Sunday, August 30, 2009

Bahasa Indonesia Boleh Jadi Berasal dari Malaysia

Revised (1/9/2009)

Tari Pendet memang berasal dari Indonesia. Reog, batik, angklung dan lagu Rasa Sayange adalah juga berasal dari Indonesia. Namun tanpa disadari bahasa Indonesia, bahasa nasional kita adalah berasal dari Malaysia!

Mungkin ada argumentasi bahwa sebagian bangsa Indonesia dari dulu juga menggunakan bahasa Melayu. Argumentasi ini sangat lemah ditinjau dari sisi jumlah pemakai, maupun sejarah bahasa Melayu.

Sebelum bahasa Indonesia dipergunakan secara luas, hanya ada tiga daerah di Indonesia yang memakai bahasa Melayu, yaitu: suku Melayu di Sumatera Utara, suku Melayu di pulau-pulau di sekitar Riau, dan suku Melayu di Kalimantan Barat. Dan sampai sekarang di ketiga daerah ini masih menggunakan bahasa yang mirip dengan bahasa Melayu di Malaysia. Jadi jika dibandingkan dengan dengan jumlah populasi Indonesia keseluruhan, prosentase populasi suku Melayu di Indonesia adalah sangat kecil.

Lagi pula kalau argumen bahwa fakta keberadaan suku Melayu di Indonesia membuat bangsa Indonesia sah mendaku bahasa Melayu sebagai bahasa nasional adalah argumen yang lemah. Bagaimana dengan keberadaan perantau dari Ponorogo di Johor dan Selangor Malaysia yang membawa seni reog ke sana? Mengapa pula Malaysia tidak bisa mendaku serupa terhadap kesenian reog? Dan perlu diketahui Malaysia tidak mendaku kesenian ini sebagai milik mereka, tapi semata sebagai kebudayaan yang memang ada di sana. Sebagai bandingan adalah kesenian barongsai yang berasal dari Cina yang juga dimainkan secara luas oleh keturunan perantau Cina di Indonesia.

Dari wikipedia http://en.wikipedia.org/wiki/Malay_language dan http://www.articlesbase.com/languages-articles/the-history-of-malay-language-223538.html sejarah perkembangan bahasa Melayu menuju bahasa Melayu yang moderen bisa menjelaskan bahwa bahasa Indonesia ini berasal dari Malaysia.

Memang bahasa Melayu berevolusi dari Melayu kuno ke Melayu modern. Bahasa Melayu kuno adalah bahasa yang dijumpai pada beberapa prasasti seperti Kedukan Bukit yang ditemukan di Palembang, Sumatera Selatan. Namun yang perlu dicatat adalah bahasa ini sama sekali tak dimengerti oleh pengguna bahasa Melayu moderen. Dan jangan lupa bahasa ini juga sangat dipengaruhi bahasa Sansekerta, lingua franca agama Hindu dan Budha. Saya khawatir kalo logika ini diteruskan maka bahasa Melayu itu akan berasal dari india. Dan bahasa India itu akan berakar pada bahasa nenek moyang pertama umat manusia, yaitu di Afrika!

Dari http://melayuonline.com/ind/history/dig/437/batu-bersurat-terengganu dapat dilihat bukti bahwa prasasti pertama berbahasa Melayu ditemukan di Terengganu, Malaysia yang populer disebut Batu Bersurat Terengganu. Prasasti ini bertanggal Jumat, 4 Rajab 702 H atau bertepatan dengan tanggal 22 Februari 1303 M.

Memang beberapa sumber menyebutkan bahwa bahasa Melayu pertama berasal dari Pasai, Aceh. Namun tulisan yang tertulis di makam raja pertama Pasai, Malik as-Saleh yang bertahun 1297 masih berbahasa Arab. Dan sebagai tambahan bahasa Melayu tak pernah berkembang di Aceh dibandingkan di Malaysia.

Adapun bahasa Melayu moderen dipopulerkan oleh Kerajaan Malaka di tahun 1401 – 1511. Pada periode ini cikal bakal bahasa Melayu digunakan secara luas sebagai bahasa perdagangan. Bahasa ini memasukkan semua unsur dari mulai Sansekerta, Arab dan Persia. Dari bahasa Melayu yang dikembangkan di Malaka inilah kemudian berevolusi menjadi berbagai ragam bahasa Melayu moderen.

Memang pendiri kerajaan Malaka itu adalah keturunan kerajaan Sriwijaya dari Indonesia. Namun kalau logika ini diteruskan, maka sebagian besar orang Indonesia adalah dari Yunnan, Cina. Jadi apakah bisa dikatakan semua produk budaya keturunan orang Yunnan yang dibuat di Indonesia adalah milik Cina?

Jadi dilihat dari fakta bahwa prasasti berbahasa Melayu pertama ditemukan di Malaysia dan bahasa Melayu moderen dipopulerkan oleh kerajaan Malaka di Malasia, maka dapat disimpulkan bahwa bahasa Melayu adalah berasal dari Malaysia.

Bahasa Indonesia adalah berakar dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia bukan berakar dari bahasa Jawa, Sunda, Batak ataupun Bugis. Bukti yang paling gampang adalah penutur yang hanya mengerti bahasa Indonesia akan 90% mengerti bahasa Melayu, sebaliknya penutur itu hampir 0% mengerti bahasa Jawa, Sunda, Batak ataupun Bugis.

Sejak tahun 1928, bangsa ini sudah mendaku bahasa yang diciptakan suku Melayu di Malaysia itu sebagai bahasa pemersatu. Bahkan yang lebih gawat lagi, Malaysia hanya mendaku kepemilikan produk budaya melalui promosi wisata, sementara bangsa Indonesia mendaku kepemilikan bahasa Melayu melalui Undang-Undang Dasar 1945.

Jika Indonesia terus berteriak Malaysia sebagai maling budaya, bagaimana kalau mereka berteriak balik bahwa bangsa kita adalah maling bahasa?

* * *

Suatu sumber menyebutkan bahwa Malaysia merasa budaya-budaya dari Indonesia tersebut adalah berasal dari tanah Melayu yang meliputi wilayah Indonesia juga. Jadi produk budaya yang dibuat di Indonesia dianggap sebagai produk budaya bangsa serumpun.

Dalam pergaulan antar bangsa yang telah berlangsung ratusan hingga ribuan tahun, selalu terjadi interaksi. Pemakaian produk budaya bangsa lain sudah biasa terjadi. Dari hasil interaksi itulah banyak produk budaya hibrida kemudian diciptakan.

Adikarya bangsa Indonesia seperti wayang mendapat sumbangan cerita seru Mahabarata dan Ramayana dari bangsa India. Bahkan lagu Rasa Sayange yang berasal dari Indonesia itu mengadopsi pantun Melayu dari Malaysia.

Lalu apakah pemakaian budaya harus meminta ijin? Ini pertanyaan sulit. Apakah bangsa Jepang dulu meminta ijin bangsa Cina waktu mengembangkan permainan Go dan seni tanaman bonsai? Apakah bangsa Indonesia pernah meminta ijin kepada bangsa India atas pemakaian cerita Mahabarata dan Ramayana tersebut? Apakah bangsa Indonesia pernah meminta ijin kepada bangsa Malaysia atas pemakaian produk bahasanya?

Tampaknya bangsa Indonesia harus merelakan budayanya dipakai bahkan mungkin dikembangkan di negara lain.

* * * * *


First Published (30/8/2009)

Tari Pendet memang berasal dari Indonesia. Reog, batik, angklung dan lagu Rasa Sayange adalah juga berasal dari Indonesia. Namun tanpa disadari bahasa Indonesia, bahasa nasional kita adalah berasal dari Malaysia!

Mungkin ada argumentasi bahwa sebagian bangsa Indonesia dari dulu juga menggunakan bahasa Melayu. Argumentasi ini sangat lemah ditinjau dari sisi jumlah pemakai, maupun asal usul suku Melayu di Indonesia.

Sebelum bahasa Indonesia dipergunakan secara luas, hanya ada tiga daerah di Indonesia yang memakai bahasa Melayu, yaitu: suku Melayu di Sumatera Utara, suku Melayu di pulau-pulau di sekitar Riau, dan suku Melayu di Kalimantan Barat. Dan sampai sekarang di ketiga daerah ini masih menggunakan bahasa yang mirip dengan bahasa Melayu di Malaysia. Jadi jika dibandingkan dengan dengan jumlah populasi Indonesia keseluruhan, prosentase populasi suku Melayu di Indonesia adalah sangat kecil.

Dan fakta-fakta lain juga menunjukkan bahwa nenek moyang suku Melayu di Indonesia adalah berasal dari Malaysia. Yang paling menyolok dapat dilihat dari perbedaaan besar budaya antara suku Melayu di Kalimantan Barat dan Sumatera Utara yang sangat berbeda dengan suku asli setempat, yaitu Dayak dan Batak yang tinggal lebih lama di daerah tersebut. Ini menunjukkan suku Melayu adalah pendatang di tempat tersebut. Sementara itu suku Melayu di pulau-pulau sekitar Riau adalah juga berasal dari Malaysia. Suku Melayu di Malaysia terletak di pulau utama (mainland), sedangkan suku Melayu di Riau tinggal di pulau-pulau kecil di sekitar pulau utama. Logika yang masuk akal adalah orang-orang di pulau-pulau kecil itu adalah orang-orang yang berasal dari pulau utama dan bukan sebaliknya.

Argumentasi lain mungkin menyebutkan bahasa Melayu bukan hanya bahasa suku, tapi juga bahasa perdagangan (lingua franca). Sejak dulu bahasa yang digunakan secara luas di masyarakat yang berhubungan secara ekonomi.

Tentu saja argumen tersebut tidak bisa diterima. Andaikan batik sudah mendunia sebagai tren busana internasional. Nelson Mandela tokoh besar dari Afrika Selatan juga suka memakai batik. Cina juga mulai memproduksi batik. Lalu apakah negara-negara tersebut bisa membuat klaim kepemilikan batik? Tentu saja tidak.

Jadi kita harus mengakui bahwa bahasa Indonesia adalah berasal dari bahasa Melayu Malaysia. Bahasa ini terbukti sangat berguna bagi pembentukan bangsa Indonesia. Dan sejak tahun 1928, bangsa ini sudah melakukan klaim terhadap bahasa yang diciptakan suku Melayu Malaysia sebagai bahasa pemersatu. Bahkan yang lebih gawat, Malaysia hanya membuat klaim kepemilikan produk budaya melalui promosi wisata, sementara bangsa Indonesia membuat klaim kepemilikan bahasa Melayu melalui Undang-Undang Dasar 1945.

Jika Indonesia terus berteriak Malaysia sebagai maling budaya, bagaimana kalau mereka berteriak balik bahwa bangsa kita adalah maling bahasa?

* * *

Suatu sumber menyebutkan bahwa Malaysia merasa budaya-budaya dari Indonesia tersebut adalah berasal dari tanah Melayu yang meliputi wilayah Indonesia juga. Jadi produk budaya yang dibuat di Indonesia dianggap sebagai produk budaya bangsa serumpun.

Dalam pergaulan antar bangsa yang telah berlangsung ratusan hingga ribuan tahun, selalu terjadi interaksi. Pemakaian produk budaya bangsa lain sudah biasa terjadi. Dari hasil interaksi itulah banyak produk budaya hibrida kemudian diciptakan.

Adikarya bangsa Indonesia seperti wayang mendapat sumbangan cerita seru Mahabarata dan Ramayana dari bangsa India. Bahkan lagu Rasa Sayange yang berasal dari Indonesia itu mengadopsi pantun Melayu dari Malaysia.

Lalu apakah pemakaian budaya harus meminta ijin? Ini pertanyaan sulit. Apakah bangsa Jepang dulu meminta ijin bangsa Cina waktu mengembangkan permainan Go dan seni tanaman bonsai? Apakah bangsa Indonesia pernah meminta ijin kepada bangsa India atas pemakaian cerita Mahabarata dan Ramayana tersebut? Apakah bangsa Indonesia pernah meminta ijin kepada bangsa Malaysia atas pemakaian produk bahasanya?

Tampaknya bangsa Indonesia harus merelakan budayanya dipakai bahkan mungkin dikembangkan di negara lain.

* * * * *

Friday, August 21, 2009

My Name is Khan

Amerika Serikat (AS) adalah bangsa yang besar. AS berkuasa atas ekonomi, ilmu pengetahuan, militer dan budaya. Apa yang baik bagi AS, maka akan baik pula bagi seluruh dunia. Entah itu dilakukan secara sukarela maupun dipaksa. Namun di balik segala kebesaran itu kita temukan pula berbagai kekonyolan-kekonyolan yang layaknya dilakukan oleh bangsa kelas teri.

Beberapa lalu serang profesor berkulit hitam, Henry Louis Gates pulang ke rumahnya sendiri. Ketika akan membuka pintu, ternyata kuncinya macet. Tentu saja dia berusaha masuk (ke rumahnya sendiri) dengan memaksa. Kemudian ada yang melapor ke polisi, bahwa seseorang (berkulit hitam) sedang berusaha mendobrak masuk ke sebuah rumah. Tak lama kemudian datanglah polisi konyol kulit putih bernama James Crowley yang tanpa ragu meringkus sang profesor kulit hitam yang sedang berusaha masuk ke rumahnya sendiri!

Peristiwa konyol ini kemudian membesar menjadi debat nasional. Kata kuncinya adalah 'racial profiling' , suatu penilaian terhadap sesuatu semata-mata berdasarkan rasnya. Untunglah ada Presiden Obama yang mampu secara elegan menyelesaikan masalah. Profesor kulit hitam dan polisi konyol kulit putih diundang ke gedung putih. Mereka bersantai bersama sambil minum bir. 'Beer Summit' begitu pers menjuluki rekonsiliasi dengan bir ala Presiden Obama. Si hitam dan si putih berbaikan kembali walaupun tetap ada perbedaan prinsip menanggapi kasus ini. Case closed.

Namun ternyata kekonyolan belum berhenti. Baru-baru ini kekonyolan menimpa bintang besar Bollywood yang terkenal di seluruh dunia, Shahrukh Khan. Dia diinterograsi panjang di sebuah bandara AS, Newark, hanya gara-gara namanya tidak bisa hilang dari daftar komputer sebagai orang berbahaya. Nama Shahrukh Khan adalah nama yang berhubungan dengan Islam dan sebagian orang Islam adalah teroris. Maka tak pelak lagi bintang setenar dan sekaya Shahrukh Khan, yang 100% tidak punya alasan jadi teroris dinterograsi panjang layaknya maling kelas teri.

Kata kunci dalam kasus Shahrukh Khan ini adalah Islamophobia. Ketakutan dan kebencian terhadap orang Islam. Shahrukh Khan adalah kasus yang paling baru. Sebelumnya ada deretan panjang dari tokoh-tokoh internasional yang memiliki nama Islam yang mengalami penghinaan yang sama. Dari India sendiri sudah cukup panjang, yaitu mantan presiden Abdul Kalam, artis Bollywood lain seperti Irfan Khan, Aamir Khan, dan Salman Khan. Menteri Luar Negeri Malaysia yang kemudian menjadi perdana menteri, Abdullah Ahmad Badawi, juga pernah dipermalukan oleh pihak imigrasi AS.

Kita tunggu saja apakah Presiden Obama akan melakukan “Non Alcohol Beer Summit II” untuk meredakan ketegangan dengan Muslim yang masuk ke AS.

* * *

Racial Profiling dan Islamophobia tentu saja ada benarnya. Mungkin saja benar, statistik akan menunjukkan prosentasi orang kulit hitam melakukan kejahatan lebih besar daripada orang kulit putih dan teroris yang paling berbahaya saat ini adalah beragama Islam. Maka sikap berjaga-jaga dan mencegah terjadinya kejahatan memang sudah selayaknya dilakukan.

Tapi tentu saja sebagai negara dengan peralatan canggih seperti AS tidak dibenarkan untuk berlaku sembarang bahkan kekonyolan.

Majalah Time sudah memasukkan Shahrukh Khan ke dalam daftar 50 orang paling berpengaruh. Sekitar tahun 2000 majalah Newsweek juga menulis Sharukh Khan adalah jawaban bangsa India terhadap Tom Cruise Amerika Serikat. Pihak imigrasi sebagai pihak yang berhubungan dengan dunia internasional seharusnya mengerti terhadap fakta ini.

Bangsa AS adalah bangsa pencipta google dan wikepedia. Mengapa pihak imigrasi itu tidak menggunakan saja fasilitas itu untuk menginterogasi Shahrukh Khan? Bahkan kalau ingin tahu lebih jelas foto Shahrukh Khan tinggal di - google images saja. Jika memang niat, pihak imigrasi AS sangat bisa mendata di dalam komputernya tokoh dunia maupun pejabat pemerintah yang beragama Islam, sehingga tidak perlu menghina mereka dengan interogasi konyol.

Tindakan bangsa AS selama ini sudah cukup bangsa menyinggung perasaan Muslim, maka sebaiknya tidak usah lagi ditambah dengan penghinaan terhadap tokoh Muslim.

* * * * *

Wednesday, August 5, 2009

Harapan Kepada Bangsa Iran

Presiden terpilih Iran saat ini, Mahmoud Ahmadinejad, di tahun 2006 pernah melakukan perlawanan heroik terhadap bangsa Eropa dalam soal penguasaan teknologi nuklir. Negara besar Eropa seperti Inggris, Perancis dan Jerman menawarkan reaktor air-ringan sebagai ganti program pengayaan uranium Iran yang dicurigai sebagai tameng program pengembangan senjata nuklir.

Untuk menanggapi hal ini kemudian Ahmadinejad mengucapkan sesuatu yang terkenal: “Mereka mengatakan ingin memberikan bangsa Iran insentif, tapi mereka berpikir mereka sedang berhubungan dengan anak kecil berusia 4 tahun, sambil mengatakan mereka akan memberikan permen dan sebagai gantinya mereka akan mengambil emas”.

Perlawanan heorik Ahmadinejad ini tidak saja menjadikannya pahlawan bagi bangsa Iran, namun juga pahlawan bagi dunia Islam. Penguasaan terhadap teknologi nuklir dianggap sebagai hal terbaik untuk menaikkan harga diri suatu bangsa atau suatu kaum. Impian seperti ini juga terjadi di Korea Utara. Tidak peduli rakyatnya miskin dan kelaparan, negara itu tetap saja menghamburkan uang negara untuk suatu teknologi yang sama sekali tak berhubungan dengan kesejahteraan rakyat.

Ketika negara tertentu mengembangkan senjata mematikan, maka negara-negara Eropa dan Amerika Serikat (AS) akan menggunakan segala kekuatan dan pengaruhnya untuk menekan bangsa tersebut, baik secara ekonomi maupun opsi militer. Jika ini terjadi maka yang paling menderita adalah rakyat biasa di negara tersebut.

* * *

Awal tahun 2007, militer Cina meluncurkan rudal teknologi tinggi yang bisa menghancurkan satelit di ruang angkasa. Cina telah berhasil dalam misi ini dan menjadi negara ketiga, setelah Amerika Serikat dan Uni Soviet, yang menguasai teknologi ini.

AS dan Uni Soviet memulai program ini tahun 1980 an. Dan terakhir, pada tahun 1985, AS berhasil menghancurkan satelitnya sendiri di ruang angkasa. Namun ternyata dampak dari penghancuran satelit di ruang angkasa ini menghasilkan limbah potongan satelit di ruang angkasa, maka kedua belah pihak sepakat menghentikan program ini.

Setelah 20 tahun, justru Cina yang membangkitkan kembali pengembangan senjata jenis ini. Tentu saja Amerika Serikat dan sekutunya seperti kebakaran jenggot. Mereka melakukan protes atas tes rudal ini. Amerika Serikat sebagai negara adidaya tunggal tentu saja mulai takut terhadap kemampuan China. Militer Amerika Serikat sangat tergantung kepada satelit-satelit di ruang angkasa untuk keperluan navigasi, komunikasi dan pemandu rudal. Dapat dibayangkan jika suatu negara bisa menghancurkan satelit-satelit AS, maka kedigdayaan militer AS dapat segera dilumpuhkan.

* * *

Lalu mengapa AS tidak pernah sedikitpun pernah berpikir melakukan sanksi ekonomi terhadap Cina? Bukankah kemampuan Cina lebih membahayakan keamanan nasional AS daripada kemampuan Iran dan Korea Utara? Mengapa AS, sang negara adidaya begitu tidak adil?

Jawabannya mudah. Cina tidak akan mungkin menyerang AS, begitu pula sebaliknya. Sangat kecil kemungkinan terjadi perang antara Cina dan AS dalam waktu dekat ini, bahkan di sepanjang umur kita. Mengapa bisa begitu?

Adalah Thomas Friedman memberikan penjelasan atau teori yang sangat menarik mengenai pencegahan perang karena faktor kepentingan ekonomi..

Teori pertama Friedman adalah Teori Pencegah Konflik Busur Emas, yang menyatakan tidak ada 2 negara yang memiliki gerai McDonald akan berperang satu sama lain. Busur Emas adalah simbol dari McDonald, restoran cepat saji paling terkemuka di dunia yang terdapat di mana-mana di seluruh dunia.

McDonald adalah simbol globalisasi dimana suatu negara melebur dengan bangsa-bangsa lain di seluruh dunia dan bekerja sama untuk memajukan ekonomi. Negara yang memiliki Mc Donald mengisyaratkan bahwa mereka bisa bekerjasama dengan orang asing dari seluruh dunia. Kerjasama yang erat dengan seluruh dunia ini mengakibatkan semua negara akan berpikir panjang untuk memulai perang dengan negara lain yang akan berakibat buruk bagi ekonomi dalam negeri.

Memang kenyataan empiris menunjukkan teori ini tidak sepenuhnya berlaku ketika NATO membom Serbia, Rusia berperang dengan Georgia. Namun menurut Friedman semua perang itu berlangsung singkat. Dan poin utamanya tetap benar, tidak ada negara yang mau kehilangan tempatnya dalam era globalisasi. Perang yang berkelanjutan akan cepat melumpuhkan ekonomi suatu negara.

Selanjutnya Thomas Friedman memberikan teori baru yang lebih mendalam, yaitu Teori Dell untuk Pencegahan Konflik. Teori ini menetapkan bahwa tidak ada 2 negara yang termasuk dalam suatu rantai suplai global, misalnya untuk perakitan komputer Dell, akan saling berperang. Karena bila kedua negara ini saling menghancurkan, maka produksi Dell akan terganggu, pasar Dell terganggu, permintaan akan turun, sehingga akhirnya akan menghancurkan ekonomi kedua negara tersebut.

* * *

Intinya adalah soal ekonomi. Semua negara waras akan memperhatikan masalah ekonomi. Dan semua negara waras yang ingin memakmurkan rakyatnya pastilah akan turut dalam arus globalisasi. Ada pasar yang luar biasa besar dalam globalisasi. Asalkan pemerintahnya cerdas, maka semua negara pasti akan kebagian kue ekonomi yang besar itu.

Cina melakukan hal ini. India melakukan hal ini. Kedua negara ini sudah terhubung dengan globalisasi. Kedua negara ini sudah masuk dalam rantai suplai produk-produk global. Maka ketika mereka mengembangkan senjata nuklir, tidak ada kemarahan. Ketika Cina berhasil dengan rudal penghancur satelitnya, memang ada sedikit kemarahan, tapi tak akan ada sanksi ekonomi.

Faktor inilah yang tidak dimiliki Iran saat ini. Negara ini seperti menjadi terpencil dalam pergaulan antar bangsa. Selama negara ini tidak mempunyai beban apa-apa untuk memulai suatu perang – ekonomi Iran sebenarnya sudah tidak sehat sebelum terjadinya perang – maka akan mengerikan sekali kalau Iran mempunyai senjata yang mematikan. Adalah wajar jika kita ingin senjata yang bisa menghancurkan planet ini hanya dimiliki oleh negara yang memiliki beban untuk mempertahankan kesejahteraan ekonomi.

Kita berharap Iran segera memulai pendekatan pragmatis ekonomi. Kita berharap bangsa Iran segera membangun rantai ekonomi yang terhubung dengan bangsa-bangsa di seluruh dunia, termasuk dengan AS. If you can't not beat them, join them!

* * * * *

Monday, August 3, 2009

Mengurangi Jumlah Petani

Ciri khas negara maju adalah lebih banyak penduduknya bekerja di sektor industri dan jasa dibandingkan di sektor pertanian. Makin sedikit jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian, menunjukkan makin maju negara tersebut.

Dari data CIA – The World Factbook menunjukkan hal ini secara jelas. Amerika Serikat hanya memiliki petani sebesar 0.6% dari jumlah angkatan kerjanya, Jerman 2,4%, Jepang 4,4%, Malaysia 13%, sementara Indonesia 42,1%.

Ketika masa kampanye lalu banyak calon presiden yang berbicara soal penguatan sektor pertanian. Padahal seharusnya yang perlu dibicarakan untuk sektor pertanian adalah Indonesia harus segera melakukan transformasi penduduknya yang semula bekerja di sektor pertanian menjadi bekerja di sektor industri.

Transformasi ini adalah model umum semua negara maju. Kecuali Singapura yang tidak memiliki tanah pertanian, semua negara maju mengalami transformasi dari negara pertanian menjadi negara yang fokus pada industri dan terakhir fokus pada jasa.

Pemikir Perancis, Jean Fourastie, membagi tahapan transformasi struktural negara menjadi negara maju yang dilihat dari transformasi struktur tenaga kerja. Dia membagi komposisi tenaga kerja menjadi 3, yaitu: sektor primer (pengolahan bahan mentah menjadi bahan baku, dari hasil pertanian hingga barang tambang), sektor sekunder (pengolahan bahan mentah menjadi barang jadi) dan sektor tersier (sektor jasa).

Tahap pertama adalah “peradaban tradisional” dimana komposisi tenaga kerja adalah 70% bekerja di sektor primer, 20% di sektor sekunder dan dan 10% di sektor tertier. Negara yang berada di fase ini tidak banyak menggunakan teknologi.

Tahap kedua adalah “periode transisi” dimana komposisi tenaga kerja adalah sektor primer 20%, sekunder 50% dan tertier 30%. Negara pada fase ini banyak menggunakan teknologi untuk sektor pertanian sehingga tenaga kerja sektor pertanian bisa berkurang drastis. Industrialisasi dimulai dengan memanfaatkan teknologi untuk menghasilkan berbagai macam barang jadi.

Ketika suatu negara sudah mencapai tahap kedua, maka suatu negara sudah mulai menuju kemakmuran. Nilai tambah produk jadi adalah lebih besar daripada komoditi. Nilai 1 kg besi berbentuk mobil adalah lebih mahal daripada 1 kg besi mentah. Apalagi harga komoditi sangat gampang berubah, sementara harga barang jadi tidak. Ditambah lagi dengan bekerja di sektor yang memiliki nilai tambah besar, maka pekerja akan dapat menikmati penghasilan yang lebih tinggi.

Tahap ketiga adalah “peradaban tertier” dimana komposisi tenaga kerja adalah sektor primer 10%, sekunder 20% dan tertier 70%. Negara pada fase ini menggunakan teknologi tinggi pada pembuatan barang sehingga tenaga kerja di sektor sekunder harus berkurang. Pekerjaan yang memaki buruh sudah digantikan robot atau dialihdayakan ke negara lain. Pada periode pasca industri ini yang berkembang adalah sektor jasa.

Memang untuk sektor jasa ini harus dijelaskan dengan agak berbeda. Penjelasan di jaman Fourastie memang sudah tidak memadai lagi. Yang perlu juga dicatat sektor jasa saat ini tidak hanya didominasi masalah pemasaran, distribusi, turisme, namun yang juga sangat berkembang adalah desain produksi manufaktur dan pemasaran. Fenomena sekarang adalah negara maju membuat desain termasuk inovasi pemasaran, sementara untuk pembuatan manufakturnya dialihdayakan kepada negara-negara berkembang yang memiliki buruh yang murah.

Kemakmuran negara pada tahap ketiga akan lebih hebat lagi, akibat besarnya nilai tambah pada sektor ini. Kenichi Ohmae menilai bahwa proses manufaktur hanya mendapatkan 25% nilai tambah. Selebihnya nilai tambah akan diperoleh dari desain, distribusi dan pemasaran. Kurva Senyum dari pendiri Acer, Stan Shih, tentang hubungan nilai tambah (sumbu y) dengan rantai nilai barang (sumbu x) juga menguatkan hal ini. Pada bagian pinggir kurva, di kiri mewakili desain dan di kanan mewakili pemasaran nilai tambahnya lebih tinggi daripada nilai tambah pada bagian tengah kurva yang mewakili industri perakitan.

* * *

Dengan paparan ini maka setiap gagasan untuk memajukan Indonesia harus memperhatikan faktor komposisi tenaga kerja di setiap sektor. Indonesia atau rakyat Indonesia tidak akan pernah bisa makmur jika sebagian besar penduduknya tumpah ruah di sektor pertanian.

Sektor pertanian kita sudah terlalu jenuh dengan tenaga kerja. Kepemilikan lahan oleh petani sudah sangat kecil sehingga tidak bisa memberikan kesejahteraan. Sementara itu sektor industri dalam negeri tidak berkembang. Maka tidak heran penduduk desa pergi keluar negeri untuk menjadi TKI ke luar negeri untuk mendapatkan kehidupan yang layak.

Indonesia harus memiliki peta jalan untuk industrialisasi. Dulu di jaman Pak Harto melalui PELITA, sudah ada kejelasan tahapan mengolah bahan mentah menjadi bahan baku, tahapan mengolah bahan baku menjadi bahan jadi. Sebenarnya sejak tahun 1993 Indonesia sudah bisa digolongkan menjadi negara industri, karena sumbangan industri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sudah melebihi 20%. Tapi secara keseluruhan kita tetap gagal menjadi negara industri karena sebagian besar penduduk kita masih bergerak di sektor pertanian yang bernilai tambah rendah.

Akhirnya, mengurangi jumlah petani adalah dengan mengembangkan sektor industri. Tenaga kerja Indonesia harus berpindah dari sektor primer ke sektor sekunder, dari sektor bernilai tambah rendah ke sektor bernilai tambah tinggi. Strategi ini akan meningkatkan pendapatan rakyat Indonesia secara keseluruhan.

* * * * *

Saturday, August 1, 2009

Facebook, Produktivitas Kerja dan Solusi Charles Handy

Seorang karyawan kelihatan tekun sekali di depan komputer. Tangannya bergerak lincah menekan tuts keyboard laptopnya. Dia tampaknya sedang bekerja. Namun keanehan muncul kemudian. Berkali-kali dia senyum-senyum sendiri. Kalau saja dia senyum tidak di depan komputer, mungkin dia sudah layak dimasukkan ke rumah sakit Grogol. Namun tampaknya dia jauh dari kategori gila. Apakah gerangan yang dilakukannya?

Ya dia sedang main facebook!

Setiap bos dan manajer memang layak curiga dengan karyawan yang tampak tekun di depan komputer. Bisa jadi dia bukan sedang mengerjakan tugasnya, tapi sedang asyik membuat status atau mengomentari status orang lain. Dan setiap karyawan juga pantas curiga sama bosnya. Bos di ruangannya belum tentu memikirkan nasib perusahaan dan kenaikan gaji karyawan, bisa jadi dia sendiri sedang sibuk main facebook juga. Toh bos juga manusia, punya teman lama, punya kenangan masa lalu yang bisa dibangkitkan kembali dengan cepat melalui facebook.

Salah satu keunggulan facebook adalah kemudahan mencari teman di masa lalu. Sebagai manusia, entah mengapa kita merasakan sensasi bila tersentuh dengan masa lalu. Benar kata orang: The present is cruel, yesterday is poetic! Dan facebook berjasa betul dalam menyediakan fasilitas hubungan dengan masa lalu ini.

Handphone memang alat canggih, tapi itu tidak bisa dengan mudah menghubungkan kita dengan masa lalu. Begitu pula pencarian google, mailing list dan chatting adalah juga alat yang canggih, namun tetap saja masih belum dapat mengintegrasikan kita.

Facebook mendobrak semua masalah integrasi itu. Ketika account dibuka, maka segera kita masuk ke gerbang masa lalu, masa kini, bahkan mungkin masa depan. Akhirnya tiada hari tanpa facebook.

* * *

Tentu saja bermain facebook (saya pikir istilah bermain adalah kata yang tepat untuk facebook) di jam kerja tetap merupakan masalah etika kerja. Tujuan perusahaan mendatangkan kita di kantor adalah untuk bekerja. Dan waktu kita di kantor sebenarnya adalah kontribusi kita kepada perusahaan. Dan diharapkan dengan waktu kerja tersebut, maka karyawan dapat berkontribusi 100% untuk kemajuan perusahaan.

Konsep yang berlaku umum sekarang adalah karyawan dibayar menurut waktu kerja. Dan jika orang bekerja di luar jam kerja, maka dia mendapat uang lembur. Maka dapat dibayangkan ketika kita menggunakan waktu kerja itu untuk bermain facebook. Perusahaan membayar orang yang sedang bermain yang hampir tidak berhubungan dengan kerja dan menambah nilai bagi perusahaan.

Ketika di masa lalu, ketika tidak ada komputer, tidak ada internet, tidak ada handphone, ketika orang tidak bisa 'get connected' dengan dunia luar sana, selain tempatnya berada saat ini, maka sistem ini bisa dilakukan. Perusahaan bisa yakin bahwa karyawan yang memakai fasilitas kantor adalah untuk kepentingan perusahaan.

Namun dengan kemajuan teknologi sekarang orang bisa terhubung di mana saja dan ke mana saja. Sambil duduk diam di depan komputer pun orang bisa 'ngobrol' dengan orang, bahkan dengan orang yang tinggal di belahan dunia lain. Jadi ruang dan waktu menjadi relatif. Ini sudah jadi fenomena dunia yang susah dilawan.

Memang bisa saja melarang orang berinternet di kantor, tapi pastilah suasana kerja di situ terasa hambar. Dan terlebih lagi sekarang dengan menggunakan 'smartphone' maka larangan ini menjadi percuma saja.

Lantas apakah solusinya? Bisakah kita melarang hak asasi orang bermain facebook? Bisakah kita mecari solusi soal bermain facebook pada jam kerja ini?

* * *

Dengan kemajuan teknologi dan fenomena globasisasi saat ini, pada intinya pembayaran tenaga kerja berdasarkan waktu kerja sudah tidak relevan lagi. Pembayaran tenaga kerja harus berdasarkan output tenaga kerja yang bisa digunakan perusahaan.

Ada pemikiran Charles Handy, filsuf dari Irlandia yang sangat penting untuk memahami apa yang terjadi pada dunia kerja di masa yang akan datang. Dia termasuk peramal pertama yang menyatakan dunia kerja di masa yang akan datang akan cenderung pada outsourcing. Dan ramalan itu terbukti menjadi kenyataan.

Pemikiran Charles Handy sangat relevan untuk memecahkan masalah dunia kerja termasuk masalah facebook ini. Pemikirannya mencakup organisasi kerja (perusahaan) dan orang yang bekerja (karyawan).

Pada dunia organisasi dia mengusulkan organisasi yang berbentuk Shamrock, yaitu tanaman bunga yang berdaun tiga. Organisasi bisnis di masa mendatang terdiri dari tiga bagian, yaitu: (i) tenaga inti – yang berjumlah sedikit – yang menjalankan perusahaan, (ii) pekerjaan yang dikontrakkan ke pihak lain seperti jasa katering, penelitian & pengembangan, jasa IT, jasa pengiriman, (iii) tenaga kerja lepas yang dibayar sesuai keperluan. Dengan demikian pekerjaan tetap pada organisasi hanya pada tenaga inti, sedangkan untuk operasional perusahaan menggunakan tenaga kerja outsourcing dari luar.

Pada dunia tenaga kerja dia mengusulkan 'portfolio career' yaitu suatu perkerjaan paruh waktu pada banyak perusahaan. Dan dia menasehati tenaga kerja: “carilah pelanggan, bukan bos.” Tenaga kerja diharapkan fokus pada suatu keterampilan yang bisa ditawarkan kepada beberapa perusahaan. Dan tenaga kerja sudah tidak memiliki 1 bos lagi, tapi memiliki banyak pelanggan sebagai pengganti 1 bos.

Statistik dunia kerja di negara maju menunjukkan kebenaran sebagian ramalan Charles Handy ini.

Jika semua ini sudah berjalan merata di seluruh dunia termasuk Indonesia, maka tidak ada lagi masalah dengan bermain facebook di jam kerja. Semua orang bebas melakukan apa saja dan kapan saja. Bahkan tidak ada lagi yang disebut dengan jam kerja. Semua orang akan berfokus pada hasil kerja yang dapat dikerjakan secara fleksibel baik secara tempat maupun waktu.

* * * * *