Tuesday, October 28, 2008

Kapitalisme Menuju Keadilan Sosial

Jalan sejarah ekonomi memang tak terduga. Kapitalisme yang mulanya bertentangan dengan sosialisme ternyata menuju ke suatu titik sama, yaitu keadilan sosial. Keadilan sosial ternyata bisa ditempuh melalui kapitalisme.

Pada awalnya struktur ekonomi kapitalisme terdiri dari 3 (tiga) bagian, yaitu: modal, alat produksi dan pekerja. Para kapitalis merencanakan produksi dengan mengelola ketika hal tersebut, kemudian menjual hasilnya untuk mendapatkan profit.

Dalam sistem produksi kapitalisme, ada 2 (dua) kelas yang bertemu, yaitu: kelas pemilik modal dan kelas pekerja. Kelas pemilik modal berkuasa dan memperoleh bagian yang paling besar dari keuntungan. Kelas pemilik modal tidak bekerja terlalu keras, tapi mereka menanggung resiko. Sebaliknya kelas pekerja adalah kelas yang menderita. Mereka bekerja keras membanting tulang sepanjang hari, tapi mendapat bayaran yang paling minimal.

Unsur utama penggerak kapitalisme adalah kompetisi. Dan karena variasi barang dan jasa sedikit, sementara inovasi belum diidentifikasikan, maka jalan satu-satunya memenangkan kompetisi itu adalah dengan penurunan harga. Upah kerja dikurangi dan penderitaan dimulai.

Kesengsaraan kelas pekerja, memanggil cendikiawan seperti Karl Marx, untuk menciptakan sistem alternatif. Lahirlah sosialisme ilmiah untuk menantang kapitalisme. Akar permasalahan sistem dibongkar. Kelas-kelas yang tercipta harus dihapuskan. Alat produksi harus dimiliki oleh kelas pekerja. Kepemilikan pribadi harus dihapuskan. Kompetisi ditiadakan. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat dicita-citakan.

***
Tapi sejarah memihak kepada kapitalisme. Cita-cita mulia keadilan sosial tak tercapai. Ternyata perencanaan bisnis terpusat yang menggantikan perencanaan bisnis individu tidak bisa berjalan. Kepemilikan kolektif yang menggantikan kepemilikan pribadi, justru menjadi melemahkan semangat rakyat dalam bekerja. Tatanan bisnis tanpa persaingan pasar, ternyata melumpuhkan ekonomi negara.

Sementara itu kapitalisme makin digdaya. Kompetisi justru bisa mengembangkan pasar. Kompetisi menghasilkan inovasi. Barang dan jasa yang bisa ditawarkan bisa dikembangkan. Pasar menjadi hidup, kesejahteraan rakyat meningkat.

Inovasi semakin menjadi-jadi. Bukan saja terjadi pada barang, tapi juga pada jasa. Jasa manajemen berkembang. Jasa penelitian berkembang. Lama-kelamaan sektor jasa berkembang, bahkan melebihi sektor produksi barang.

Di sinilah keajaiban terjadi. Peradaban bertransformasi. Dari jaman industri ke jaman informasi. Ekonomi menjadi berbasis pengetahuan. Dominasi produksi barang beralih ke produksi jasa. Dari kerja yang mengandalkan mesin, menjadi kerja yang mengandalkan otak manusia. Dari gerombolan kelas pekerja menjadi pekerja pengetahuan (knowledge worker).

Keseluruhan transformasi ini mengubah struktur kapitalisme. Pada ekonomi yang mengandalkan pengetahuan, maka satu-satunya alat produksi adalah: otak manusia. Dan alat produksi ini ada di kepala pekerja pengetahuan. Jadi antara alat produksi (otak) dengan pekerja telah bersatu padu.

Lalu bagaimana dengan modal dan pemilik modal? Tren baru muncul di Amerika Serikat (AS). Sejak tahun 1990 tren yang berlangsung di AS adalah pekerja pengetahuan itu lebih menyukai skema opsi saham, daripada fokus pada gaji bulanan. Kepemilikan modal secara bersama ini ternyata memacu produktifitas. Pekerja akan merasakan dinamika kepemilikan perusahaan. Total kompensasi akan besar ketika perusahaan berjalan baik, begitu juga sebaliknya.

Tren kepemilikan perusahaan secara bersama-sama ini adalah paku terakhir yang menyatukan jalan kapitalisme dengan cita-cita keadilan sosial. Tak ada lagi pemisahan modal, alat produksi dan pekerja. Semua telah bersatu padu pada kapitalisme. Tren ini akan menciptakan keadilan sosial. Tak ada kelas-kelasan lagi. Sama rata sama rasa. Kalau saja Karl Marx masih hidup, pasti dia takjub ...

* * * * *

No comments: