidak usah lagi diungkit-ungkit soal biaya.

Kedua, pilpres adalah sarana bagi rakyat untuk menentukan arah pemerintahan ke depan. Maka dari itu hal yang harus diperhatikan rakyat adalah visi misi seorang calon presiden atau hal apapun yang menyebabkan keyakinan rakyat terhadap salah satu calon. Jadi faktor yang penting adalah semua soal yang penting bagi rakyat di luar soal biaya pemilu.

Yang menyedihkan adalah bahwa yang mengajak rakyat berpikir untuk pilpres 1 putaran adalah seorang Denny JA yang pastinya pemahamannya soal demokrasi berada jauh di atas rata-rata rakyat Indonesia.

* * *

Ada cara yang lebih baik untuk menghemat biaya dalam pilpres. Ada teknik yang baik agar pemilihan bisa berlangsung cukup 1 putaran saja.

David Stanford menuliskan teknik yang memikat dan menghemat biaya ini pada Jakarta Post 2 April 2009. (http://www.thejakartapost.com/news/2009/04/02/a-preference-a-better-electoral-system.html). Teknik ini dinamakan Instant-Runoff Voting (IRV). Sistem ini telah digunakan di Australia dan Republik Irlandia.

Pada prinsipnya sistem ini akan memilih presiden sesuai preferensi. Misalnya no. 1 kita memilih SBY-Boediono, no. 2 kita pilih JK-Win, no. 3 kita pilih Mega Pro. Jadi pemilih harus menuliskan urutan preferensi pasangan capres. Ini sangat adil. Jika dalam contoh di atas, SBY-Boediono tidak lolos ke putaran kedua, maka kalaupun dilaksanakan putaran kedua orang tersebut akan memilih pasangan JK-Win. Bedanya kalau dengan sistem sekarang, pilihan kedua itu dilaksanakan pada putaran kedua, dengan sistem IRV, pilihan kedua cukup dilaksanakan pada putaran pertama.

Untuk lebih jelasnya cara penghitungan secara detail dapat dilihat pada http://www.aec.gov.au/Voting/counting/hor_count.htm.

Semangat pilpres 1 putaran untuk menghemat biaya itu adalah semangat yang baik. Cuma semangat itu harus diimplementasikan secara cerdas dan bermartabat. Tugas kita semua saya kira untuk memastikan bahwa sistem IRV ini dapat diterapkan melalui Undang-Undang sehingga bisa kita segera laksanakan pada pemilu mendatang.

Untuk Indonesia yang lebih baik, mudah-mudahan ini bisa dibaca anggota dewan yang akan membuat undang-undang.

* * * * *