Wednesday, February 25, 2009

Jusuf Kalla For President

* Masalah tinggi badan dalam pemilihan presiden.

Jusuf Kalla (JK) akan pecah kongsi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Petinggi partai Golkar sepertinya tersinggung dengan ulah seorang petinggi partai Demokrat dan memutuskan untuk mengusung JK menjadi presiden dalam pilpres 2009. Bagaimanakah peluang JK?

JK adalah cerminan pemimpin dengan keterampilan teknis tinggi yang sangat menguasai banyak persoalan. Ketika tampil di kalangan intelektual, beliau selalu tampil memukau dan menjawab setiap pertanyaan dengan tangkas, lugas dan jitu. Dalam hal ini beliau satu tingkat lebih baik dibandingkan SBY.

Dulu jaman Orde Baru, Pak Harto terlihat sangat menikmati dialog dengan petani. Setiap pertanyaan petani selalu dijawab dengan tangkas dan lugas oleh Pak Harto. Beliau seperti bernostalgia dengan masa lalunya yang dibesarkan dalam lingkungan petani.

Begitulah yang terjadi dengan JK saat ini. Ketika tampil di kalangan kelas menengah dan kelas atas manapun, JK selalu tampil prima dan mengesankan. JK memang dibesarkan dari kalangan kelas atas, keluarga pedagang besar dari Makassar. Dan untuk jaminan kemampuan intelektual, JK pernah bersekolah di INSEAD, sekolah bisnis internasional di Perancis.

Gaya JK yang menekankan keterampilan teknis sangat penting bagi dunia politik Indonesia saat ini. Politikus Indonesia kebanyakan berasal dari orang-orang yang sangat aktif di organisasi, namun kurang berpengalaman dalam hal-hal praktis. Akibatnya banyak politikus berbicara dalam bahasa tinggi, bahasa normatif yang berisi visi-visi melambung setinggi langit, namun tanpa substansi dan kejelasan cara mewujudkannya.

JK sangat berbeda dengan politisi yang membosankan itu. Saya masih ingat ketika itu menjelang pilpres tahun 2004. JK tampil di televisi dalam suatu acara dialog. Dengan gayanya yang lugas JK memukau penonton ketika menerangkan secara teknis tidak berlakunya lagi asumsi angka yang lama mengenai hubungan pertumbuhan ekonomi dengan penyerapan lapangan kerja. JK sangat menguasai masalah praktis dan detail dalam membangun bangsa.

JK juga sangat pragmatis. Terlihat bagaimana beliau dengan kepala dingin mampu mendorong penyelesaian persoalan Aceh, yang dalam kacamata TNI adalah kekalahan pemerintah terhadap GAM. Namun penyelesaian pragmatis ini terbukti menenangkan wilayah Aceh dari kekacauan perang.

Sikap pragmatis ini juga mendorong kontroversial ketika beliau seperti menghalalkan penggunaan pesona wanita Indonesia untuk menarik wisatawan dari Timur Tengah ke Puncak. Tentu saja pandangan ini menimbulkan kontroversi.

Soal ini JK memang jelas salah, karena mengungkapkan hal ini secara verbal. Tapi serangan kepada JK terhadap kesalahan ini relatif kecil bahkan tidak berarti. Ini sekaligus menunjukkan JK memiliki kemampuan sebagai pemimpin 'teflon'. Pemimpin yang melakukan kesalahan, tapi kesalahan itu tidak menempel kepadanya.

JK adalah wakil presiden, jadi tidak memiliki tanggung jawab penuh dalam pemerintahan. Walaupun demikian kita bisa mencatat beberapa kelemahan JK, dari berbagai kegiatan dan dialog yang dilakukannya.

Menurut saya, beberapa kelemahan JK adalah (i) memliki pandangan yang salah dalam hal daya saing bangsa dan (ii) kurang fokus mengurus suatu produk secara komprehensif.

Dalam dialog antara pengusaha dengan partai Golkar, seorang penanya mempermasalahkan penurunan daya saing produk Indonesia. JK menjawab tidak ada masalah dengan daya saing Indonesia, karena tetap ada beberapa komoditi Indonesia yang mampu bersaing di pasaran internasional.

Ini sebenarnya jawaban pedagang. Indonesia adalah bangsa kelas rendah dalam urusan nilai tambah produk. Tahun 2007 Indonesia menempati peringkat kedua terbawah dari 55 negara dan terendah di antara negara ASEAN. Daya saing Indonesia terus merosot dari tahun 2002. Total produktifitas bangsa Indonesia adalah seperlima dari pencapaian Malaysia. Ini berarti pekerja Indonesia masih mengandalkan tenaga fisik, sementara pekerja Malaysia sudah mulai menggunakan otak.

Ini adalah masalah besar bangsa. Tanpa penguasaan teknologi, daya saing produk Indonesia akan rendah dan mengurangi potensi penyerapan tenaga kerja. Untuk itu perlu perhatian khusus kebijakan 'link and match' antara dunia pendidikan dan industri. Sekali lagi ini bukan 100% kesalahan JK. Di tataran nasional hanya Pak Habibie cs yang cukup memberi perhatian pada masalah ini.

JK juga tidak pernah mendorong kebijakan untuk fokus pada sedikit produk unggulan yang harus diurus secara serius dan komprensif oleh pemerintah. Seperti yang ditulis oleh Khudori pengamat masalah pertanian, saat ini Indonesia memiliki 300 produk pertanian yang akan dikembangkan, sementara Malaysia cuma 6 produk. Dan Malaysia sukses, sedangkan Indonesia tidak. Indonesia hanya bergantung pada produk komoditi, bukan pada produk jadi. Dan sejarah harga komoditi menunjukkan nilai tukar komoditi cenderung terus menurun, sementara produk jadi cenderung naik ataupun stabil.

Ini adalah beberapa hal penting yang luput dari perhatian JK.

* * *

Untuk maju sebagai calon presiden, masalah terbesar JK adalah soal 'presidential look'. JK kurang memiliki penampilan presiden untuk sebuah negara sebesar Indonesia. Secara fisik JK berperawakan sedang. Dan JK termasuk 'cuek' dalam masalah penampilan. Kalau dibandingkan dengan penampilan SBY, JK kalah jauh.

Masalah tinggi badan juga akan menghalangi keberhasilan JK untuk maju sebagai presiden. Masalah yang sepertinya sepele ini ternyata berpengaruh dalam pemilihan presiden. Paling tidak ini dibicarakan secara luas di Amerika Serikat (AS).

Dalam debat pertama antar calon-calon presiden partai demokrat untuk pilpres 2008 di AS, Dennis Kucinich tampil sangat menonjol. Dia memiliki visi yang jelas, berpikiran tajam dan tangkas menjawab berbagai pertanyaan. Kelemahannya cuma satu, yaitu tinggi badannya cuma 1.68 m. Pembawa acara terkenal dari CNN, Larry King yang terpesona dengan kecerdasan Kucinich, sempat berujar: “ah andai saja Kucinich memiliki tinggi badan 1.88 m.”

Berbagai upaya telah dilakukan, bahkan Kucinich mengatakan ini adalah kontes pemilihan presiden, bukan 'American Idol'. Namun publik, terutama partai Demokrat, enggan menampilkan calon presiden yang bertubuh pendek yang sebenarnya luar biasa ini.

Sejak era televisi dalam pemilihan presiden, rakyat AS hampir selalu memilih presiden yang lebih tinggi daripada tinggi badan rata-rata orang AS. Rata-rata tinggi badan rakyat AS untuk data tahun 2005 adalah 1.76 m. Dan sejak John F Kennedi hanya satu orang presiden AS yang memiliki tinggi badan di bawah 1.80 m, yaitu Jimmy Carter.

Dalam pertarungan antar partai, presiden dengan tinggi badan lebih, hampir selalu memenangkan pemilihan. Terakhir Presiden Barack Obama yang memiliki tinggi badan 1.87 m mengalahkan lawannya John Mc Cain yang memiliki tinggi badan 1.75 m.

Malcolm Gladwell dalam bukunya 'Blink', memberikan ulasan menarik bagaimana kita bisa terpesona ataupun tidak karena penampilan ini. Ada tes yang disebut Implicit Association Test (IAT) yang dirancang oleh Anthony G. Greenwald, Mahzarin Banaji dan Brian Nosek. Tes ini intinya kita membuat hubungan secara jauh lebih cepat antara pasangan gagasan yang sudah tertanam di dalam benak kita dibandingan dengan pasangan gagasan yang telah akrab.

Pasangan gagasan kepemimpinan dengan gagasan orang yang gagah, orang yang memiliki postur tubuh tinggi sudah tertanam akrab dalam benak kita. Kita cenderung lebih menyukai dan mempercayai orang yang bertubuh tinggi untuk memimpin diri kita. Ini mungkin pikiran bawah sadar yang diturunkan dari nenek moyang kita ketika kehidupan sangat bergantung pada kekuatan fisik dalam menghadapi tantangan alam.

Tidak hanya untuk pemerintahan, dalam bisnispun, survey menunjukkan 58 persen CEO Amerika di perusahaan Fortune 500 mempunyai tinggi lebih dari 1.80 m.


* * *

Pemilihan presiden memang bukan kontes idola. Namun bukti menunjukkan faktor tampilan fisik di jaman visual ini sangat menentukan. Pada pemilihan presiden tahun 2004, SBY bukanlah calon yang paling hebat, paling cerdas, paling pas untuk menjadi presiden di jaman reformasi. Amien Rais, sebagai bapak reformasi, lebih tepat dan lebih berhak. Tapi SBY, selain Wiranto, adalah presiden dengan tampilan fisik yang paling sempurna.

Memang ada contoh sukses pria dengan tubuh pendek yang berhasil mengalahkan pria jangkung. Tahun 1976, Jimmy Carter dengan tinggi badan 1.75 m berhasil mengalahkan presiden memegang menjabat saat itu, Gerald Ford, yang bertinggi badan 1.85 m. Walaupun kemudian Carter dikalahkan Ronald Reagan yang bertinggi badan 1.85 m.

Jadi sebelum menentukan calon, ada baiknya partai Golkar mulai memperhitungkan masalah penampilan fisik ini. Kalaupun masih tetap mau mengusung JK, partai Golkar sebaiknya berdoa agar JK mengikuti jejak nasib Jimmy Carter.

* * * * *

Thursday, February 19, 2009

Negara Kesejahteraan Versi NKRI

Gubernur Sumatera Selatan membuat gebrakan hebat. Sesuai dengan janji kampanyenya, rakyat Sumatera Selatan akan menikmati dua hal yang gratis, yaitu: pendidikan dan pengobatan. Langkah ini termasuk luar biasa, karena ini pertama kalinya kebijakan gratis diterapkan dalam cakupan satu provinsi.

Sebelum Provinsi Sumatera Selatan, beberapa kabupaten sudah melakukan kebijakan pendidikan gratis. Secara nasional, pemerintah pusat juga melakukan kebijakan jaminan sosial dengan program bantuan langsung tunai, beras untuk orang miskin dan pembiayaan kesehatan bagi orang miskin.

Memang langkah Indonesia menuju negara kesejahteraan (welfare state) masih sangat jauh. Beberapa kebijakan yang belum dilakukan sebagai syarat negara kesejahteraan adalah jaminan penghasilan bagi orang yang kehilangan pekerjaan dan jaminan hari tua bagi semua penduduk.

Inspirasi negara kesejahteran memang didapat dari negara-negara Eropa. Dengan segala variasinya, negara kesejahteraan di Eropa berusaha mengurus rakyatnya dari lahir hingga meninggal.

Negara kesejahteraan ini membutuhkan biaya yang sangat besar. Negara memberlakukan pajak yang sangat tinggi. Dan untuk itu diperlukan pertumbuhan ekonomi yang stabil. Jika pertumbuhan ekonomi menurun, pendapatan negara berkurang, sementara beban negara tetap bahkan bertambah oleh pengangguran, maka dapat dibayangkan betapa beratnya menjalankan sistem negara kesejahteraan.

Fakta yang ada sekarang, hampir semua negara kesejahteraan mengalami kemunduran. Swedia sebagai benteng terakhir kehebatan negara kesejahteraan juga mengalami kemunduran.

Futurolog John Naisbitt dalam bukunya Mind Set, membahas khusus kemunduran Eropa ini. Dia mengatakan tanpa ladang minyak seukuran seperti yang ditemui di Arab Saudi, sistem jaminan sosial Eropa tidak bisa dibiayai. Negara kesejahteraan akan bangkrut.

* * *

Indonesia memang belum menjadi negara kesejahteraan. Dan Indonesia mempunyai masalah besar dalam menuju cita-cita negara kesejahteraan ini, yaitu: kekayaan Indonesia terbatas.

Kekayaan alam Indonesia memang banyak, tapi tetap terbatas untuk membiayai negara kesejahteraan. Ladang minyak luar biasa besar belum ditemukan. Selain itu kehidupan bisnis yang dinamis, yang bisa menghasilkan pajak yang juga luar biasa, belum terjadi di Indonesia.

Masalah utama kita sekarang adalah kebijakan ala negara kesejahteraan yang diterapkan secara lokal di suatu daerah sangat mencederai prinsip keadilan. Adilkah dalam negara kesatuan RI, rakyat di Sumatera Selatan memperoleh pendidikan dan pengobatan gratis, sementara di Kalimantan Barat tidak?

Jika semua daerah memberikan jaminan sosial yang sama tentu saja ini adil. Namun kebijakan saat ini adalah tidak sama. Ada daerah yang memberikan hal dasar gratis, sementara di daerah lain menghadapi masalah gizi buruk. Ini tidak adil.

Biasanya daerah yang mampu memberikan hal gratis ini adalah daerah yang kaya sumberdaya alam seperti Sumatera Selatan. Dana bagi hasil sumberdaya alam membedakan daerah kaya dan daerah miskin. Daerah kaya sumberdaya alam bisa memperoleh sampai 70% dana bagi hasil.

Soal pendapatan masing-masing daerah juga terjadi keanehan. Pada suatu masa negeri ini menolak mati-matian federalisme, sementara yang dilakukan justru melebihi federalisme. Christianto Wibisono pernah menulis bahwa di Amerika Serikat dan Jerman sebagai 'mbahnya' federalisme, tidak ada dana bagi hasil sebesar itu. Daerah mendapat 70%, sementara pusat mendapat komisi 30% hanya bisa terjadi di negara Republik Indonesia yang berbentuk kesatuan ini. Ini yang menyebabkan ketimpangan pendapatan antar daerah yang kaya sumberdaya alam dengan yang miskin.

Jadi kebijakan jaminan sosial yang berlaku lokal harus dikoreksi. Bagaimanapun Pancasila sebagai dasar negara masih berlaku. Sila kelima: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, masih berlaku. Semua kebijakan yang menyangkut kebutuhan dasar dan kesejahteraan rakyat harus berlaku sama di setiap jengkal wilayah Indonesia.

Keadilan sosial itulah yang menjadi tujuan kita berbangsa dan bernegara. Kalau di sini gratis, maka hendaknya gratis pula di sana. Jangan sampai di sini gratis, di sana menangis.

* * * * *

Thursday, February 5, 2009

Penanggulangan Banjir Di Jakarta

Filosofi drainasi air hujan di Indonesia adalah membuangnya sebanyak mungkin ke laut untuk mencegah banjir. Air hujan jatuh ke tanah, dialirkan ke saluran dranasi. Saluran drainasi akan bermuara ke sungai. Lalu air sungai ini akan mengalir ke laut.

Menurut guru saya di Universitas Gadjah Mada, Bapak Sunjoto, alih-alih membuang air hujan ke laut, yang harus dilakukan adalah: memasukkan air hujan sebanyak mungkin ke dalam tanah!

Pembuangan air ke sungai dan laut selain menyebabkan banjir, juga memboroskan potensi air hujan untuk menambah cadangan air tanah.

Banjir Kanal

Sejak jaman Belanda, filosofi membuang air hujan ke laut ini berlaku dengan rencana pembangunan banjir kanal barat dan timur. Air banjir akan dialirkan ke laut dengan menghindari wilayah pusat kota. Untuk itu dibangun kanal yang berada di luar wilayah Jakarta.

Ada 2 masalah besar dalam pembangunan kanal ini, yaitu: (i) biaya konstruksi yang mahal, (ii) bahaya banjir besar di hilir.

Pembangunan banjir kanal akan sangat mahal. Saluran yang akan dibangun panjang sekali. Selain itu, Jakarta dan wilayah sekitarnya sudah sangat padat, maka pembebasan tanah untuk pembangunan kanal akan menjadi masalah besar.

Dan hal yang paling berbahaya dari pembangunan banjir kanal ini adalah karena kanal ini menghubungkan aliran air di hulu dengan air laut di hilir. Ketika debit banjir dari hulu bertemu pasang air laut tertinggi di hilir, maka pertemuan kedua volume air ini akan menghasilkan tsunami banjir di daerah hilir.

Mungkin ada argumen, pemakaian pintu air yang membatasi air laut dengan air dari kanal.

Untuk menutup air dari arah laut, maka harus dibangun tanggul sepanjang pantai. Sementara itu untuk menahan air banjir dari kanal, maka harus dibangun tanggul yang tinggi pula. Konstruksi pintu air dan tanggul raksasa ini pasti akan membutuhkan biaya yang sangat besar.

Jadi banjir kanal ini hanya bisa berfungsi dengan baik ketika air laut dalam keadaan surut. Oleh karenanya selain tidak efektif mencegah banjir dan mahal, banjir kanal ini juga sangat berbahaya bagi pemukiman di daerah hilir Jakarta.

Solusi

Sudah waktunya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta termasuk juga Jawa Barat merencanakan penanggulangan banjir dengan filosofi menangkap air hujan dan memasukkan sebanyak mungkin ke dalam tanah.

Ada 2 aliran yang berpengaruh terhadap banjir di Jakarta, yaitu: (i) debit air yang besar dari daerah hulu, (ii) sumbangan air dari daerah aliran sungai (DAS).

Untuk mengurangi debit air di hulu, satu-satunya jalan adalah dengan merehabilitasi hutan, sehingga air dapat ditahan di tanah hutan dan debit air yang mengalir ke sungai menjadi lebih kecil. Ini adalah tanggung jawab utama Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang menguasai daerah hulu sungai.

Sumbangan limpasan air (run-off) dari wilayah DAS termasuk di daerah pemukiman, bangunan gedung, jalan raya, juga harus diperkecil hingga nol. Aliran sungai dengan debit banjir dari hulu jangan dibebani lagi dengan tambahan air dari DAS. Hal ini seharusnya menjadi tanggung jawab kedua pihak di Jawa Barat maupun Jakarta.

Keadaan sekarang di wilayah DAS adalah berkurangnya kemampuan alami wilayah untuk menyerap air hujan ke dalam tanah (infiltrasi) akibat pembangunan yang membabi buta. Keberadaan lahan-lahan untuk meyerap air seperti waduk alam, lebak, sudah sangat berkurang. Jadi praktis hampir semua limpasan air hujan akan mengalir ke arah sungai.

Memang ada program untuk menyerap air ke dalam tanah, yaitu dengan konstruksi sumur resapan maupun biopori. Namun tidak semua bangunan memilikinya. Dan ditambah lagi limpasan air dari wilayah non pemukiman dan gedung memang tidak diprogram untuk masuk ke dalam tanah.

Untuk mengatasi limpasan air ini, yang perlu dilakukan adalah membuat sumur resapan di titik-titik tertentu di dalam saluran drainasi sendiri. Baik itu drainasi di tepi jalan raya, maupun drainasi di wilayah pemukiman. Yang terpenting semua air hujan dipastikan dapat mengalir ke dalam saluran drainasi terdekat. Air yang masuk ke dalam sumur resapan di dalam drainasi akan mengurangi beban volume air sungai.

Memang yang harus diperhitungkan adalah kemampuan sumur resapan menyerap beban air hujan. Volume air hujan dalam suatu daerah drainasi harus mampu diserap dengan cepat oleh sejumlah sumur resapan. Penelitian harus dilakukan untuk menemukan jenis konstruksi dan bahan yang paling efektif untuk menyerap air.

Selain itu sumur resapan di dalam saluran drainasi memiliki keunggulan dibandingkan banjir kanal. Sumur resapan di dalam drainasi tidak akan terpengaruh dengan kondisi pasang tertinggi air laut.

* * * * *

Menggugat Kecerdasan Emosi

Barack Obama adalah pemimpin yang mempunyai segalanya. Dia mempunyai kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosi. Dia lulus dan memiliki prestasi akademik di sekolah hukum ternama sebagai bukti kecerdasan intelektualnya. Dia seorang yang baik hati, tulus dan pidatonya menggugah pendengar sebagai bukti kecerdasan emosionalnya. Dengan semua ini, apakah dia memiliki kemungkinan gagal?

Dalam perjalanan penelitian mengenai hal yang paling berperan dalam kesuksesan pribadi maupun kepemimpinan, telah terjadi perubahan paradigma. Daniel Goleman yang melakukan revolusi pemikiran itu. Dari paradigma kecerdasan intelektual, IQ (Intelligent Quotient), bergeser pada kecerdasan emosi, EI (Emotional Intelligence). EI mengatasi keunggulan IQ.

Unsur dasar kecerdasan emosi adalah kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial. Dalam survei yang dilakukan oleh peneliti di Hay/McBer menunjukkan kecerdasan emosi dua kali berperan daripada keahlian teknis dalam kesuksesan profesional.

Dengan paradigma kecerdasan emosi ini adalah wajar sejuta harapan rakyat Amerika sekarang menggantung pada pundak Presiden Obama. Dia lulusan sekolah hukum terbaik Harvard Law School. Dia mengukir prestasi sebagai presiden pertama jurnal hukum bergengsi, Harvard Law Review, yang berasal dari kalangan kulit hitam. Dia memiliki segudang pengalaman sebagai aktivis pemberdayaan masyarakat dan senator.

Selain seorang orator ulung yang sangat menginspirasi, Presiden Obama juga baik hati dan tidak sombong. Hillary Clinton saingan utamanya, yang berdebat habis-habisan di konvensi Partai Demokrat, kemudian dirangkulnya sebagai anggota kabinet.

Dengan semua yang serba sempurna ini Presiden Obama memiliki kemungkinan kecil untuk gagal. Krisis yang melanda Amerika Serikat saat ini pasti bisa diatasi dengan prestasi masa lalu, kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional Presiden Obama.
* * *

Namun Ram Charan, intelektual bisnis terkemuka keturunan India, mengemukakan tesis lain. Dalam bukunya Know-How, dia mengemukakan keterampilan teknis, sangat menentukan keberhasilan, lebih daripada sekedar kecerdasan emosi. Pemimpin tanpa keterampilan teknis akan gagal.

Ram Charan mengisahkan tentang seorang CEO yang memiliki segalanya, baik kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosi. Sebut saja Nick. Nick adalah seorang ahli keuangan yang cemerlang. Selain itu dia juga adalah pribadi yang mempesona dan menginspirasi.

Kemudian sebuah perusahaan yang hampir kolaps memilih Nick untuk menjadi nahkoda perusahaan melewati krisis. Dewan komisaris menaruh harapan besar. Karyawan mendapat energi dan semangat baru. Wall Street menyambutnya dengan gembira.

Dengan semua predikat istimewa itu, apakah Nick berhasil? Ternyata tidak. Nick dengan semua kecerdasan intelektual dan emosionalnya gagal total!

Ram Charan mengemukakan yang tidak dimiliki Nick adalah know-how, keterampilan teknis. Keterampilan teknis lebih menekankan tindakan yang tepat yang harus dilakukan dalam lingkungan yang berubah dengan cepat.

Ram Charan mengemukakan 8 (delapan) keterampilan teknis yang harus dimiliki seorang pemimpin supaya berhasil, yaitu: melakukan 'positioning', mengidentifikasikan perubahan eksternal, memimpin sistem sosial, kemampuan menilai orang, kemampuan membentuk tim, cara mengembangkan tujuan, menetapkan prioritas, menangani kekuatan sosial di luar pasar.

Intinya keterampilan teknis lebih penting daripada daya tarik kecerdasan, karakter yang mengesankan dan keterampilan komunikasi, pesona sebagai pemimpin, dan visi. Tanpa keterampilan teknis kepemimpinan akan gagal.

* * *

Pelajaran dari Ram Charan mengenai perlunya keterampilan teknis dalam kepemimpinan, sangat relevan dengan persoalan di Amerika Serikat, bahkan juga di Indonesia.

Presiden Obama bisa gagal, jika dia tidak mempunyai keterampilan teknis yang yang diperlukan. Krisis yang menghantam Amerika Serikat membutuhkan keterampilan teknis untuk menentukan tindakan apa yang harus dilakukan saat ini. Rakyat Amerika bisa berharap Presiden Obama memiliki keterampilan teknis ini.

* * * * *