Monday, July 6, 2009

Analisis Kematian Michael Jackson

Tentu saja judul di atas berlebihan. Namun beberapa fakta dapat kita analisis dengan pengetahuan yang ada. Bukan hanya pada kehidupan kita bisa belajar, pada kematianpun kita bisa belajar.

Michael Jackson meninggal dalam usia 50 tahun. Jelas ini usia yang masih cukup muda. Dengan segala yang dimilikinya, Michael Jackson seharusnya belum meninggal dunia. Dia akan bisa mendapatkan perawatan terbaik dari dokter terbaik. Lalu mengapa dia tetap meninggal dunia?

Pada buku Masalalu Selalu Aktual karya P. Swantoro, seorang wartawan senior, ada kutipan yang berisi penjelasan yang menarik mengapa seseorang bisa meninggal dalam usia cukup muda.

Gamal Abdel Nasser adalah seorang tokoh pemersatu bangsa Arab dalam perang melawan Israel. Namun dia kalah perang. Tidak lama setelah perang dia meninggal dunia dalam usia 52 tahun.

Tahun 1971, delegasi Mesir yang dipimpin Ketua Parlemen Mesir bertemu dengan PM Cina Zhou En-lai. PM Zhou menanyakan kepada delegasi Mesir mengapa Nasser meninggal. Tentu saja delegasi Mesir hanya bisa menjawap bahwa meninggalnya Nasser adalah kehendak Tuhan.

Namun PM Zhou yang memiliki pandangan lain.

“Janganlah menyatakan Tuhan mengenai apa yang kita perbuat,'” kata Zhou. “Harus ada sebabnya. Gamal Abdel Nasser masih muda. 52 tahun masih muda. Saya sekarang 72 tahun dan masih tetap bekerja. Dan seperti yang anda lihat sendiri, saya masih sehat. Saya tidak dapat membayangkan ia dapat meninggal begitu. Ia kepala negara, pimpinan dunia Arab yang bisa mendapatkan perwatan paling baik. Bagaimana Anda bisa membiarkannya meninggal?”.

Kemudian PM Zhou memberikan jawaban: “Saya akan memberikan penjelasan kepada anda. Ia meninggal karena sedih. Ia meninggal karena karena patah hati. Dan itu adalah kesalahan Uni Soviet. Mereka menipunya. Mereka mendorongnya ke suatu situasi dan meninggalkannya. Mereka membiarkannya hatinya hancur...”

Menurut PM Zhou, Nasser meninggal karena frustrasi setelah kalah perang dengan Israel yang semula didorong dan didukung oleh Uni Soviet.

* * *

Benarkah sikap kita berpengaruh pada hidup dan mati kita?

Victor Frankl adalah seorang psikiater keturunan Yahudi dan yang berhasil selamat dari kekejaman kamp konsentrasi Nazi. Dari pengalaman yang luar biasa menyakitkan inilah, dia kemudian banyak berpikir dan menulis tentang bagaimana harapan sangat menentukan hidup matinya seseorang.

Dari pengalamannya di kamp, dia bisa melihat bagaimana seseorang bisa mati mendadak setelah kehilangan harapan. Dia menceritakan sesorang tawanan yang bermimpi akan dibebaskan tanggal 30 Maret 1945. Sebelum tanggal tersebut datang, ketika dia masih dipenuhi harapan untuk hidup, dia masih sehat. Sayangnya ketika tanggal itu datang, harapan tak terpenuhi, dia mulai sakit dan kehilangan kesadaran. Akhirnya tanggal 31 Maret dia meninggal.

Victor Frankl menulis: ”Mereka yang tahu betapa erat keterkaitan antara pikiran manusia – keberanian, harapan dan hilangnya harapan – dengan imunitas tubuhnya, akan memahami bahwa hilangnya harapan dan keberanian secara mendadak membawa dampak yang mematikan. Penyebab kematian teman saya adalah tidak terpenuhinya harapan tentang pembebasan dirinya, sehingga dia benar-benar kecewa.”

Nasser meninggal di usia yang cukup muda. Dia kecewa karena kalah perang melawan Israel. Ketika Uni Soviet meninggalnya, dia kehilangan harapan. Sebaliknya Michael Jackson sudah memiliki semua pencapaian profesional di dunia musik. Namun dia mengalami kekecewaan di kehidupan pribadi termasuk kekacauan keuangan. Dia sudah kehilangan harapan. Dan siapapun yang kehilangan harapan, fasilitas hidup terbaik, dokter terbaik takkan bisa menyembuhkan penyakit apapun.

* * *

Nelson Mandela dipenjara rezim apartheid selama 27 tahun. Di penjara dia mengalami banyak penderitaan dan mempunyai banyak alasan untuk mati. Tapi Mandela tidak mati, Mandela masih utuh jiwa dan raganya sampai dia keluar penjara, membebaskan negerinya dan menjadi Presiden Afrika Selatan.

Deng Xiaoping berpikiran kapitalis di negeri komunis. Dia disingkirkan oleh Ketua Mao. Dia dikirim ke kamp kerja paksa. Istrinya meninggalkannya dan kawin dengan lawan politiknya. Anaknya dilempar keluar dari gedung bertingkat oleh tentara merah sehingga cacat seumur hidup. Dia memiliki seribu alasan untuk mati. Tapi Deng tidak mati, bahkan akhirnya dia bisa menjadi pemimpin Cina yang membawa kemakmuran.

Harapanlah yang bisa menjaga seseorang untuk terus hidup. Victor Frankl kemudian membuat mazhab psikoterapi sendiri, yaitu logoterapi. Logoterapi adalah psikoterapi yang memusatkan upayanya pada pencarian makna hidup. Sebagai dasar psikoterapinya Victor Frankl mengutip kata-kata filsuf Jerman, Nietzche:”dia yang memiliki alasan untuk hidup, akan mampu menghadapi apapun”. Yang ironis disini adalah orang Yahudi bisa bertahan hidup dari kekejaman orang Jerman, justru dengan inspirasi dari pikiran orang Jerman sendiri.

Orang harus selalu memiliki makna keberadaannya dalam hidup ini. Makna yang belum terpenuhi itu, tugas yang belum selesai adalah harapan. Mandela mempunyai harapan untuk memerdekakan kaum kulit hitam. Dia percaya dia harus menyelesaikan tugas ini. Maka penjara puluhan tahun tidak pernah membuatnya mati. Begitu juga Deng Xiaoping. Membawa Cina menuju kemakmuran sudah menjadi pilihan tugas hidupnya. Kamp kerja paksa, penderitaan, penghinaan tidak membuatnya mati.

Selama harapan itu ada, maka orang akan tetap hidup. Ketika harapan hilang, maka kematian tinggal menunggu tanggal mainnya saja.

* * * * *

No comments: