Friday, November 7, 2008

Lipstik Demokrasi

Demokrasi di Amerika Serikat (AS) sangat memukau. Banyak pelajaran berharga yang bisa didapat. Tapi – dengan kondisi negara yang jauh berbeda – tepatkah demokrasi ala AS ini diterapkan di Indonesia?

Amerika Serikat (AS) benar-benar luar biasa. Pemilu di negara pakar demokrasi itu mendapat liputan luas di seluruh dunia. Apalagi hasil pemilu mencengangkan orang. Obama sebagai keturunan kulit hitam, mempunyai ayah dari negara lain, berhasil menjadi presiden. Batasan ras dalam demokrasi di sana telah berhasil dirobohkan. Kemenangan ini menjadi inspirasi bangsa di seluruh dunia untuk sebuah penegasan demokrasi adalah sistem terbaik yang membuat semua manusia setara.

Pelaksanaan demokrasi di negara Paman Sam itu sangat berharga untuk dipelajari. Selain kesetaraan, beberapa pelajaran lain yang bisa adalah: 1. sportivitas, 2. proses yang teratur dan stabil.

Sportivitas ditunjukkan dengan betapa elegannya mereka dalam berdebat. Debat sepanas apapun tetap membuat kandidat-kandidat itu mampu menahan diri. Dan sportivitas tertinggi yang ditunjukkan adalah ketika pihak yang kalah, langsung memberikan dukungan terhadap pihak yang menang. Para calon itu terlihat sangat bisa menerima kekalahan betapapun pahitnya kekalahan.

Proses pemilihan presiden di AS juga sangat memukau. Para calon diseleksi dari awal tidak hanya oleh partai, tapi juga oleh pers. Calon yang tidak sempurna pasti sudah tersingkir sejak awal. Para calon itu disaring oleh partainya melalui konvensi. Proses mencari dukungan dalam partai ini sangat panjang yang meliputi seluruh negara bagian. Sampai akhirnya pemenang proses masing-masing partai ini bertarung dalam pemilu nasional.

Semua proses ini begitu teratur, jelas dan memukau. Untuk proses konvensi ini saja seluruh dunia sudah mengadakan liputan yang luas. Bangsa AS begitu pandai memoles proses penting ini menjadi tontonan yang menghibur.

***
Tapi yang terpenting adalah bagaimana pengaruh proses pemilu di AS ini terhadap pelaksanaan demokrasi di Indoensia. Tentu bangsa Indonesia jadi sangat terinspirasi.

Usia Obama yang relatif mudah telah lama menginspirasi tokoh muda di Indonesia. Banyak tokoh-tokoh muda mematut-matutkan diri supaya bisa menjadi kandidat presiden seperti Obama. Iklan kampanye oleh partai politik maupun tokoh yang ingin jadi presiden telah lama beredar di TV.

Masalahnya apakah semua ini tepat dengan kebutuhan bangsa Indonesia? Apakah demokrasi yang penuh lipstik ini cocok dengan kebutuhan Indonesia? Apakah kita saat ini butuh tokoh seperti penyair yang memukau massa?

Bangsa AS telah berada dalam kondisi yang relatif stabil, sehingga boleh dikatakan siapapun jadi presiden AS tidak akan berpengaruh banyak. Masalah bangsa AS bukan lagi pada sistem kenegaraan, proses demokrasi dan kematangan politikus. Mereka telah melewati semua hal mendasar itu.

Sementara bangsa Indonesia sebaliknya. Sistem pemerintahan kita masih tidak jelas apakah presidensial, apakah parlementer? Kalau presidensial, mengapa presiden harus perlu melakukan koalisi. Bentuk negara kita masih belum jelas apakah negara kesatuan ataukah federal? Kalau negara persatuan, mengapa gubernur dipilih secara langsung yang mirip sistem federal? Belum lagi politikus kita belum mencapai kematangan, sampai para mantan presiden itu tak bertegur sapa satu sama lain.

Dengan semua kondisi ini, kita belum pantas beranjak ke level berikutnya, yaitu demokrasi yang mengandalkan karisma, pidato yang memukau dan iklan politik. Semua ini bisa membuat bangsa Indonesia akan semakin jauh dari sasaran.

Lihatkah sejarah bangsa Indonesia. Bandingkan Bung Karno dan Pak Harto.

Bung Karno memukau, penuh karisma dan mampu memberikan inspirasi. Tapi kebutuhan bangsa Indonesia saat baru merdeka itu adalah membangun sistem, baik politik maupun ekonomi. Negara hanya dibangun berdasarkan retorika, bukan kerja keras. Itulah sebabnya kondisi Indonesia begitu bobrok dan bangkrut di jaman Bung Karno.

Pak Harto kebalikan dari Bung Karno. Pak Harto relatif tak pandai pidato. Orangnya tenang, datar dan hampir tanpa pesona lahiriah. Tapi Pak Harto adalah administrator ulung. Pak Harto bisa memilih teknokrat-teknokrat terbaik di Indonesia. Hasilnya Indonesia bisa membangun, pertumbuhan ekonomi tinggi, keadaan negara stabil.

***
Kepada bangsa AS kita belajar demokrasi. Tapi penerapan demokrasi harus disesuaikan dengan kebutuhan Indonesia. Dan saat ini bangsa Indonesia lebih membutuhkan pemimpin yang juga administrator ulung daripada sekedar ahli pidato. Kita harus lebih fokus pada perbaikan sistem, daripada fokus pada gebyar hura-hura demokrasi.

*****

No comments: