Friday, May 29, 2009

Mendengar Prabowo

Kalau perusahaan baru berdiri, maka yang paling baik menjadi pemimpin adalah ahli hukum untuk menguruskan legalitas perusahaan. Setelah itu, perusahaan sebaiknya dipimpin oleh ahli pemasaran untuk membuka dan mendapat pangsa pasar. Setelah pasar terbentuk, yang paling tepat memimpin adalah ahli manajemen efisiensi produksi (lean production).

Begitu juga negara. Untuk mendirikan negara, maka yang pas memimpin adalah orator ulung – seperti Bung Karno – untuk membangkitkan persatuan dan persaudaraan bangsa. Setelah negara terbentuk, maka yang pas memimpin adalah administrator ulung dan pakar stabilitas seperti – Pak Harto – untuk mempersiapkan landasan pembangunan. Setelah semuanya terbentuk, maka yang paling pas memimpin negara adalah pemimpin yang memiliki visi ekonomi yang jelas.

Dari visi ketiga calon kandidat presiden saat ini, menurut saya yang paling pas untuk memimpin bangsa ini adalah visinya Prabowo Subianto (... dan Megawati).

Dari sisi target pertumbuhan ekonomi, jelas Prabowo unggul. Prabowo menargetkan 10%, sementara JK 8%, dan sayangnya SBY cuma berani menargetkan 7%. Memang banyak orang menyatakan bahwa target 10% tidak akan tercapai karena tidak realistis, tapi target 7% pun bukan jaminan untuk tercapai dengan mudah. Dengan target 10% itu Prabowo pasti bekerja sangat keras untuk membuktikan target itu bukan mimpi dan rakyat bisa menuntut balik kalau target itu tidak tercapai. Kalau tidak tercapai, minimal Prabowo akan dipermalukan karena asbun.

Prabowo memaparkan misi ekonomi yang konkrit untuk mencapai target hebat tersebut. Beliau menyatakan akan fokus pada pembangunan pertanian. Beliau menargetkan untuk menanam 4 juta lahan aren untuk industri biodiesel. Dan visi ini terintegrasi bagus dengan terciptanya 24 juta lapangan kerja dan biodiesel itu bisa menggantikan impor BBM kita.

Selain itu beliau juga anti menyerahkan semua persoalan kepada mekanisme pasar. Beliau akan menjadikan BUMN sebagai motor penggerak ekonomi bangsa, alih-alih menjualnya kepada pihak asing. Ini juga bagus karena semangat wiraswasta belum ada pada rakyat Indonesia, maka harus ada perusahaan negara yang memimpin di depan untuk menggerakkan bisnis.

Secara ringkas, dari sisi visi ekonomi, SBY itu terlalu normatif, JK sangat praktis dan 'problem solver' lapangan yang hebat, sementara Prabowo memiliki visi dan misi ekonomi yang jelas dan sangat bisa dimengerti.

* * *

Banyak orang mengecam masa lalu Prabowo. Beliau adalah menantu Pak Harto, presiden hebat yang jasa-jasanya dicampakkan oleh bangsanya sendiri. Prabowo juga dianggap terlibat terhadap kasus penculikan aktifis di era Pak Harto.

Peter Drucker dalam The Effective Executive menjelaskan pentingnya kita berpusat pada kekuatan seseorang dan bukan kepada kelemahannya.

Peter Drucker mengisahkan bagaimana Presiden Abraham Lincoln memenangkan perang sipil di AS. Pada suatu masa pasukan Lincoln kalah terus di medan perang. Titik balik kemenangan pasukan Lincoln adalah ketika beliau menunjuk Jendral Grant. Jendral Grant adalah pemimpin perang yang hebat yang memiliki kebiasaan buruk dengan minuman beralkohol. Kelemahan ini bertolak belakang dengan Lincoln yang terkenal sebagai orang yang bersih dan tahu persis bahwa alkohol adalah berakibat buruk bagi kesehatan.

Presiden Lincoln bertekad memilih Jendral Grant karena kekuatan, bukan karena kesempurnaan, bukan karena hidup bersihnya. Pencapai tujuan akan efektif dengan memilih orang yang memiliki kekuatan!

Prabowo mungkin memiliki masa lalu yang tak sempurna, namun saat ini dia adalah calon pemimpin yang memiliki kekuatan visi dan misi ekonomi yang hebat.

Masalah lain yang muncul adalah Prabowo adalah 'cuma' calon wakil presiden. Sementara Megawati adalah calon presiden yang kemampuannya sangat diragukan.

Ada 'blessing in disguise' dalam perpolitikan di Indonesia. Sistem presidensial kita memiliki banyak kelemahan, namun juga menyediakan peluang bagi Prabowo. Paket presiden dan wakil presiden dalam sistem pemerintahan presidensial kita, dapat dengan mudah menjadi paket presiden dan perdana menteri. Megawati bisa menjadi kepala negara, sementara Prabowo bisa menjadi kepala pemerintahan/ perdana menteri.

* * *

Pemimpin harus memancarkan optimisme bagi rakyatnya. Dengan target pertumbuhan ekonomi 10% itu Prabowo telah membangkitkan optimisme kita. Dan yang patut dicatat, Prabobowo sangat paham dengan pertumbuhan ekonomi yang sedang-sedang saja, maka bangsa Indonesia akan begini terus sampai puluhan tahun ke depan. Nasib bagsa Indonesia tidak akan berubah banyak dengan pertumbuhan di bawah 10%. Hanya dengan pertumbuhan dua angka yang konsisten yang dapat menaikkan kesejahteraan dan martabat bangsa Indonesia.

Tidak ada pemimpin yang cocok di segala musim. Dan pada musim ini negara kita sedang membutuhkan pemimpin dengan kecerdasan tinggi, yang berani memasang target yang optimis dan siap dengan rencana logis dan konkrit untuk membangun negara ini. Saya kira memberi kesempatan kepada Prabowo Subianto untuk berkarya bagi bangsa ini adalah sebuah pilihan yang baik.

* * * * *

Wednesday, May 13, 2009

Profiles in Courage versi Indonesia

* SBY For President

Tahun 1955 John F Kennedy mendapat hadiah Putlizer untuk karyanya Profiles in Courage. Buku ini menggambarkan kegigihan 8 Senator Amerika Serikat – yang hidup di jaman, tempat berbeda dan menghadapi masalah yang berbeda pula – dalam mempertahankan idealisme sendiri yang berhadapan dengan partainya sendiri ataupun pendapat umum. Semua Senator ini berani menghadapi semua kritikan tajam, cercaan dari semua orang dan resiko kehilangan popularitas. Buku ini adalah tentang keberanian. Kennedy mengutip Ernest Hemingway yang mengungkapkan “courage is grace under pressure”.

Calon presiden terkuat, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), memilih Boediono sebagai calon wakil presiden (cawapres) dalam pemilihan presiden Republik Indonesia periode 2009 – 2014.

Tindakan berani SBY, yang diluar pakem, yang memilih cawapres yang tidak berasal dari partai politik ini tentu saja mendapat kritikan tajam dari mitra dari koalisi yang baru saja dibina.

Yang patut ditonjolkan dalam preferensi SBY ini adalah Boediono - gubernur Bank Indonesia saat ini - merupakan seorang ekonom yang berpengalaman dan kompeten. Boediono mencerminkan orang yang berhasil memegang jabatan tinggi karena kemampuan teknisnya. Dan SBY memilih Boediono lebih karena alasan teknis.

Dan dengan alasan ini maka SBY terancam kehilangan dukungan banyak pihak termasuk masyarakat. Partai politik yang marah jelas akan menarik dukungan, sedangkan masyarakat akan melihat kombinasi ini tidak ideal secara geografis, karena, sama seperti Letto, keduanya sama-sama wong Jowo.

Pemilihan cawapres seperti Boediono ini membuktikan SBY itu orang yang berani, dan tidak seperti yang dikatakan banyak orang bahwa dia peragu. Keberanian SBY ini membuat ia masuk nominasi Profiles in Courage versi Indonesia. Paling tidak saat ini baru ada satu nama yang pantas masuk daftar, yaitu: Pak Harto!

* * *

Berpolitik itu butuh keberanian. Tapi selain itu berpolitik itu juga harus mengesankan. Ada banyak orang yang memegang jabatan hebat dan tinggi di negeri ini akan segera kita lupakan, karena kita tidak melihat warisan baik yang ia tinggalkan. Berapa banyak pemimpin partai atau politikus yang pada suatu masa berita tentangnya banyak menghiasi media massa, lalu kemudian turun dan menghilang dan kita sama sekali tidak bisa mengenang jasa-jasanya bagi negeri ini.

Tentu saja jalan SBY masih sangat panjang. SBY harus mengatasi kompetitor kuatnya seperti Jusuf Kalla, ataupun Megawati dan Prabowo. Tapi SBY sudah memulai langkah berani pertama.

Melihat keadaan politik sekarang, saya berasumsi SBY akan bisa melanjutkan pemerintahannya, sehingga SBY bisa melanjutkan ke langkah berani berikutnya.

Langkah berani berikutnya yang patut kita tunggu dari presiden mendatang adalah penerapan teknokrasi. Anggota kabinet tidak usah lagi mengambil dari orang-orang partai namun terdiri dari para profesional yang kompeten dalam bidangnya masing-masing. Kabinet di jaman reformasi memiliki banyak ketua ataupun aktifis partai.

Indonesia masih membutuhkan orang yang memiliki kompetensi sangat tinggi untuk membangun berbagai sektor. Orang itu harus sangat menguasai permasalahan secara komprehensif. Sungguh tidak arif dan bijaksana menyerah suatu urusan departemen kepada yang bukan ahlinya seperti ketua /aktifis partai dimana mereka harus belajar dulu sebelum menjalankan tugas. Kalau mereka “quick learner” ya mungkin tidak apa-apa, tapi kalau ternyata mereka memang tidak kompeten yang akan dipertaruhkan dan dirugikan adalah kesejahteraan rakyat.

Sesungguhkan seorang presiden tidak perlu khawatir kekurangan stok orang-orang yang andal pada suatu bidang. Ada banyak bintang-bintang cemerlang yang telah mengabdikan hidupnya di suatu bidang.

Saya memikirkan misalnya Onno W Purbo sebagai Menteri Komunikasi dan Informasi, Fadel Muhammad/ Gamawan Fauzi sebagai Menteri Dalam Negeri, Yohanes Surya/ Anies Baswedan sebagai Menteri Pendidikan, Ulil Abshar-Abdalla sebagai Menteri Agama, Soemanto/ Master Limbad sebagai Menteri Pertahanan Keamanan, Ponari sebagai Menteri Kesehatan. (Tentu saja 2 menteri terakhir tidak benar ;-))

Selanjutnya kita juga berharap SBY melakukan langkah berani terakhir yaitu mempersiapkan kadernya untuk melanjutkan estafet kepemimpinan. Mantan Direktur BRI, Djokosantoso Moeljono pernah mengungkapkan secara indah tugas pemimpin yang pertama, adalah: mempersiapkan pengganti!

Pak Harto pernah mempersiapkan Habibie sebagai penggantinya. Inilah saatnya SBY melakukan hal serupa. Saya berandai-andai, beranikah SBY menunjuk kader muda potensial partai Demokrat seperti Anas Urbaningrum sebagai calon penerusnya?

SBY memiliki modal besar untuk tugas bersejarah ini. Dan jika tidak meleset dalam pemilihan presiden mendatang, SBY akan sampai di puncak kemashyurannya. Apapun yang dikatakan SBY tentang pengantinya akan didengar orang.

Keberanian SBY akan tuntas jika dia sanggup mempersiapkan kadernya dari sekarang. SBY akan berhak masuk dalam Profiles in Courage versi Indonesia. Dan kita akan mengenang kepemimpinannya.

* * * * *

Friday, May 8, 2009

Seks

Kasus Antasari Azhar, ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) benar-benar mengagetkan kita. Sang pahlawan anti korupsi itu dituduh mendalangi pembunuhan seorang pengusaha dengan latar belakang motif kisah asmara segitiga.

Saya – mungkin termasuk banyak orang lain – tidak percaya Pak Antasari melakukan hal tercela ini.

Ada 2 kemungkinan kasus ini, yaitu: Pak Antasari bersalah atau tidak bersalah. Tapi apapun hasil akhirnya tema seks tetap memegang peranan utama.

Kalau Pak Antasari bersalah, maka sudah jelas daya tarik seks begitu kuat, sehingga bisa meruntuhkan iman seseorang. Atau dalam bahasa gaulnya iman boleh kuat, tapi imron ini yang tak kuat. Pater MAW Brouwer bilang pria itu seperti anjing, walaupun di rumah telah disediakan makanan lezat, namun masih juga mengendus-endus kotoran ayam di jalan.

Kalau Pak Antasari tidak bersalah maka aktor di balik konspirasi ini benar-benar memahami psikologi manusia yang sangat terikat kuat dengan tema seks, sehingga orang sangat mudah percaya dengan isu skandal seks ataupun sangat mudah menjebak seorang pahlawan dengan menawarkan seks.

Kasus ini hanya meneguhkan peranan seks sebagai alat utama keberlangsungan hidup manusia. Seks diciptakan alam supaya manusia bisa melanjutkan keturunannya. Sehingga sampai kapanpun, di jaman apapun, seks tetaplah tema utama kemanusiaan.

Mengapa bisa demikian?

* * *

Samuel Butler mengungkapkan ide yang menarik yaitu: “a hen is only the egg's way for making another egg”. Ayam hanyalah sebuah sarana bagi telur untuk membuat telur yang lain. Konsep menarik ini kemudian dikembangkan oleh Sang Jenius, Richard Dawkins, dengan “The Selfish Gene”, Gen Egois. Manusia – seperti seekor ayam – hanyalah sebuah cara bagi gen untuk menggandakan dirinya. Seluruh gerak gerik dinamis manusia di sepanjang sejarah hanyalah manipulasi oleh gen untuk menggandakan dirinya.

Konsep luar biasa ini membalikkan pikiran kita bahwa gen hanya bagian dari organisme. Perspektif kita berubah. Bukanlah organisme yang menjadi aktor utama dalam kehidupan ini, tapi gen lah yang membuat dan mengendalikan aktor utama ini.

Manusia (atau analogi ayam) yang bisa bergerak dinamis tidak usah terlalu ge-er terhadap peranannya dalam kehidupan ini. Pemikiran Descates tentang “saya berpikir, maka saya ada” ataupun pendapat eksistensialis tentang keutamaan eksistensi manusia bisa dicampakkan oleh perspektif kepentingan gen. Pikiran ataupun eksistensi manusia hanyalah alat bertahan hidup bagi gen (atau analogi telur) yang memiliki tujuan utama yang sangat sederhana, yaitu: menggandakan diri!

Tempat alat pengganda ini bekerja secara ideal adalah organisme biologi. Dan setiap organisme ini memiliki masa hidup tertentu. Sebelum organisme tersebut mati, dia harus mempunyai keturunan. Oleh karena itu gen merekayasa lagi teknik penggandaan untuk kepentingan gen sendiri melalui kenikmatan hubungan seks. Dengan sarana ini kelangsungan hidup gen menjadi langgeng.

Evolusi manusia (maupun binatang), baik secara fisik maupun budaya, selalu mengarah pada harapan manusia untuk berhubungan seks. Mengapa para lelaki memamerkan keperkasaannya, senang mencari harta, senang kekuasaan? Mengapa para wanita senantiasa bersolek, mempercantik diri berusaha memikat pria? Semua itu – entah disadari ataupun tidak – adalah demi kesempatan yang lebih besar untuk berhubungan seks dan mendapatkan keturunan.

Hampir seluruh upaya manusia di dunia ini adalah untuk melanggengkan keturunannya dan ini berarti kelanggengan “hidup” gen itu sendiri.

* * *

Seks adalah manipulasi gen pada hidup manusia untuk memperoleh keturunan. Seks – alat ciptaan gen – ini sedemikian dahsyatnya sehingga siapapun bisa tunduk kepada dorongan seks ini.

Kemarin Pak Rhenald Kasali menulis kisah tragis tentang Profesor David Gale penentang hukuman mati yang secara tragis justru dihukum mati karena kasus pemerkosaan. Kemungkinan yang paling besar adalah sang profesor dijebak dan dirayu dengan seorang wanita untuk berhubungan seks.

Begitu juga halnya dengan Martin Luther King yang konon kabarnya mempunyai libido tinggi dan dipaksa oleh FBI untuk bunuh diri setelah direkam berhubungan seks dengan seorang wanita muda.

Ataupun Mahatma Gandhi yang tidur telanjang dengan wanita muda, memang bukan untuk berhubungan seks, tapi menggunakan daya tahan terhadap godaan seks untuk mendapatkan tingkat pengendalian diri yang super hebat.

Seks sebagai alat ciptaan gen untuk menggandakan dirinya sendiri adalah alat yang luar biasa dahsyat. Penggandaan gen adalah dasar dari seluruh aktifitas kita. Maka dari itu waspadalah, karena ada gen di dalam kita – dan bukan semata pikiran kita – yang mengendalikan hidup kita.

* * * * *