Showing posts with label Islam. Show all posts
Showing posts with label Islam. Show all posts

Thursday, December 10, 2015

How to stop Islamic State?

published @ The Jakarta Post

After Paris, Western countries and their allies are trying to figure out how to eliminate Islamic State (IS) movement. Unfortunately, there are confused about the problem and subsequently, there are flaws in their strategy.

Western countries see IS as a problem caused by Syria’s President Bashar al-Assad. Western logic goes like this: In the midst of the Arab Spring, Syrians wanted democracy and so they rebelled against President Assad. And then IS, a free rider, infiltrated the rebellion with its own agenda. Accordingly, the solution is very simple: Assad must go, period. But we should ask: Is this true?

First, a disturbing fact is that Western allies, namely Turkey and the Gulf countries, put their weight behind the rebels. But embarrassingly, they themselves are not democratic countries.

To some extent, Turkey is not democratic because it regularly suppresses media freedom. And Turkey has also acted unfairly toward the Kurds and has never accepted them as a part of the nation. And the Gulf countries, most especially Saudi Arabia, know nothing about democracy, and yet they presumed to get involved in a democratic rebellion in Syria. This is the pot calling the kettle black.

Second, IS didn’t come out of thin air and strengthen its position without outside help. Former British prime minister Tony Blair has publicly acknowledged that the war in Iraq helped create IS. Turkey and the Gulf nations helped to arm the Syrian rebels. What we don’t know is whether the rebels they raised included IS factions. We have known for a long time that Saudi Arabia finances Salafist movements and it is Salafist Muslims, alongside disaffected Sunnis in Iraq and Syria, who form the backbone of IS.

If you look at the map, you will see that the only safe way for foreigners to join IS is through Turkey. When three British teenagers left London to join IS, they flew to Turkey. These facts must be acknowledged before developing any strategy to fight IS. Unfortunately, Western powers overlook these facts to keep these allies on their side.

* * * * *

Wednesday, May 23, 2012

Reviving RI’s real Muslim culture

Published on 23/5/2012 @ The Jakarta Post http://www.thejakartapost.com/news/2012/05/23/letter-reviving-ri-s-real-muslim-culture.html

Lately, Indonesian vigilante groups are really cowing us. These groups are hogging much of the limelight. They can torture, intimidate, expel the Ahmadis, rough up groups promoting plurality, dismiss intellectual discussions, seal off a legalized church and ban Lady Gaga’s show. They register “success” as being an influential decision maker in our daily lives.

Monday, September 15, 2008

Makna Puasa

Puasa tidak perlu lagi dipandang dari sisi agama saja ataupun perintah Tuhan saja, tapi bisa dipandang dari sisi pengetahuan moderen. Puasa adalah latihan penyangkalan diri untuk tidak makan, minum, berhubungan seks, marah dan lain-lain. Puasa adalah soal penaklukan insting hewani – sebagai usaha untuk bertahan hidup - yang ada di dalam diri manusia.
Manusia itu baru jadi manusia kalau dia bisa berada di atas hawa nafsunya sendiri. Ketika manusia sejajar dengan hawa nafsunya, maka dia tak ubahnya seperti kuda, kadal dan trenggiling. Latihan puasa inilah akan membuat manusia naik satu level di atas binatang-binatang itu. Ketika manusia bisa menentukan arah sendiri – bukan sekedar dituntun oleh hawa nafsu – manusia telah menjadi raja sementara jasadnya cuma sekedar hamba.
***
Sungguh menarik pengetahuan moderen menemukan pentingnya penyangkalan diri ini sebagai suatu proses pengembangan diri. Paling tidak, ada 2 (dua) buku fenomenal yang ada hubungan dengan latihan puasa ini.
Daniel Goleman membahas hal ini dalam buku fenomenalnya: Emotional Intelligent. Suatu penelitian menemukan bahwa penyangkalan diri berupa kemampuan menahan godaan terbukti menunjang keberhasilan hidup. Sekelompok anak-anak TK diberi 'umpan' gula-gula. Siapa yang menerima gula-gula saat itu, maka dia akan dapat satu gula-gula saja. Sementara siapa yang mau menunggu, maka dia akan mendapat dua gula-gula. Puluhan tahun kemudian ditemukan bahwa anak-anak yang bisa menahan diri ternyata lebih sukses di kehidupan nyata, daripada anak-anak yang mudah tergoda. Daniel Goleman menegaskan kemampuan mengendalikan dorongan hati adalah kunci kecerdasan emosional.
Stephen Covey juga membahas perihal pengendalian dorongan hati dalam bukunya yang juga fenomenal 7 Kebiasaan Manusia Efektif. Untuk meraih kemenangan pribadi ada 3 kebiasaan yang diperlukan, yaitu: (1) proaktif, (2) merujuk pada tujuan akhir, dan (3) dahulukan yang utama (Put first things first).
Ketika kita proaktif, kita menyadari ada ruang kosong antara stimulus dan respon. Dan kitalah yang memilih sepenuhnya akan kita isi apa ruang kosong itu. Dan soal pertama yang harus dilakukan adalah latihan memisahkan stimulus dan respon. Inilah yang dilatihkan dalam puasa itu. Puasa menjadikan manusia sais yang mengendalikan kuda nafsu.
Untuk meraih tujuan akhir termasuk tujuan jangka pendek kita perlu mendahulukan yang utama. Nah, lagi-lagi penelitian di dalam buku itu mengenai ciri orang sukses, yaitu rata-rata orang sukses tersebut selalu mendahulukan yang utama. Untuk mendahulukan yang utama itu memerlukan sikap mental mengatakan 'tidak' pada hal yang tidak penting, dan mengatakan 'ya' untuk hal yang penting. Apapun kondisinya, apapun dorongan hatinya.

Di sini kita temukan lagi irisan makna puasa dengan mental dahulukan yang utama itu. Puasa mengajarkan disiplin mental itu. Pilihan orang tidak lagi bergantung pada situasi yang disenangi, tapi berdasarkan kendali diri. Hanya orang yang memliiki disiplin mental yang tinggi yang sanggup melakukan langkah dengan tekun menuju suatu tujuan dan melawan godaan kemalasan dan kesenangan sesaat.
***
Ada kebenaran perkataan Kanjeng Nabi mengenai kesia-siaan orang yang berpuasa, yang cuma mendapat lapar dan haus saja. Makanya puasa hampir tak punya korelasi yang dengan kemajuan mental Muslim. Padahal jelas pengetahuan modern mengenai pentingnya penyangkalan diri sangat erat berhubungan dengan latihan puasa ini. Apakah ini akibat ritual agama selalu dihubungkan dengan langit, dan bukan dengan pengalaman empiris manusia?